Penulisan prosa
berupa cerita-cerita pendek modern dalam bahasa Arab, demikian juga novel dan
drama, baru dimulai pada akhir abad lalu. Belakangan ini bentuk puisi juga
mengalami perubahan yang cukup besar.
Puisi-puisi Arab modern sudah banyak yang tidak terikat
lagi pada gaya lama yang dikenal dengan 'Ilm al-'Arūd. Meskipun sebagian
penyair dewasa ini senang juga menciptakan puisi bebas, tetapi masih banyak
juga yang bertahan dengan gaya lama kendati tidak lagi terikat pada persyaratan
tertentu, seperti penyair MAHMUD ALI TAHA (w.1949). puisi-puisinya
sangat halus, romantis, tetapi sangat religius. Beberapa pengamat menganggapnya
banyak terpengaruh oleh romantisme Perancis abad ke-19, terutama Lamartine.
Mungkin sudah terdapat jarak antara penyair ini dan penyair-penyair modern
semi-klasik sebelumnya, seperti Ahmad Syauqi atau Hafidz Ibrahim (1872-1932)
yang dipandang sebagai penyair-penyair besar.
Dalam sastra Arab modern, Mesir dapat dikatakan merupakan
pembuka jalan meskipun dari para sastrawan itu banyak yang berasal dari Libanon
dan Suriah. Mereka pindah ke Mesir untuk menyalurkan bakatnya di negeri ini.
Sastrawan dan pemikir besar menjelang pertengahan abad
ke-20 adalah MUHAMMAD IQBAL (1877-1938) yang lahir di Sialkot dan
wafat di Lahore, Pakistan. Ia mengungkapkan filsafatnya dengan puisi dalam
bahasa Urdu dan Persia. Beberapa prosanya ditulis dalam bahasa Inggris dan
bahasa Arab. Dari kumpulan puisinya, yang terkenal adalah Asrari Khudi di
samping karya filsafatnya, The Reconstruction of Religious Thought in Islam.
Dalam abad ke-19 kegiatan penerjemahan buku-buku ke dalam
bahasa Arab sudah mulai dirintis secara besar-besaran, yang sudah tentu
sebagian besar berupa karya-karya sastra Barat. Nama-nama mulai dari Villon
sampai pada angkatan Sartre dalam sastra Perancis, atau Marlowe sampai angkatan
Auden dalam sastra Inggris, sudah tidak asing lagi, di samping dari Eropa
lainnya. Yang menjadi pelopor dalam hal ini tentu mereka yang telah mendapatkan
pendidikan Barat sebagai akibat pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad Ali
(1769-1849) dan sampai puncaknya sebagai gelombang kedua pada masa Khediwi (Khedive)
Ismail (1830-1895). Pada waktu itulah banyak karya sastra Barat, terutama karya
sastra Perancis, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, seperti Paul et
Virginie, dongeng-dongeng La Fontain dan Victor Hugo. Sungguhpun begitu,
sastra Arab baru ini masih tetap dapat bertahan pada tradisinya sendiri.
MUSTAFA LUTFI AL-MANFALUTI (1876-1924),
sastrawan dan ulama dari al-Azhar yang sudah amat dikenal di Indonesia, dapat
digolongkan sebagai pengarang cerita-cerita pendek bergaya semi-klasik
semi-modern. Ia, yang juga banyak menerjemahkan, sedikit banyak terpengaruh
karya-karya pengarang Perancis abad yang lalu. Dalam perkembangan selanjutnya
penerjemahan tidak hanya terbatas pada karya sastra Perancis, tetapi sudah meluas
ke kawasan Eropa lainnya, terutama Inggris, Rusia, dan Jerman dengan prinsip
mengutamakan terjemahan langsung dari bahasa asal.
Sesudah Perang Dunia I pemikiran-pemikiran intelektual di
Mesir, Suriah, dan Irak semakin terasa. Dalam kesusastraan mereka terbagi ke
dalam dua kelompok besar. Pada satu pihak pengarang-pengarang yang mempunyai
latar belakang pendidikan Barat cenderung pada sastra Perancis dan pada pihak
lain lebih cenderung pada sastra Inggris. Yang pertama diwakili oleh Muhammad
Husein Haekal (1888-1956) selain sebagai seorang sastrawan, ia juga
dikenal sebagai wartawan terkemuka dan pemikir, sedangkan yang kemudian dapat
dikatakan diwakili oleh Abbas Mahmud Al-Aqqad (1889-1973) dan Ibrahim
al-Mazini (1890-1949).
MUHAMMAD HUSEIN HAEKAL selain besar pengaruhnya
dalam sastra Arab mutakhir, juga mempunyai tempat yang penting dalam literatur
Islam setelah serangkaian bukunya tentang studi-studi Islam terbit, terutama
sekali bukunya yang berjudul Hayāh Muhammad (1936). Haekal dianggap perintis
karya sastra modern setelah novelnya. Zainab, terbit (1914). Ia juga
banyak menulis kritik sastra dan cerita pendek.
Al-Aqqad dan al-Mazini sama-sama tumbuh mula-mula sebagai penyair pembaharuan yang melepaskan diri
dari ikatan tradisi. Selain puisi-puisinya, al-Aqqad juga terkenal karena novel
semi-autobiorafinya, Sarah. Pada tahun-tahun belakangan ia banyak
mencurahkan perhatian pada penulisan buku-buku ke-Islaman.
Pengarang-pengarang cerita pendek yang penting dicatat
adalah MAHMUD TAIMUR (1894-1973), pengarang dan seniman yang
menjadi kebanggan Mesir. Kritik-kritiknya sangat diperhatikan para ahli.
Karya-karya Mahmud Taimur sudah banyak diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa,
termasuk bahasa Indonesia.
Ada beberapa pengarang kontemporer yang memiliki
kecenderungan mengelolah cerita lama sebagai bingkai dengan pakaian baru untuk
memperbincangkan masalah baru. Buku-buku seperti Seribu Satu Malam dan Kalīlah
wa Dimnah oleh pengarang-pengarang itu diolah kembali menjadi karya baru untuk
kemudian diisi dengan pikiran-pikiran mereka, seperti yang dilakukan oleh TAHA
HUSEIN, TAUFIK AL-HAKIM, YAHYA HAQQI, dan NAGUIB
MAHFUDZ.
Masing-masing negara berbahasa Arab mempunyai caranya
sendiri dalam membenahi budayanya sehingga tidak ada keseragaman mutlak.
Sebagai contoh, udara sastra di Irak mungkin lebih sering diwarnai oleh agitasi
politik dan ideologi yang mengakibatkan timbulnya pergolakan dan revolusi,
seperti terjadi pada 1958 dan 1960 sampai pada Revolusi 68 yang dikatakan
membawa angin baru kepada seni dan budaya dengan diterbitkannya kembali
buku-buku sastra. Banyak pengarang Irak yang terpengaruh oleh suasana demikian
sehingga pernah lahir yang disebut Penulis Angkatan 60, dan sebagainya. Namun
bagaimanapun ada beberapa penulis cerpen Irak yang cukup dikenal di tanah
airnya, seperti ABDUL MALIK NURI (1923), FU'AD TAKERLI (1927),
dan SYAKIR KHUSYBAK, guru besar di Universitas Baghdad. Dari yang
terakhir ini beberapa cerpennya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Sebelum itu, yang dapat dinobatkan sebagai perintis puisi
modern di Irak adalah penyair JAMIL SIDQI AZ-ZAHAWI (1863-1936),
penyair tua yang bernada keras dan dikenal sebagai pembela hak-hak perempuan di
samping MA'RUF AR-RUSAFI (1877-1945).
Masih dalam dunia kepenyairan, seorang penyair yang mati
muda, yang dianggap penyair Arab terbesar sampai waktu itu adalah BADR
SYAKIR AS-SAYYAB (1926-1964). Dalam hidup dan pemikiran, ia selalu
gelisah. Bersama ABDUL WAHHAB AL-BAYYATI yang kekiri-kirian, ia
menanamkan bibit neo-klasik untuk menggantikan romantisme. Aliran yang
belakangan ini memang tak dapat bertahan lebih lama di Irak.
Kalangan kritik sastra Arab memang banyak menyoroti
puisi-puisi AS-SAYYAB yang beberapa antologinya yang tebal sudah
diterbitkan bersamaan dengan terbitnya buku-buku studi sastra tentang dia dan
karyanya. Puisi-puisinya sekitar tahun 50-an dinilai banyak terpengaruh oleh
penyair-penyair kelompok Apollo dan Mahjar yang lebih romantik - barangkali termasuk
juga pengaruh Shelley dan Keats - tetapi dalam teknik ada yang membandingkannya
dengan Eliot. Puisi-puisinya memang dalam, banyak diwarnai bahasa semiotik,
hidup, dan indah, tetapi tidak mudah ditangkap pembaca biasa (awam). Di Irak,
yang pada sekitar tahun 50-an menjadi tempat persinggahan Marxisme yang cukup
subur dan memaraknya paham nasionalisme yang menggebu-gebu, as-Sayyab membuat
pembaharuan yang cukup mengejutkan ketika kemudian ia menguak ke depan dengan
membawa puisi-puisinya yang banyak menyelip ayat al-Qur'an ke dalamnya, atau
kadang rima, simbolisme, atau nada musiknya; bahkan irama, gaya, dan kata-kata
al-Qur'an yang terasa kuat sekali pantulannya. Tokoh-tokoh dan
peristiwa-peristiwa dalam al-Qur'an dan dalam tradisi Islam sering
ditimbulkannya kembali untuk menggantikan mitologi dan pengaruh lain.
Sungguhpun ia bertahan dengan nilai lama yang lalu diperbaruinya, ia juga
terbuka menyerap puisi-puisi Eropa modern.
Di suriah, ABDUS SALAM AL-UJAILI (lahir.
1918), yang juga seorang dokter medis, aktif dalam penulisan novel dan cerita
pendek. Beberapa cerpennya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Demikian juga WALID IKHLASI (lahir. 1935), seorang dosen ekonomi
pertanian.
Dari Sudan, yang agak menonjol dapat disebut nama penyair
dan penulis cerita pendek, TAYYIB SALEH. Demikian juga di Maroko,
tak banyak yang dapat dikenal. ABDUL QADIR AS-SAMIHI termasuk
pengarang Maroko yang cerpen-cerpennya sering muncul dalam majalah sastra
terkemuka, seperti al-Adab atau al-Majallah. TAHAR BEN
JALOUN lebih dikenal sebagai pengarang yang menulis ke dalam bahasa
Perancis.
Karya-karya sastra Aljazair modern banyak yang
dipengaruhi oleh iklim perang kemerdekaan melawan Perancis. Namun sekaligus
timbul paradoks, yakni banyak sastrawan negera di Afrika Utara ini yang menulis
karya-karya sastranya dalam bahasa Perancis dan gaya penulisannya pun tidak
jauh berbeda dengan gaya pengarang Perancis. Bahkan pemikir dan ulama Aljazair
terkemuka, MALIK BIN NABI, menulis pikiran keagamaannya dalam
bahasa Perancis. Beberapa karya sastra Aljazair ada yang sudah diterbitkan ke
dalam bahasa Indonesia.
Dari kawasan Teluk, termasuk Arab Saudi, belum banyak
yang dapat disebutkan. Yang dikenal dengan sebutan as-Sā'ir al-Mahjar atau
The Emigran Poet ialah penyair-penyair yang berimigrasi umumnya ke
Amerika Selatan.
Perkembangan bahasa pun mengalami perubahan dari gaya
tradisional, kalimat yang panjang-panjang, dan berbunga-bunga akibat pengaruh
pleonasme dan penggunaan kosakata klasik berganti dengan gaya yang sejalan
dengan zaman, serba singkat, dan serba cepat. Ciri khas perkembangan bahasa
dalam sastra Arab Modern ialah digunakannya bahasa percakapan (vernacularism)
dalam dialog, sekalipun dalam pemerian tetap dengan bahasa baku. Kecenderungan seperti
ini ada pembelanya, tetapi juga banyak penentangnya. Bahkan pernah ada
kecenderungan sebagian kalangan yang ingin mengubah huruf Arab sedemikian rupa
supaya dapat juga dibaca dalam huruf Latin. Di Libanon malah ada sekelompok
sastrawan yang mencoba menggantikan huruf Arab dengan huruf Latin. Bahkan sudah
ada novel yang terbit dalam bahasa Arab dengan menggunakan huruf Latin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar