Pendekatan
grounded teori (Grounded Theory Approach) adalah metode penelitian
kualitatif yang menggunakan sejumlah prosedur sistematis guna
mengembangkan teori dari kancah. Pendekatan ini pertama kali disusun
oleh dua orang sosiolog; Barney Glaser dan Anselm Strauss. Untuk maksud
ini keduanya telah menulis 4 (empat) buah buku, yaitu; "The Discovery of
Grounded Theory" (1967), Theoritical Sensitivity (1978), Qualitative
Analysis for Social Scientists (1987), dan Basics of Qualitative
Research: Grounded Theory Procedures and Techniques (1990). Menurut
kedua ilmuwan ini, pendekatan Grounded Theory merupakan metode ilmiah,
karena prosedur kerjanya yang dirancang secara cermat sehingga memenuhi
keriteria metode ilmiah. Keriteria dimaksud adalah adanya signikansi,
kesesuaian antara teori dan observasi, dapat digeneralisasikan, dapat
diteliti ulang, adanya ketepatan dan ketelitian, serta bisa dibuktikan.
Pada
dasarnya Grounded Theory dapat diterapkan pada berbagai disiplin
ilmu-ilmu sosial, namun demikian seorang peneliti tidak perlu ahli dalam
bidang ilmu yang sedang ditelitinya. Hal yang lebih penting adalah
bahwa dari awal peneliti telah memiliki pengetahuan dasar dalam bidang
ilmu yang ditelitinya, supaya ia paham jenis dan format data yang
dikumpulkannya.
PERUMUSAN MASALAH PENELITIAN
Seperti
diketahui, paradigma kualitatif mengasumsikan bahwa di dalam kehidupan
sosial selalu ditemukan regulasi-regulasi yang relatif sudah terpola.
Pola-pola regulasi yang ditemukan melalui penelitian itulah yang
dirumuskan menjadi teori. Asumsi ini dipertegas dalam Grounded Theory,
dengan menyatakan bahwa; (a) semua konsep yang berhubungan dengan
fenomena belum dapat diidentifikasi; dan (b) hubungan antarkonsep belum
terpahami atau belum tersusun secara konseptual. Oleh sebab itu, tidak
mungkin bagi seorang peneliti untuk mengajukan masalah yang sangat
spesifik –seperti yang dituntut dalam metode kuantitatif, baik variabel
maupun tipe hubungan antarvariabelnya. Substansi rumusan masalah dalam
pendekatan Grounded Theory masih bersifat umum, yaitu dalam bentuk
pertanyaan yang masih memberi kelonggaran dan kebebasan untuk menggali
fenomena secara luas, dan belum sampai menegaskan mana saja variabel
yang berhubungan dengan ruang lingkup masalah dan mana yang tidak.
Demikian pula tipe hubungan antarvariabelnya belum perlu dieksplisitkan
dalam rumusan masalah yang dibuat.
Bertolak
dari dasar asumsi dan kemungkinan yang diutarakan di atas, rumusan
masalah dalam Grounded Theory disusun secara bertahap. Pada tahap awal
–sebelum pengumpulan data, dikemukan rumusan masalah yang bersifat luas
(tetapi tidak terlalu terbuka), yang kemudian nanti –setelah data yang
bersifat umum dikumpulkan—rumusan masalahnya semakin dipersempit dan
lebih difokuskan sesuai dengan sifat data yang dikumpulkan. Intinya
adalah, bahwa rumusan masalah dalam Grounded Theory disusun lebih dari
satu kali. Rumusan masalah yang diajukan pada tahap pertama dimaksudkan
sebagai panduan dalam mengumpul data, sedangkan rumusan masalah yang
diajukan pada tahap berikutnya dimaksudkan sebagai panduan untuk
menyusun teori. Perumusan masalah yang disebut terakhir ini inheren
dengan perumusan hipotesis penelitian.
Seperti
lazimnya pada setiap penelitian, rumusan masalah yang disusun pada
tahap awal adalah yang memiliki substansi yang jelas serta
diformulasikan dalam bentuk pertanyaan. Ciri rumusan masalah yang
disarankan dalam Grounded Theory adalah; (a) berorientasi pada
pengidentifikasian fenomena yang diteliti; (b) mengungkap secara tegas
tentang obyek (formal dan material) yang akan diteliti, serta (c)
berorientasi pada proses dan tindakan. Contoh rumusan masalah awal pada
Grounded Theory; "Bagaimanakah wanita yang berpenyakit kronis mengatasi
kehamilan?" Pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah ini bermaksud
untuk; (a) mengenali secara tepat dan mendalam perilaku wanita yang
sedang berpenyakit kronis dalam mengatasi kehamilannya, (b) obyek formal
penelitian adalah wanita yang berpenyakit kronis yang sedang hamil;
sedangkan obyek materialnya adalah cara-cara yang dilakukan oleh wanita
itu dalam mengatasi persoalan kehamilan dalam kondisi sakit, dan (c)
orientasi utama yang disoroti adalah tahapan tindakan si wanita dan
jenis-jenis atau bentuk-bentuk tindakan yang dipilih.
PENGGUNAAN TEORI TERDAHULU
Sebagaimana
penelitian kualitatif pada umumnya, pendekatan Grounded Theory sama
sekali tidak bermaksud untuk menguji teori, dan bahkan tidak bertolak
dari variabel-variabel yang direduksi dari suatu teori. Sungguh tidak
relevan jika penelitian dengan Grounded Theory dimulai dengan teori atau
variabel yang telah ada, karena akan menghambat pengembangan rumusan
teori baru. Oleh sebab itu, penelitian Grounded Theory tidak perlu
terlalu terpangaruh oleh literatur karena akan menutupi kreativitas
dalam mengumpul, memahami dan menganalisis data. Inilah yang dimaksudkan
dalam pendekatan Grounded Theory, bahwa sesungguhnya peneliti belum
memiliki pengetahuan tentang obyek yang diteliti, termasuk jenis data
dan kategori-kategori yang mungkin ditemukan.
Dalam pendekatan Grounded Theory, teori yang sudah ada harus diletakkan sesuai dengan maksud penelitian yang dikerjakan:
Penelitian yang bermaksud menemukan teori dari dasar;
- Jika peneliti menghadapi kesulitan dalam hal konsep ketika merumuskan masalah, membangun kerangka berpikir, dan menyusun bahan wawancara, maka konsep-konsep yang digunakan oleh teori terdahulu dapat dipinjam untuk sementara sampai ditemukan konsep yang sebenarnya dari kancah.
- Jika penelitian dengan Grounded Theory menemukan teori yang memiliki hubungan dengan teori yang sudah dikenal, maka temuan baru itu merupakan sumbangan baru untuk memperluas teori yang sudah ada. Demikian pula, jika ternyata teori yang ditemukan identik dengan teori yang sudah ada, maka teori yang ada dapat dijadikan sebagai pengabsahan dari temuan baru itu.
- Jika peneliti sudah menemukan kategori-kategori dari data yang dikumpulkan, maka ia perlu memeriksa apakah sistem kategori serupa telah ada sebelumnya. Jika ya, maka peneliti perlu memahami tentang apa saja yang dikatakan oleh peneliti lain tentang kategori tersebut, tetapi bukan untuk mengikutinya. Penelitian yang bermaksud memperluas teori;
- Jika penelitian bermaksud untuk memperluas teori yang telah ada, maka penelitian dapat dimulai dari teori tersebut dengan merujuk kerangka umum teori itu. Dengan kata lain, kerangka teoritik yang sudah ada bisa digunakan untuk menginterpretasi dan mendekati data. Namun demikian, penelitian yang sekarang harus dikembangkan secara tersendiri dan terlepas dari teori sebelumnya. Dengan demikian, penelitian dapat dengan bebas memilih data yang dikumpulkan, sehingga memungkinkan teori awalnya dapat diubah, ditambah, atau dimodifikasi.
- Jika penelitian sekarang bertolak dari teori yang sudah ada, maka ia dapat dimanfaatkan untuk menyusun sejumlah pertanyaan atau menjadi pedoman dalam pengamatan /wawancara untuk mengumpul data awal.
- Jika temuan penelitian sekarang berbeda dari teori yang sudah ada, maka peneliti dapat menjelaskan bagaimana dan mengapa temuannya berbeda dengan teori yang ada.
ANALISIS DATA
Pada
esensinya kegiatan pengumpulan dan analisis data dalam Grounded Theory
adalah proses yang saling berkaitan erat, dan harus dilakukan secara
bergantian (siklus). Karena itu kegiatan analisis --yang dibicarakan
pada bagian berikut-- telah dikerjakan pada saat pengumpulan data sedang
berlangsung.
Kegiatan
analisis dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk pengkodean
(coding). Pengkodean merupakan proses penguraian data, pengonsepan, dan
penyusunan kembali dengan cara baru. Tujuan pengkodean dalam penelitian
Grounded Theory adalah untuk; (a) menyusun teori, (b) memberikan
ketepatan proses penelitian, (c) membantu peneliti mengatasi bias dan
asumsi yang keliru, dan (d) memberikan landasan, memberikan kepadatan
makna, dan mengembangkan kepekaan untuk menghasilkan teori.
Terdapat
dua prosedur analisis yang merupakan dasar bagi proses pengkodean,
yaitu; (a) pembuatan perbandingan secara terus-menerus (the constant
comparative methode of analysis); dan (b) pengajuan pertanyaan. Dalam
konteks penelitian Grounded Theory, hal-hal yang diperbandingkan itu
cukup beragam, yang intinya berada pada sekitar; (i) relevansi fenomena
atau data yang ditemukan dengan permasalahan pokok penelitian, dan (ii)
posisi dari setiap fenomena dilihat dari sifat-sifat atau ukurannya
dalam suatu tingkatan garis kontinum.
Pengkodean Terbuka (Open Coding)
Pelabelan fenomena
Pelabelan
fenomena merupakan langkah awal dalam analisis. Yang dimaksud dengan
pelabelan fenomena adalah pemberian nama terhadap benda, kejadian atau
informasi yang diperoleh melalui pengamatan dan atau wawancara. Pada
hakikatnya, pelabelan itu merupakan suatu pembuatan nama dari setiap
fenomena dengan konsep-konsep tertentu. Jadi pelabelan fenomena itu
tidak lain adalah satu kegiatan konseptualisasi data.
Cara
untuk melakukan pelabelan ini ialah dengan membandingkan
insiden-insiden, sampai dapat diberikan nama yang sama untuk
fenomena-fenomena yang serupa. Cara ini tidak sekedar meringkas hasil
pengamatan atau wawancara dengan kata-kata kunci sebagai ganti dari
sebuah deskripsi yang panjang, melainkan memberikan konsep baru terhadap
fenomena (atau kegiatan konseptualisasi). Sebagai contoh, jika peneliti
melihat sekelompok orang duduk melingkar mengelilingi sebuah meja
besar, di mana masing-masing menyampaikan pendapat secara bergantian di
bawah kordinasi seorang yang mengatur lalu-lintas pembicaraan, maka
fenomena yang berlangsung dalam waktu yang lama ini dapat diberi label
dengan diskusi atau rapat.
Penemuan dan penamaan kategori
Pada
hakikatnya, setiap fenomena yang sudah diberi label adalah unit-unit
data yang masih berserakan. Kapasitas intelektual manusia tidak cukup
kuat untuk sekaligus memproses dan menganalisis informasi yang jumlahnya
besar seperti itu. Untuk menyederhanakan data tersebut perlu dipisahkan
ke dalam beberapa kelompok. Penyederhanaan data itu pada umumnya
dilakukan dengan cara mereduksi data sehingga menjadi lebih ringkas dan
padat, kemudian membagi-baginya ke dalam kelompok-kelompok tertentu
(kategorisasi) sesuai sifat dan substansinya. Proses kategorisasi ini
pada dasarnya tergantung pada tujuan penelitian yang sudah ditetapkan
pada rancangan penelitian.
Jika
dalam pelabelan fenomena dilakukan proses konseptualisasi, maka dalam
pemberian nama kategori dilakukan proses abstraksi. Kegiatan ini
berkaitan dengan logika induktif, di mana sejumlah unit data yang sama
atau memiliki keserupaan dikelompokkan dalam satu kategori kemudian
diberi nama yang lebih abstrak. Kambing, lembu, dan kerbau, misalnya,
adalah konsep-konsep yang memiliki keserupaan dan dapat dikelompokkan
jadi satu kategori dengan nama binatang menyusui (mamalia). Contoh lain,
jika anda melihat anak-anak sedang bermain, lalu ada yang "merebut"
mainan, "menyembunyikan mainan", "menjauhi teman", "menangis", maka
semua konsep perilaku itu dapat dijadikan satu kategori, yaitu sebagai
"strategi untuk menghindari pinjaman atas mainan miliknya". Intinya
adalah memadukan konsep-konsep –yang menurut tujuan penelitian anda
memiliki keserupaan—menjadi satu kategori dan kemudian memberi label
(nama) yang lebih abstrak yang mencakup semua konsep tersebut.
Dalam
pemberian nama kategori ini, adakalanya peneliti membuat sendiri nama
yang sesuai dengan kelompok unit data, tetapi adakalanya meminjam
istilah yang sudah dibuat oleh peneliti atau ahli lainnya. Kedua-duanya
tetap dibenarkan dalam Grounded Theory. Namun demikian, cara pemberian
nama yang paling dianjurkan, adalah dengan menggunakan istilah yang
dipakai oleh subyek yang diteliti, karena cara inilah yang disarankan
sesuai dengan pendekatan emic yang menjadi ciri dari setiap penelitian
kualitatif.
Penyusunan Kategori
Dasar
untuk penyusunan kategori adalah sifat dan ukurannya. Yang dimaksud
dengan sifat di sini adalah karakteristik atau atribut suatu kategori
(yang berfungsi sebagai ranah ukuran, dimensional range), sedangkan
ukuran adalah posisi dari sifat dalam suatu kontinium. Lambang-lambang
Partai Golkar dalam suatu kampanye, misalnya, berupa kaos, jaket, topi,
bendera, spanduk, umbul-umbul, dan sebagainya, semua dikategorikan
dengan "warna kuning". "Warna kuning" (kategori) dari lambang-lambang
yang tampak itu sesungguhnya tidak persis sama, di sana ada perbedaan
baik dari segi intensitas coraknya, maupun kecerahannya. Intensitas
corak dan kecerahan itulah sifat dari "warna kuning" tersebut.
Masing-masing sifat itu memiliki dimensi yang dapat diukur. Setiap
dimensinya dapat ditempatkan pada posisi tertentu dalam garis kontinium.
Intensitas corak warna itu, misalnya, dapat diberi ukuran mulai dari
yang "kuning tebal" (orange) sampai pada "kuning tipis"
(keputih-putihan). Demikian seterusnya, setiap kategori data bisa
ditempatkan di mana saja di sepanjang kontinua dimensional secara
bervariasi. Akibatnya, setiap kategori memiiki profil dimensional yang
terpisah. Beberapa profil itu dapat dikelompokkan sehingga membentuk
suatu pola. Profil dimensional ini menggambarkan sifat khusus dari suatu
fenomena dalam kondisi-kondisi yang ada.
Hal
penting yang perlu dipahami adalah penentuan sifat umum dari suatu
fenomena atau kategori. Sifat umum dari setiap kategori fenomena tentu
tidak sama. Sifat umum dari warna, adalah intensisitas corak dan
kecerahan, sedangkan sifat umum dari perilaku adalah frekuensi,
intensitas, durasi, dan seterusnya.
Pengkodean Terporos (Axial Coding)
Pengkodean
terporos adalah seperangkat prosedur penempatan data kembali dengan
cara-cara baru dengan membuat kaitan antarkategori. Pengkodean ini
diawali dari penentuan jenis kategori kemudian dilanjutkan dengan
penemuan hubungan antar kategori atau antarsubkategori.
Dalam
Grounded Theory, setiap kategori harus dikelompokkan ke dalam satu
jenis kategori berikut; yaitu kondisi kausal, konteks, kondisi pengaruh,
strategi aksi/interaksi, dan konsekuensi. Sistem pengelompokan kategori
ini disebut dengan model paradigma Grounded Theory. Tugas peneliti pada
tahap ini adalah memberi kode terhadap setiap kategori data, dengan
mengajukan pertanyaan, "termasuk jenis kategori apa data ini"? Model
paradigma inilah yang menjadi dasar untuk menemukan hubungan antar
kategori atau antarsubkategori.
Kegiatan
selanjutnya adalah menghubungkan subkategori dengan kategorinya. Sifat
pertanyaan yang diajukan dalam pengkodean terporos mengarah pada suatu
jenis hubungan. Alternatif hubungan-hubungan itu adalah; hubungan antara
kondisi kausal dengan strategi aksi/interaksi, hubungan antara konteks
dengan strategi aksi/interaksi, hubungan antara kondisi pengaruh dengan
strategi aksi/interaksi, hubungan antara strategi aksi/interaksi dengan
konsekuensi. Pola hubungan yang perlu ditemukan itu tidak terhenti pada
hubungan antara dua kategori, melainkan harus dapat mengungkap hubungan
antara semua jenis kategori, yang dapat digambarkan ke dalam skema
berikut:
Pengkodean Terpilih (Selective Coding)
Mengingat
masalah penelitian dalam Grounded Theory masih bersifat umum, mungkin
sekali peneliti menemukan sejumlah besar data dengan kategori dan
hubungan antarkategori/subkategori yang banyak dan bervariasi. Kenyataan
ini tentu dapat membingungkan, karena datanya masih belum terfokus pada
titik tertentu. Untuk menyederhanakannya perlu dilakukan proses
penggabungan dan atau seleksi secara sistematis.
Langkah
pertama yang dapat dilakukan untuk menyederhanakan data adalah dengan
menggabungkan semua kategori, sehingga menghasilkan tema khusus.
Penggabungan tidaklah banyak berbeda dengan pengkodean terporos, kecuali
tingkat abstraksnya. Konsep-konsep yang digunakan dalam penggabungan
lebih abstrak dari konsep pengkodean terporos. Cara ini merupakan tugas
peneliti yang paling sulit. Kepekaan teoritik dari peneliti amat penting
di sini. Inti dari proses penggabungan itu adalah, bagaimana peneliti
dapat menemukan spirit teoritis dari semua kategori. Spirit teoritis itu
mungkin saja tidak tampak secara eksplisit, tetapi tertangkap oleh
pikiran peneliti.
Ada beberapa tahapan kerja yang disarankan dalam proses pengkodean terpilih ini;
Mereproduksi kembali alur cerita atau susunan data ke dalam pikiran.
Mengidentifikasi
data dengan menulis beberapa kalimat pendek yang berisi inti cerita
atau data. Pertanyaan yang perlu diajukan peneliti terhadap dirinya
sendiri, adalah "apakah yang tampak menonjol dari wilayah penelitian
ini?", atau "apa masalah utamanya".
Menyimpulkan
dan memberi kode terhadap satu atau dua kalimat sebagai kategori inti.
Keriteria kategori inti yang disimpulkan itu ialah bahwa ia merupakan
inti masalah yang dapat mencakup semua fenomena/data. Kategori inti
harus cukup luas agar mencakup dan berkaitan dengan kategori lain.
Kategori inti ini dapat diibaratkan sebagai matahari yang berhubungan
secara sistematis dengan planet-planet lain. Lalu kategori inti tersebut
diberi nama (konseptualisasi).
Menentukan
pilihan kategori inti. Jika ternyata pada tahap "c" ada dua atau tiga
kategori inti, maka mau tak mau harus dipilih satu saja. Kategori inti
lainnya dijadikan sebagai kategori tambahan yang tidak menjadi inti
pembahasan dalam penelitian ini.
Pada
tahap penggabungan dan atau pemilihan ini, peneliti sebenarnya telah
sampai pada penemuan tema pokok penelitian. Pada umumnya metode
kualitatif menganggap penelitian telah selesai pada penemuan tema ini.
Lain hal dalam Grounded Theory, tema utama (yang sudah ditemukan)
dipandang sebagai dasar untuk merumuskan masalah utama dan hipotesis
penelitian. Karena itu, peneliti perlu merumuskan masalah pokok dan
hipotesis penelitiannya. Berdasarkan masalah dan hipotesis itu, peneliti
harus kembali lagi ke lapangan untuk mengabsahkan atau membutikannya.
Hasil pembuktian itulah yang menjadi temuan penelitian, yang disebut
sebagai teori.
4. Analisis Proses
Menganalisis
proses merupakan bagian penting dalam Grounded Theory. Yang dimaksud
dengan analisis proses adalah pengaitan urutan tindakan/interaksi.
Kegiatan analisis ini terdiri dari penelusuran terhadap; (a) perubahan
kondisi, (b) respon (strategi aksi/interaksi) terhadap perubahan; (c)
konsekuensi yang timbul dari respon, dan (d) penjabaran posisi
konsekwensi sebagai bagian dari kondisi.
Pada
penelitian Grounded Theory, analisis proses bukan merupakan bagian dari
tahapan kegiatan, tetapi sebagai cara untuk mempertajam analisis dalam
pengkodean (khusus pada pengkodean terporos dan pengkodean terpilih).
Hasil analisis proses itu juga perlu ditunjukkan dalam penulisan laporan
penelitian. Maksud analisis proses ini adalah sebagai cara untuk
menghidupkan data melalui penggambaran dan pengaitan tindakan/interaksi
untuk mengetahui urutan dan atau rangkaian data. Dalam pengaitan itu
tidak hanya untuk mengenali urutan waktu atau kronologi suatu peristiwa,
melainkan yang lebih penting adalah untuk menemukan keterkaitan antara
stimulus, respon, dan akibat. Kondisi, respon, dan konsekwensi harus
dilihat sebagai tiga hal yang terus bergerak secara dinamis dan berputar
mengikuti garis lingkaran.
Dalam
prakteknya, proses dapat dilihat sebagai pergerakan progresif dan dapat
pula dilihat sebagai pergerakan nonprogresif. Kedua perspektif proses
ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
Proses
sebagai pergerakan progresif; Jika proses dilihat sebagai pergerakan
progresif, maka peneliti dapat mengkonsepkan data sebagai
langkah-langkah, fase-fase, atau tahapan. Cara ini cukup baik untuk
penelitian yang membahas tentang perkembangan, sosialisasi, transformasi
mobilitas sosial, imigrasi, dan peristiwa sejarah. Hal penting yang
perlu diingat di sini ialah bahwa kesemua unsur paradigma Grounded
Theory harus berperan dalam menjelaskan rentang waktu dan variasinya, di
mana keterkaitan atau hubungan-hubungan antar unsur tetap dapat
dieksplisitkan.
Proses
sebagai pergerakan nonprogresif; Bagaimanapun tidak semua fenomena
terjadi secara kronologis, karena tidak jarang pula ditemukan fenomena
yang tidak dapat dinyatakan sebagai langkah-langkah dan fase-fase
progresif yang runtut. Untuk fenomena seperti ini, peneliti dianjurkan
untuk menganalisis penggantian atau perubahan tindakan/interaksi yang
terencana sebagai tanggapan atas perubahan kondisi.
PENGUMPULAN DATA DAN PENYAMPELAN TEORITIK
Pada
dasarnya instrumen pengumpul data penelitian Grounded Theory adalah
peneliti sendiri. Dalam proses kerja pengumpulan data itu, ada 2 (dua)
metode utama yang dapat digunakan secara simultan, yaitu observasi dan
wawancara mendalam (depth interview). Metode observasi dan wawancara
dalam Grounded Theory tidak berbeda dengan observasi dan wawncara pada
jenis penelitian kualitatif lainnya.
Hal
yang spesifik yang membedakan pengumpulan data pada penelitian Grounded
Theory dari pendekatan kualitatif lainnya adalah pada pemilihan
fenomena yang dikumpulkan. Paling tidak, pada Grounded Theory sangat
ditekankan untuk menggali data perilaku yang sedang berlangsung (life
history) untuk melihat prosesnya serta ditujukan untuk menangkap hal-hal
yang bersifat kausalitas. Seorang peneliti Grounded Theory selalu
mempertanyakan "mengapa suatu kondisi terjadi?", "apa konsekwensi yang
timbul dari suatu tindakan/reaksi?", dan "seperti apa tahap-tahap
kondisi, tindakan/reaksi, dan konsekwensi itu berlangsung"?.
Dalam
Grounded Theory, masalah sampel penelitian tidak didasarkan pada jumlah
populasi, melainkan pada keterwakilan konsep dalam beragam bentuknya.
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara penyampelan teoritik.
Penyampelan teoritik adalah pengambilan sampel berdasarkan konsep-konsep
yang terbukti berhubungan secara teoritik dengan teori yang sedang
disusun. Tujuannya adalah mengambil sampel peristiwa/fenomena yang
menunjukkan kategori, sifat, dan ukuran yang secara langsung menjawab
masalah penelitian. Sebagai contoh, jika peneliti sedang meneliti "warna
kuning" yang di dimensinya terdiri atas "intensitas corak" dan
"kecerahan", maka peneliti memutuskan untuk mendalami "intensitas corak"
saja (tidak lagi membahas tentang 'kecerahan"), berarti ia sudah
melakukan penyampelan. Penegasan ini memberi makna, bahwa pada dasarnya
yang di sampel itu bukan obyek formal penelitian (orang atau
benda-benda), melainkan obyek material yang berupa fenomena-fenomena
yang sudah dikonsepkan. Namun demikian, karena fenomena itu melekat
dengan subyek (orang atau benda), maka dengan sendirinya obyek formal
juga ikut di sampel dalam peroses pengumpulan atau penggalian fenomena.
Berkenaan
dengan proposisi terakhir, pada hakikatnya fenomena yang telah terpilih
itulah yang dicari atau digali oleh peneliti ketika proses pengumpulan
data. Karena fenomena itu melekat dengan subyek yang diteliti, maka
jumlah subyek pun terus bertambah sampai tidak ditemukan lagi informasi
baru yang diungkap oleh beberapa subyek yang terakhir. Itulah sebabnya,
penentuan sampel subyek dalam penelitian Grounded Theory, seperti halnya
penelitian kualitatif pada umumnya, tidak dapat direncanakan dari awal.
Subyek-subyek yang diteliti secara berproses ditentukan di lapangan,
kaetika pengumpulan data berlangsung. Cara penyampelan inilah yang
disebut dalam penelitian kualitatif sebagai snow bowl sampling.
Sesuai
dengan tahap pengkodean dan analisis data, penyampelan dalam Grounded
Theory diarahkan dengan logika dan tujuan dari tiga jenis dasar prosedur
pengkodean. Ada tiga pola penyampelan teoritik, yang sekaligus menandai
tiga tahapan kegiatan pengumpulan data; (a) penyampelan terbuka, (b)
penyampelan relasional dan variasional, serta (c) penyampelan pembeda.
Penyampelan ini bersifat kumulatif (di mana penyampelan terdahulu
menjadi dasar bagi penyampelan berikutnya) dan semakin mengerucut
sejalan dengan tingkat kedalaman fokus penelitian. Keterangan yang
berkenaan dengan tiga pola penyampelan ini dapat diringkas sebagai
berikut:
Penyampelan
Terbuka; Penyampelan ini bertujuan untuk menemukan data sebanyak
mungkin sepanjang berkenaan dengan rumusan masalah yang dibuat pada awal
penelitian. Karena pada tahap awal itu peneliti belum yakin tentang
konsep mana yang relevan secara teoritik, maka obyek pengamatan dan
orang-orang yang diwawncarai juga masih belum dibatasi. Data yang
terkumpul dari kegiatan pengumpulan data awal inilah kemudian dianalisis
dengan pengkodean terbuka.
Penyampelan
Relasional dan Variasional; Sebagaimana diutarakan di atas, tujuan
pengkodean terporos adalah menghubungkan secara lebih khusus
kategori-kategori dengan sub-subkategorinya. Untuk maksud ini perlu
dilakukan penyampelan yang berfokus pada pengungkapan dan pembuktian
hubungan-hubungan tersebut. Kegiatan itu dinamakan penyampelan
relasional dan variasional.
Pada
penyampelan relasional dan variasional diupayakan untuk menemukan
sebanyak mungkin perbedaan tingkat ukuran di dalam data. Hal pokok yang
perlu pada penemuan perbedaan tingkat ukuran tersebut adalah proses dan
variasi. Jadi, inti utama penyampelan di sini adalah memilih subyek,
lokasi, atau dokumen yang memaksimalkan peluang untuk memperoleh data
yang berkaitan dengan variasi ukuran kategori dan data yang bertalian
dengan perubahan.
Penyampelan
Pembeda: Penyampelan pembeda berkaitan dengan kegiatan pengkodean
terpilih. Karena itu tujuan penyampelan pembeda di sini adalah penetapan
subyek yang diduga dapat memberi peluang bagi peneliti untuk
membuktikan atau menguji hubungan antarkategori.
Kegiatan
pengumpulan data dalam penelitian Grounded Theory berlangsung secara
bertahap dan dalam rentang waktu yang relatif lama. Proses pengambilan
sampel juga berlangsung secara terus menerus ketika kegiatan pengumpulan
data. Jumlah sampel bisa terus bertambah sejalan dengan pertambahan
jumlah data yang dibutuhkan. Ketentuan umum dalam Grounded Theory adalah
melakukan penyampelan hingga pemenuhan teoritik bagi setiap kategori
tercapai. Maksudnya, penyampelan dihentikan apabila; (a) tidak ada lagi
data baru yang relevan, (b) penyusunan kategorinya telah terpenuhi; dan
(c) hubungan antarkategori sudah ditetapkan dan dibuktikan.
Dari
keterangan tentang prinsip penyampelan di atas, pengambilan kesimpulan
dalam penelitian Grounded Theory tidak didasarkan pada generalisasi,
melainkan pada spesifikasi. Bertolak dari pola penalaran ini, penelitian
Grounded Theory bermaksud untuk membuat spesifikasi-spesifikasi
terhadap (a) kondisi yang menjadi sebab munculnya fenomena, (b)
tindakan/interaksi yang merupakan respon terhadap kondisi itu, (c) serta
konsekuensi-konsekuensi yang timbul dari tindakan/i nteraksi itu. Jadi,
rumusan teoritik sebagai hasil akhir yang ditemukan dari jenis
penelitian ini tidak menjustfikasi keberlakuannya untuk semua populasi,
seperti dalam penelitian kuantitatif, melainkan hanya untuk situasi atau
kondisi tersebut.
PENUTUP
Grounded
Theory Approach adalah satu jenis metode penelitian kualitatif yang
berorientasi pada penemuan teori dari kancah. Dilihat dari prosedur,
prinsip, dan teknik yang digunakan, metode ini benar-benar bersifat
kualitatif murni, tetapi jika dilihat dari kerangka berpikir yang
digunakan ternyata secara implisit pendekatan ini meminjam metode
kuantitatif. Paling tidak ada 3 (tiga) dasar kerangka berpikir kuantitif
yang dipinjam Grounded Theory;
Penggunaan
hukum kausalitas sebagai dasar penyusunan teori. Seperti diketahui,
bahwa dalam epistemologi ilmiah, prinsip kausalitas adalah salah asumsi
dasar bagi pengembangan ilmu pengetahuan, karena sangat diyakini bahwa
segala hal yang terjadi di alam ini tidak lepas dari hukum sebab-akibat.
Pengukuran
fenomena. penelitian kualitatif pada umumnya tidak melakukan pengukuran
terhadap data yang ditemukannya, melainkan lebih menekankan pada
pengelompokan konfigurasi dari variasinya. Lain hal dengan Grounded
Theory, di sini dilakukan pengukuran-pengukuran, sebagaimana yang lazim
dilakukan pada metode kuantitatif.
Penggunaan
variabel; Secara eksplisit memang tidak pernah disebut-sebut istilah
variabel dalam Grounded Theory. Tetapi dengan penggunaan paradigma
teoritik yang membagi fenomena ke dalam kondisi kausal, konteks, kondisi
pengaruh, tindakan/interaksi, dan konsekwensi, serta mencari
hubungan-hubungan antara unsur-unsur itu merupakan pertanda bahwa di
dalam metode ini digunakan konsep-konsep yang identik dengan variabel.
Perkawinan
metode kualitatif dengan kuantitatif dalam Grounded Theory merupakan
satu perkembangan baru yang patut diberi apresiasi positif. Proses
perkawinan itu sendiri harus dimaklumi, tidak saja karena Strauss dan
Glaser sebagai dua tokoh penggagas metode ini yang memiliki latar
pemikiran yang berbeda (kualitatif dan kuantitatif), melainkan juga
karena tuntutan perkembangan metode keilmuan yang terus berkembang. Mau
tak mau, metode kualitatif harus menata prosedur dan teknik-teknik
penelitiannya agar semakin dipercaya sebagai metode yang dapat
diandalkan dalam pengembangan ilmu pengetahuan.