Senin, 08 Oktober 2012

arab pra islam

Bangsa Arab sebelum lahirnya Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw dikenal sebagai bangsa yang sudah memiliki kemajuan ekonomi. Letak geografis yang yang cukup strategis membuat Islam yang diturunkan di Makkah menjadi cepat disebarluaskan ke berbagai wilayah. Di samping juga didorong oleh faktor cepatnya laju perluasan wilayah yang dilakukan umat Islam,[1] dan bahkan bangsa Arab telah dapat mendirikan kerajaan di antaranya Saba’, Ma’in dan Qutban serta Himyar yang semuanya berasa di wilayah Yaman.[2]
Di sisi lain, kenyataan bahwa al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw dan diturunkan dalam konteks geografis Arab, mengimplikasikan sebuah asumsi bahwa suatu pemahaman yang komprehensif terhadap al-Qur’an hanya mungkin dilakukan dengan sekaligus melacak pemaknaan dan pemahaman pribadi, masyarakat dan lingkungan mereka yang menjadi audiens pertama al-Qur’an, yaitu Muhammad dan masyarakat Arab saat itu dengan segala kultur dan tradisinya.[3] Dan untuk memiliki pengertian yang sebenar-benarnya tentang asal mula Islam, maka satu hal yang perlu diketahui adalah bagaimana keadaan Arab sebelum adanya Islam, Muhammad, dan sejarah Islam terdahulu.
Dalam penjelasan makalah berikut akan membahasa dan memecahkan masalah-masalah yang kami rumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana geografi jazirah Arab sebelum Islam
2. Bagaimana Bangsa Arab dan Struktur masyarakatnya sebelum Masuknya Islam kesana
3. Bagaimana agama bangsa Arab sebelum Islam
4. Bagaimana Pemerintahan dan kebudayaan bagsa Arab Pra-Islam.
Geografis Jazirah Arab Pra-Islam
Jazirah arab menjelang kelahiran islam diapit oleh dua kerajaan besar yaitu Romawi Timur di sebelah barat sampai ke laut Adriatik dan Persia di sebelah timur sampai ke sungai Dijlah. Kedua kerajaan besar itu disebut hegemoni di wilayah sekitar Timur Tengah. Sebenarnya Jazirah Arab bebas dari pengaruh kedua kerajaan tersebut, kecuali daerah-daerah subur seperti: Yaman dan daerah-daerah sekitar teluk Persia. Wilayah jazirah arab di teluk Persia termaksud daerah kekuasaan kerajaan Persia. Dengan demikian daerah hijau bebas dari pengaruh-pengaruh politik dan budaya dari luar. Islam yang dasar-dasarnya diletakkan oleh Nabi Saw di Mekkah dan di Madinah adalah agama yang murni, tidak dipengaruhi baik oleh perkembangan agama-agama yang ada di sekitarnya maupun kekuasaan politik yang meliputinya.[4]
Jazirah Arab berbentuk empat persegi panjang, yang sisinya tidak sejajar. Di sebelah barat terbatas dengan lautan merah, di sebelah selatan dengan laut arab, di sebelah timur dengan teluk arab (Persia) dan di sebelah utara dengan gurun pasir Irak dan Syiria. Kemudian Jazirah Arab ini terbagi kepada bagian tengah yang terdiri dari padang pasir dan gurun-gurun yang jarang penduduknya dan bahagian tepi merupakan sebuah pita kecil yang melingkari bagian tengah dan subur daerahnya dan banyak kota yang ada seperti: Bahrain, Oman. Bagian tengah, terbagi kepada bagian utara di sebut dengan Nejedan bagian selatan di sebut dengan al-Ahkaf yang jarang penduduknya karena itu disebut dengan al-Rub al-Khalli.
Jazirah dalam bahasa Arab berarti pulau. Jadi “Jazirah Arab” berarti “pulau Arab”. Sebagian ahli sejarah menamai tanah Arab itu dengan “Shibhul Jazirah” yang dalam bahasa Indonesia berarti “Semenanjung”. Dilihat dari peta, Jazirah Arab berbentuk persegi panjang yang sisi-sisinya tidak sejajar.[5] Batasan-batasan alam yang membatasi Jazirah Arab adalah :
- Di bagian barat:berbatasan dengan Laut Merah.
- Di bagian timur:berbatasan dengan Teluk Arab.
- Di bagian utara:berbatasan dengan Gurun Irak dan Gurun Syam.
- Di bagian selatan:berbatasan dengan Samudra Hindia.
Jazirah Arab terbagi atas dua bahagian yaitu bagian tengah dan bagian tepi. Setiap bagian memiliki bentangan alam tersendiri. Bagian tengah terdiri dari daerah pegunungan yang amat jarang dituruni hujan. Di bagian tengah inilah orang Badui tinggal. Bagian tengah dari Jazirah Arab terbagi menjadi dua bagian yang lebih kecil yaitu: Bagian utara yang disebut Najed dan bagian selatan yang disebut Al-Ahqaf. Bagian selatan penduduknya amat sedikit. Karenanya bagian ini disebut Ar-Rab'ul Khali (tempat yang sunyi). Jazirah Arab bagian tepi merupakan sebuah pita kecil yang melingkari Jazirah Arab. Pada bagian tepi ini, hujan yang turun cukup teratur. Bagian tepi inilah yang didiami oleh orang atau penduduk kota. Sedangkan ahli –ahli ilmu purba membagia Jazirah Arab menjadi tiga bagian :
1. Arab Petrix, yaitu daerah-daerah yang terletek di sebelah barat daya lembah Syam.
2. Arab Deserta, yaitu daerah Syam sendiri.
3. Arab Felix, yaitu negeri Yaman yang terkenal dengan sebutan “Bumi Hijau”.
B. Asal usul masyarakat Arab
Adapun beberapa suku yang tinggal di jazirah arab,[6] yaitu :
1. Arab Ba’idah
Yaitu bangsa arab yang telah musnah yaitu, orang-orang arab yang telah lenyap jejaknya. Jejak mereka tidak dapat diketahui kecuali hanya terdapat dalam catatan kitab-kitab suci. Arab Ba'idah ini termaksud suku bangsa arab yang dulu pernah mendiami Mesopotamia akan tetapi, karena serangan raja namrud dan kaum yang berkuasa di Babylonia, sampai Mesopotamia selatan pada tahun 2000 SM suku bangsa ini berpencar dan berpisah ke berbagai daerah, di antara kabilah mereka yang termaksud adalah: 'Aad, Tsamud, Ghasan, Jad.
2. Arab Aribah
Yaitu cikal bakal dari rumpun bangsa Arab yang ada sekarang ini. Mereka berasal dari keturunan Qhattan yang menetap di tepian sungai Eufrat kemudian pindah ke Yaman. Suku bangsa arab yang terkenal adalah: Kahlan dan Himyar. Kerajaan yang terkenal adalah kerajaan Saba' yang berdiri abad ke-8 SM dan kerajaan Himyar berdiri abad ke-2 SM.
3. Arab Musta'ribah
Yaitu menjadi arab atau peranakan disebut demikian karena waktu Jurhum dari suku bangsa Qathan mendiami Mekkah, mereka tinggal bersama nabi Ismail dan ibunya Siti Hajar. Nabi Ismail yang bukan keturunan Arab, mengawini wanita suku Jurhum. Arab Musta'ribah sering juga disebut Bani Ismail bin Ibrahim ismail (Adnaniyyun).[7]
Bangsa Arab mempunyai akar panjang dalam sejarah, mereka termasuk ras atau rumpun bangsa Caucasoid, dalam Subras Mediteranian yang anggotanya meliputi wilayah sekitar Laut Tengah, Afrika Utara, Armenia, Arabiyah dan Irania. Bangsa arab hidup berpindah-pindah, nomad, karena tanahnya terdiri atas gurun pasir yang kering dan sangat sedikit turun hujan. Perpindahan mereka dari satu tempat ke tempat yang lainnya mengikuti tumbuhnya stepa (padang rumput) yang tumbuh secara sporadic di tanah arab di sekitar oasis atau genangan air setelah turun hujan. Bila dilihat dari asal-usul keturunan, penduduk jazirah arab dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu: Qathaniyun (keturunan Qathan) dan ‘Adaniyun (keturuan Ismail ibnu Ibrahim as)
Sistem Politik/Pemerintahan Bangsa Arab sebelum Islam
Pada masyarakat arab pra Islam sudah banyak ditemukan tata cara pengaturan dalam aktivitas kehidupan sosial yang dapat dibagi pada beberapa sistem-sistem yang ada di masyarakat, salah satunya adalah system politiknya. Pada garis besarnya penduduk jazirah dapat dibagi berdasarkan territorial kepada dua bagian yaitu:
1. Penduduk kota (al-hadharah) yang tinggal di kota perniagaan jazirah Arabia, seperti Mekkah, Madinah. Kota Mekkah merupakan kota penghubung perniagaan Utara dan selatan, para pedagang dengan khalifah-khalifah yang berani membeli barang dagangan dari India dan Cina di Yaman dan menjualnya ke Syiria di Utara.
2. Penduduk pedalaman yang mengembara dari satu tempat ke tempat lain. Cara mereka hidup adalah nomaden, berpindah dari suatu daerah ke daerah lain, mereka tidak mempunyai perkampungan yang tetap dan mata pencaharian yang tepat bagi mereka adalah memelihara ternak, domba dan unta.[8]
Sebelum kelahiran Islam, ada tiga kekuatan politik besar yang perlu dicatat dalam hubungannya dengan Arab; yaitu kekaisaran Nasrani Byzantin, kekaisaran Persia yang memeluk agama Zoroaster, serta Dinasti Himyar yang berkuasa di Arab bagian selatan.[9] Setidaknya ada dua hal yang bisa dianggap turut mempengaruhi kondisi politik jazirah Arab, yaitu interaksi dunia Arab dengan dua adi kuasa saat itu, yaitu kekaisaran Byzantin dan Persia serta persaingan antara yahudi, beragam sekte dalam agama Nasrani dan para pengikut Zoroaster.
Tradisi kehidupan gurun yang keras serta perang antar suku yang acap kali terjadi ini nantinya banyak berkaitan dalam penyebaran ide-ide Islami dalam al-Qur’an, seperti ”jihad”, ”sabar”, ”persaudaraan” (ukhuwwah), persamaan, dan yang berkaitan dengan semua itu.
Pada masa sebelum islam yamg diajarkan disebar luaskan ke bangsa Arab oleh Rasulullah Saw, orang arab sering kali terjali peperangan antar suku di antaranya dikenal dengan perang Fujjar karena terjadi beberapa kali antar suku, yang pertama perang antara suku Kinanah dan Hawazan, kemuadian Quraisy dan Hawazan serta Kinanah dan Hawazan lagi. Dan peperangan ini terjadi 15 tahun sebelum Rasul diutus.[10]
Kekaisaran Bizantium dan Kekaisaran Romawi Timur dengan ibu kota Konstantinopel merupakan bekas Imperium Romawi dari masa klasik. Pada permulaan abad ke-7, wilayah imperium ini telah meliputi Asia kecil, Siria, Mesir dan sebagian daeah Itali serta sejumlah kecil wilayah di pesisir Afrika Utara juga berada di bawah kekuasaannya.[11]
Saingan berat Bizantium dalam perebutan kekuasaan di Timur Tengan adalah persia. Ketika itu, imperium ini berada di bawah kekuasaan dinasti Sasanid (sasaniyah). Ibu kota persia adalah al-Madana’in, terletak sekitar dua puluh mil di sebalah tenggara kota Baghdad yang sekarang. Wilayah kekuasaannya terbentang dari Irak dan Mesopotamia hingga pedalaman timur Iran dewasa ini serta Afganistan.
Menjelang lahirnya Nabi Muhammad Saw, penguasaan Abisinia di Yaman – Abraham, atau lebih populer dirujuk dalam literatur Islam sebagai Abrahah – melakukan invasi ke Makkah, tetapi gagal menaklukkan kota tersebut lantara epidemi cacar (hujan kerikil) yang menimpa bala tentaranya, Ekpedisi ini -merujuk Al-quran dalam surat 105- pada prinsipnmya memiliki tujuan yang secara sepenuhnya berada di dalam kerangka politik internasional ketika itu. yaitu upaya Bizantyum untuk menyatukan suku-suku Arab di bawah pengaruhnya guna menantang Persia. sementara para sejarawan muslim menambahkan tujuan lain untuknya. Menurut mereka ekpedisi tersebut- terjadi kira-kira pada 552- dimaksudkan untuk menghancurkan Ka’bah dalam rangka menjadikan gereja megah di San’a, yang dibangun Abrahah, sebagai pusat ziarah pusat keagamaan di Arabia.[12]
Dalam masyarakat arab terdapat organisasi clan (kabilah) sebagai intinya dan anggota dari satu clan merupakan geneologi (pertalian darah). Pemerintah di kalangan bangsa Arab sebelum Islam, menurut para ahli sejarah dimulai oleh golongan Arab Bai'idah. Pada periode pertama dikenal ada kerajaan Aad di daerah Ahkaf al Romel yang terletak antara Oman dan Yaman, kaum Aad juga pernah mendirikan kerajaan antara Makkah dan Yastrib. Kemudian juga dikenal kerajaan dari kaum Tsamud mendiami daerah hijir dan wadi al-Kurro, antara Hijaz dan Syiria. Kemudian dikenal juga kerajaan dari kaum Amaliqah di Arab Timur, Oman Hijaz mereka juga ke Mesir dan Syiria. Pada periode Kedua yaitu pada masa Arab Aribah atau Bani Qhathan yang terkenal dengan kerajaan Madiniyah, kerajaan Sabaiyah dan kerajaan Himyariah.
Bagian dari daerah Arab yang sama sekali tidak pernah dijajah oleh bangsa lain adalah Hijaz. Kota terpenting di daerah ini adalah Mekkah, kota suci tempat ka'bah. Ka'bah pada masa itu bukan saja disucikan dan dikunjungi oleh penganut-penganut bangsa asli Makkah, tetapi juga orang-orang Yahudi yang bermukim di sekitarnya.
Untuk mengamankan para penziarah yang datang ke kota Makkah diadakan pemerintahan yang pada mulanya berada di tangan dua suku yang berkuasa yaitu suku Jurhum dan Ismail sebagai pemegang kekuasaan ka'bah. Kekuasaan politik kemudian berpindah ke suku Khuza'ah dan akhirnya ke suku Quraisy di bawah pimpinan Qushai. Suku Quraisy ini kemudian yang memegang dan mengatur politik dan juga urusan urusan yang berkenaan dengan ka'abah. Ada sepuluh (10) jabatan tinggi yang dibagikan kepada kabilah dari suku Quraisy yaitu :
1. Hijabah (penjara kunci ka’bah)
2. Siqayah (penjara air mata Zam zam)
3. Diyat (Kekuasaan hakim sipil dan criminal)
3. Sifarah (kuasa usaha Negara atau duta)
3. Liwa (jabatan ketentaraan)
4. Rifadah (pengurus pajak bagi fakir miskin)
5. Nadwah (jabatan ketua dewan)
6. Khaimman (pengurus balai musyawarah)
7. Khazinah (jabatan administrasi keuangan)
8. Azlim (penjaga panah peramal) untuk mengetahui pendapat para dewa-dewa.
Kehidupan Keagamaan Masyarakat Arab sebelum Islam
Sebelum Islam penduduk Arab menganut agama yang bermacam-macam, dan Jazirah Arab telah dihuni oleh beberapa ideolgi, keyakinan keagamaan.[13] Bangsa Arab sebelum Islam telah menganut agama yang mengakui Allah sebagai tuhan mereka. Kepercayaan ini diwarisi turun temurun sejak nabi Ibrahim as dan Ismail as. al-Qur’an menyebut agama itu dengan Hanif, yaitu kepercayaan yang mengakui keesaan Allah sebagai pencipta alam, Tuhan menghidupkan dan mematikan, Tuhan yang memberi rezeki dan sebagainya. Kepercayaan yang menyimpang dari agama yang hanif disebut dengan Watsniyah, yaitu agama yang mempersyarikatkan Allah dengan mengadakan penyembahan kepada :
o Anshab, batu yang memiliki bentuk
o Autsa, patung yang terbuat dari batu
o Ashnam, patung yang terbuat dari kayu, emas, perak, logam dan semua patung yang tidak terbuat dari batu.
Berhala atau patung yang pertama yang mereka sembah adalah : Hubal. Dan kemudian mereka membuat patung-patung seperti Lata, Uzza, Manata, dll. Tidak semua orang arab jahiliyah menyembah Watsaniyah ada beberapa kabilah yang menganut agama Yahudi dan Masehi. Agama Yahudi dianut oleh bangsa Yahudi yang termaksud rumpun bangsa Samiah (semid). Asal usul Yahudi berasal dari Yahuda salah seorang dari dua belas putra nabi Yakub.
Agama Yahudi sampai ke Jazirah Arab oleh bangsa Israel dari negeri Asyur. Mereka diusir oleh kerajaan Romawi yang beragama Masehi dan bangsa Asyur ini berangsur-angsur mendiami Yastrib (Madinah) dan sekitarnya dan mereka menyebarkan agama Yahudi tersebut.[14] Agama Masehi yang berkembang adalah : Sekte Yaqubiah yang mengatakan bahwa perbuatan dan iradat al – Masih adalah tabiat ketuhanan. Kaum Yaqubiah berkata bahwa persatuan ketuhanan dengan kemanusiaan pada diri al-Masih ialah sebagaimana air dimasukan ke dalam tuak, lalu menjadi jenis yang satu.
Agama-agama yang ada pada saat itu antara lain :
1. Yahudi
Agama ini dianut orang-orang Yahudi yang berimigrasi ke Jazirah Arab. Daerah Madinah, Khaibar, Fadk, Wadi Al Qura dan Taima’ menjadi pusat penyebaran pemeluknya. Yaman juga dimasuki ajaran ini, bahkan Raja Dzu Nuwas Al Himyari juga memeluknya. Bani Kinanah, Bani Al Haarits bin Ka’ab dan Kindah juga menjadi wilayah berkembangnya agama Yahudi ini.
2. Nashara (Kristen).
Agama ini masuk ke kabilah-kabilah Ghasasinah dan Al Munadzirah. Ada beberapa gereja besar yang terkenal. Misalnya, gereja Hindun Al Aqdam, Al Laj dan Haaroh Maryam. Demikian juga masuk di selatan Jazirah Arab dan berdiri gereja di Dzufaar. Lainnya, ada yang di ‘And dan Najran. Adapun di kalangan suku Quraisy yang menganut agama Nashrani adalah Bani Asad bin Abdil Uzaa, Bani Imri-il Qais dari Tamim, Bani Taghlib dari kabilah Rabi’ah dan sebagian kabilah Qudha’ah.
3. Majusiyah
Sebagian sekte Majusi masuk ke Jazirah Arab di Bani Tamim. Di antaranya, Zaraarah dan Haajib bin Zaraarah. Demikian juga Al Aqra’ bin Haabis dan Abu Sud (kakek Waki’ bin Hisan) termasuk yang menganut ajaran Majusi ini. Majusiyah juga masuk ke daerah Hajar di Bahrain.
4. Syirik (Paganisme).
Kepercayaan dengan menyembah patung berhala, bintang-bintang dan matahari yang oleh mereka dijadikan sebagai sesembahan selain Allah. Penyembahan bintang-bintang juga muncul di Jazirah Arab, khususnya di Haraan, Bahrain dan di Makkah, mayoritas Bani Lakhm, Khuza’ah dan Quraisy. Sedangkan penyembahan matahari ada di negeri Yarnan.[15]
5. Al Hunafa’
Meskipun pada waktu hegemoni paganisme di masyarakat Arab sedemikian kuat, tetapi masih ada beberapa orang yang dikenal sebagai Al Hanafiyun atau Al Hunafa’. Mereka tetap berada dalam agama yang hanif, menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya serta menunggu datangnya kenabian.
Di antara beberapa agama/kepercayaan tersebut yang paling terkenal adalah penyembahan terhadap berhala yang jumlahnya mencapai lebih dari 360 buah, sehingga menyesaki lingkungan Ka’bah.[16] Dan setiap qabilah di Arab memiliki berhala sebagai sesembahan mereka sendiri-sendiri. Di antara berhala yang paling populer di kalangan mereka ialah :
1. Wadd.
Adalah nama patung milik kaum nabi Nuh yang berasal dari nama seorang shalih dari mereka. Ditemukan kembali oleh Amru bin Luhai di Jeddah dan diberikan kepada Auf bin ‘Adzrah dan ditempatkan di Wadi Al Quraa di Dumatul Jandal dan disembah oleh bani kalb bin Murrah. Patung ini ada sampai datangnya Islam kemudian dihancurkan Khalid bin Walid dengan perintah Rasulullah.
2. Suwaa’
Adalah salah satu patung kaum nabi Nuh yang ditemukan kembali dan diberikan kepada Mudhor bin Nizaar dan diserahkan kepada bani Hudzail serta ditempatkan di Rohaath sekitar 3 mil dari Makkah.[17]
3. Yaghuts
Adalah salah satu patung kaum nabi Nuh yang ditemukan kembali dan diberikan kepada Na’im bin Umar Al Muradi dari Majhaj dan ditempatkan di Akmah atau Jarsy di Yaman, disembah oleh bani Majhaj dan bani An’am dari kabilah Thaiyi’.
4. Ya’uq
Adalah salah satu patung kaum nabi Nuh yang ditemukan kembali dan diberikan kepada kabilah Hamadan dan ditempatkan di Khaiwaan, disembah oleh orang-orang Hamadan.
5. Nasr
Adalah salah satu patung kaum nabi Nuh yang ditemukan kembali dan diberikan kepada kabilah Himyar dan ditempatkan di Saba’ disembah oleh bani Dzi Al Kilaa’ dari kabilah Himyar dan sekitarnya.
6. Manaah
Adalah salah satu patung berhala yang ditempatkan di pantai laut dari arah Al Musyallal di Qadid antara Makkah dan Madinah. Patung ini sangat diagungkan oleh suku AlAus dan Al Khazraj. Rasulullah mengutus Ali bin Abi Thalib untuk menghancurkannya pada penaklukan kota Makkah.
7. Laata
Laata adalah kuburan orang shalih yang ada di Thaif yang dibangun dengan batu persegi empat. Bangsa Arab seluruhnya sangat mengagungkannya dan sekarang tempatnya adalah di menara masjid Thaif. Ada yang mengatakan bahwa Laata adalah nama seorang yang membuat masakan Sawiiq untuk jamaah haji, lalu ia meninggal kemudian kuburannya di sembah. Ketika bani Tsaqif masuk Islam maka Rasulullah mengutus Al Mughiroh bin Syu’bah untuk menghancurkannya dan kuburan ini dibakar habis.
8. Al ‘Uzza
Al ‘Uzza adalah satu pohon yang disembah. la lebih baru dari Al Laata, ditempatkan di Wadi Nakhlah di atas Dzatu ‘Irqin. Mereka dulu mendengar suara keluar dari Al Uzza. Berhala ini sangat diagungkan Quraisy dan Kinanah. Ketika Rasulullah Saw menaklukan Makkah, beliau mengutus Khalid bin Al Walid untuk menghancurkannya. Ternyata ada tiga pohon dan ketika dirobohkan yang ketiga, tiba-tiba muncul wanita hitam berambut kusut dalam keadaan rneletakkan kedua tangannya di bahunya menampakkan taringnya. Di belakangnya, ada juru kuncinya. Kemudian Khalid penggal lehernya dan pecah, ternyata ia adalah seekor merpati, lalu Khalid bin Al Walid membunuh juru kuncinya.
9. Hubal
Merupakan patung yang paling besar di Ka’bah. Diletakkan di tengah Ka’bah. patung ini terbuat dari batu ‘aqiq merah dalam rupa manusia. Dibawa ‘Amru bin Luhai dari Syam. Isaaf dan Naailah (Dua patung berhala yang ada di dekat sumur Zamzam. Dua patung ini berasal dari sepasang orang Jurhum yang masuk ke Ka’bah dan berbuat fujur, lalu dikutuk menjadi dua batu, seiring perjalanan waktu, keduanya disembah.
10. Dzul Khalashah
Ini adalah berhala milik kabilah Khats’am, Bajilah dan Daus yang berada di Tubaalah, daerah antara Makkah dan Yaman. Begitulah gambaran keadaan agama di Jazirah Arabiyah sebelum datangnya Islam. Mereka masih mengimani rububiyah Allah dan menganggap Allah sebagai sesembahannya juga dan sebagai Dzat Pencipta. Sumber kepercayaan tersebut adalah risalah samawiyah yang yang dikembangkan dan disebarkan di jazirah Arab terutama risalah nabi Ibrahim dan Ismail.[18]
Kebudayaan bangsa Arab Pra Islam
Wilayah Timur Tengah menurut Ali Mufrodi meliputi Turki, Iran, Israel, Libanon, Yordania, Syiria, Mesir dan kerajaan-kerajaan yang ada di kawasan Teluk Persia.[19] Turki yang berbudaya Turki dan Iran yang berbudaya Persia tidak dianggap berkebudayaan Arab karena memiliki kebudayaan sendiri-sendiri demikian juga Mesir yang sudah memiliki budaya Firaun, sedangkan yang masuk kawasan kebudayaan Arab terdiri dari Timur Tengah Afrika Utara seperti Maroko, Aljazair, Tunisia dan Libia. yang menurut Haekal antara budaya dan peradaban tersebut tidak pernah saling mempengaruhi perkembangannya kecuali setelah adanya akulturasi dan asimilasi dengan peradaban Islam.[20]
Orang-orang arab sebelum islam telah mengalami periode-periode kemajuan dengan adanya kerajaan-kerajaan sehingga hasil budaya mereka didapati beberapa bekasnya yang dapat di bagi kepada :
1. Budaya materil yang sangat terkenal adalah: bendungan Ma'rib di Yaman dari kerajaan saba dan begitu juga bekas-bekas kerajaan Tsamud, Aad dan kaum Amalika.
2. Budaya non material, sangat banyak juga yang terkenal, di antaranya, syair-syair bangsa arab yang terkenal dengan cerita-cerita tentang keturunan dan keahlian dalam membuat patung, keahlian mereka dalam bersyair sebenarnya karena mereka dapat mengetahui bangsa yang halus dan menarik dengan bahasa yang indah mereka dapat mewariskan amtsai (pepatah arab) dan pepatah itu merupakan kata-kata orang bijak seperti Luqman
Di samping budaya yang didapat dari bangsa Arab sebelum Islam, mereka terkenal terikat dengan Tahayul dan adat istiadat yang melembaga diturunkan turun temurun. Tahayul dan adat istiadat ini bertumpu kepada kepercayaan Watsaniyah. Mereka percaya hantu dan Roh jahat. Mereka juga percaya kepada kahin (tukang tenun, ramal). Mereka juga meyakini kejadian-kejadian alam yang halus. Misalnya, kalau terjadi sesat di jalan, hendaklah dibalikkan baju supaya dapat petunjuk.
Meskipun belum terdapat sistem pendidikan, masyarakat Arabia pada saat itu tidak mengabaikan kemajuan kebudayaan. Mereka sangat terkenal kemahirannya dalam bidang sastra yaitu bahasa dan syair. Bahasa mereka sangat kaya sebanding dengan bahasa Eropa sekarang ini. Keistimewaan bangsa Arabia di bidang bahasa merupakan kontribusi mereka yang cukup penting terhadap perkembangan dan penyebaran agama Islam.[21]
Peradaban bangsa Arab Sebelum Islam
Peradaban Arab adalah akibat pengaruh dari budaya bangsa-bangsa di sekitarnya yang lebih maju daripada kebudayaan dan peradaban Arab. Pengaruh tersebut masuk ke Jazirah Arab melalui beberapa jalur, yang terpenting di antaranya adalah :
1. Melalui hubungan dagang dengan bangsa lain
2. Melalui kerajaan-kerajaan protektorat, Hirah dan Ghassan
3. masuknya misi Yahudi dan Kristen
Walaupun agama Yahudi dan Kristen sudah masuk ke Jazirah Arab, bangsa Arab kebanyakan masih menganut agama asli mereka, yaitu percaya pada banyak dewa yang di wujudkan dalam bentuk berhala dan patung. Setiap kabilah mempunyai berhala sendiri, dan di pusatkan di Ka'bah.
Orang-orang arab adalah orang yang bangga, tetapi sensitive. Kebanggaan itu disebabkan bahwa bangsa arab memiliki sastra yang terkenal, kejayaan sejarah arab dan mahkota bumi pada masa klasik dan bahasa arab sebagai bahasa ibu yang terbaik di antara bahasa-bahasa lain di dunia. Beberapa sifat lain bangsa arab pra-islam adalah sebagai berikut :
- Secara fisik, mereka lebih sempurna dibanding orang-orang eropa dalam berbagai organ tubuh.
- kurang bagus dalam pengorganisasian kekuatan dan lemah dalam penyatuan aksi
- faktor keturunan, kearifan dan keberanian lebih kuat dan berpengaruh
- mempunyai struktur kesukuan yang diatur oleh kepala suku atau clan
- tidak memiliki hukum yang regular, kekuatan pribadi dan pendapat suku lebih kuat dan diperhatikan
- posisi wanita tidak lebih baik dari binatang, wanita dianggap barang dan hewan ternak yang tidak memiliki hak. Setelah menikah suami sebagai raja dan penguasa.
Masyarakat arab pada masa pra Islam lebih banyak dalam proses pendapatan ekonominya dari kehidupan alam maupun perdagangan. Perjalanan mereka yang memperjualkan dagangan ke beberapa kota termasuk barang-barang patung maupun kerajinan lainnya. Hal itulah yang menghidupi keluarga mereka terkadang daerah arab utara yang bagian selatan untuk masalah perekonomian dititik tekankan pada bercocok tanam. Hal ini karena kondisi geogerafis masyarakat arab bagian selatan sangat mendukung sehingga mereka mendapatkan kebutuhan melalui tanaman yang mereka olah.[22]
Penutup
Bangsa Arab sebelum lahirnya Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw dikenal sebagai bangsa yang sudah memiliki kemajuan ekonomi. Letak geografis yang yang cukup strategis membuat Islam yang diturunkan di Makkah menjadi cepat disebarluaskan ke berbagai wilayah di samping juga didorong oleh faktor cepatnya laju perluasan wilayah yang dilakukan umat Islam dan bahkan bangsa Arab telah dapat mendirikan kerajaan di antaranya Saba’, Ma’in dan Qutban serta Himyar yang semuanya berasa di wilayah Yaman.
Pada masyarakat arab pra Islam sudah banyak ditemukan tata cara pengaturan dalam aktivitas kehidupan sosial yang dapat dibagi pada beberapa sistem-sistem yang ada di masyarakat, salah satunya adalah system politiknya. Orang-orang arab sebelum islam telah mengalami periode-periode kemajuan dengan adanya kerajaan-kerajaan sehingga hasil budaya mereka didapati beberapa bekasnya yang dapat di bagi kepada :
1. Budaya materil yang sangat terkenal adalah: bendungan Ma'rib di Yaman dari kerajaan saba dan begitu juga bekas-bekas kerajaan Tsamud, Aad dan kaum Amalika.
2. Budaya non material, sangat banyak juga yang terkenal, antaranya, syair-syair bangsa arab yang terkenal dengan cerita-cerita tentang keturunan dan keahlian dalam membuat patung, keahlian mereka dalam bersyair.
Kritik dan Saran
Dari keterangan-keterangan di atas mungkin masih jauh dari kata-kata sempurna masih banyak terdapat kesalahan-kesalah, oleh sebab itu kami mengharafkan kritik dan sarannya yang bersifat membangun, untuk perbaikan makalah-makalah selanjutnya. Atas partisipasinya kami ucapkan terima kasih.(Gudang Ilmu)
Daftar Pustaka
1. Al-Habib Alwi bin Thahir al- Haddad, Sejarah Masuknya Islam di Timur Jauh, terj. S. Dhiya Shahab, Jakarta: Lentera Sasritama, 1995.

2. Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2004.

3. Ali Mufrodi, Islam di kawasan Kebudayaan Arab, Jakrta : Logos 1997.

4. Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, Jakarta : Dunia Pustaka Jaya, 1997.

5. Ibn Kathir, al-Bidaya wa al-Nihaya Cairo: 1932.

6. Fadhil Sj M.Ag, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah, Malang : Sukses Offset, 2008.

7. A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, terj. Muchtar Yahya, Jakarta : Djaya Murni, jilid 1,1970.

8. http://moenawar.multiply.com/journal/item/7 – _ftn1

9. http://hitsuke.blogspot.com/2009/05/kondisi-masyarakat-arab-pada-masa-pra.html.

[1] Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam , Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2004. Hal 13
[2] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta : Logos, 1997. Hal 6
[3] http://www.muslimhope.com/Indonesian/AsalMulaIslam_OriginsOfIslam_Indonesian.htm
[4] A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, terj. Muchtar Yahya, Jakarta : Djaya Murni, jilid 1,1970. Hal 22
[5] http://hitsuke.blogspot.com/2009/05/kondisi-masyarakat-arab-pada-masa-pra.html
[6] Dr. Ali Mufrodi, Islam di kawasan Kebudayaan Arab, Jakrta : Logos 1997. Hal 5 -8
[7] Dr. Ali Mufrodi, Islam di kawasan Kebudayaan Arab, Jakrta : Logos 1997. Hal 5 -8
[8] Ibid, hal 11
[9] http://moenawar.multiply.com/journal/item/7 – _ftn1
[10] Muhammad Ridha, Tarikh al-Insaniyah wa Abtaluha, terjmh, Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1987. Hal 300
[11] http://moenawar.multiply.com/journal/item/7 – _ftn2
[12] Dr. Ali Mufrodi, Islam di kawasan Kebudayaan Arab, Jakrta : Logos 1997. Hal 12
[13] http://blog.vbaitullah.or.id/2006/07/09/753-keadaan-keagamaan-bangsa-arab-sebelum-terbitnya-islam-12/
[14] Drs. Fadhil Sj M.Ag, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah, Malang : Sukses Offset, 2008. Hal 62
[15] http://blog.vbaitullah.or.id/2006/07/09/753-keadaan-keagamaan-bangsa-arab-sebelum-terbitnya-islam-12/
[16] Dr. Ali Mufrodi, Islam di kawasan Kebudayaan Arab, Jakrta : Logos 1997. Hal 8
[17] Ibn Kathir, al-Bidaya wa al-Nihaya Cairo: 1932. Hal 188
[18] Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2004. Hal 14
[19] Dr. Ali Mufrodi, Islam di kawasan Kebudayaan Arab, Jakrta : Logos 1997. Hal 3-4
[20] Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, Jakarta : Dunia Pustaka Jaya, 1997. Hal 2
[21] http://www.mail – archive.com/ ppdi@yahoogroups.com
[22] Al-Habib Alwi bin Thahir al- Haddad, Sejarah Masuknya Islam di Timur Jauh, terj. S. Dhiya Shahab, Jakarta: Lentera Sasritama, 1995. Hal 25

Pembagian sastra

Ø  sya’ir (puisi)
Puisi sudah dikenal pada masa jahiliyah karena pada masa ini genre sastra yang paling indah ialah puisi. Saat itu puisi yang paling populer ialah المعلقات (Puisi-puisi Yang Tergantung). Disebut demikian karena puisi-puisi tersebut digantungkan di dinding Ka’bah. Dinding Ka’bah kala itu kurang lebih juga berfungsi sebagai “majalah dinding”. Penyair yang paling terkenal pada masa jahiliyyah ialah Imru’ul Qais. Disamping itu tercatat pula nama-nama seperti Al-A’syaa, Al-Khansa, dan Nabighah Adz-Dzibyani.
Berdasarkan temanya, puisi zaman jahiliyah dibedakan atas الفخر (membangga-baggakan diri atau suku), الحماسة (kepahlawanan), المدح (puji-pujian), الرثاء (rasa putus asa, penyesalan, dan kesedihan),الهجاء (kebencian dan olok-olok), الوصف (tentang keadaan alam), الغزل (tentang wanita), الاعتذار (permintaan maaf).
Setelah Islam datang, tidak berarti bahwa puisi-puisi menjadi dilarang. Islam datang untuk memelihara yang sudah baik, memperbaiki yang kurang baik, menghilangkan yang buruk-buruk saja, dan melengkapi yang masih lowong. Tentang puisi, Nabi bersabda,”إن من الشعر حكمة (Sesungguhnya diantara puisi itu terdapat hikmah)”. Ketika Hasan ibn Tsabit (شاعر الإسلام ) mengajak untuk mencemooh musuh – musuh Islam, Nabi berkata, ”هجاهم و جبريل معك (Cemoohlah mereka, Jibril bersamamu)”.  Nabi pernah memuji puisi Umayyah ibn Abu Shalti, seorang penyair jahiliyah yang menjauhi khamr dan berhala. Nabi juga pernah memuji puisi Al-Khansa,  seorang wanita penyair zaman jahiliyyah. Bahkan, Nabi pernah menghadiahkan burdah (gamis)-nya kepada Ka’ab ibn Zuhair saat Ka’ab membacakan qasidahnya yang berjudul بنات سعاد . Karena itu, muncullah apa yang disebut dengan Qasidah Burdah. Di masa permulaan Islam ini, berkembang pula genre pidato dan surat korespondensi.  Surat-surat pada mulanya dibuat oleh Nabi untuk menyeru raja-raja di sekitar Arab agar masuk Islam.
·         Contoh Pusi Arab Modern
جفت عينى من الدموع
وجفت قلبى من النزيف
ومازال قلبى اثير بحبك
ومازالت لياليى
الشوق تعذب قلبى
ومازال حبى يصارع امواج الزمان
وجرا سفن الحب فى دمعى
وجرت سفن الشوق فى دمى
تحمل حبك وانتظارك
ومازلت عينى تنتظر اللقاء
وتنتظر ان تاتى وتمسحى دمو عى
ومازال قلبى ينتظر الرجوع
..
وحب العمر
ومازلت انتظرك يا حبيب قلبى
ومازلت عينى تبكى من بعد رحيلك
ومازال قلبى ينبض بحبك
انتظرك يا حبيبى انتظرك وانتظر حبك
وقلبى ينتظر قلبك
وعينى تشتاق لعينك
Artinya: Air mata ini telah habis
Luka di hati pun telah kering
Aku masih menantimu
Malam-malamku selalu menyapa
Dengan kerinduan yang menyiksa
Cintaku masih bergumul dengan zaman
Ada perahu cinta mendatangi air mata ini
Begitupun dengan perahu rindu
Datang membawa cintamu
Yang selalu aku tunggu
Aku selalu ingin bertemu
Mengharap engkau datang
Dan mengusap air mataku, sayang
Hati ini menunggu engkau kembali
Menuju cinta yang abadi
Ku kan selalu menantimu, cinta
Air mata ini selalu datang
Semenjak engkau menghilang
Tapi, hati tak pernah layu
Mengharap cintamu
Aku selalu menunggumu kasih
Hatiku menanti hatimu
Mataku merindukanmu
Aku menunggu cintamu[5]
Pada masa Bani Umayyah, muncul tema-tema politik dan polemiknya sebagai dampak dari ramainya pergelutan politik dan aliran keagamaan. Namun, pada masa ini Islam juga mencapai prestasi pembebasan (القتوح) yang luar biasa, sehingga banyak memunculkan شعر الفتوح و الدعوة الإسلامية (Puisi Pembebasan dan Dakwah Islam). Para penyair yang terkenal pada masa ini antara lain Dzur Rimah, Farazdaq, Jarir, Akhtal, dan Qais ibn Al-Mulawwih (terkenal dengan sebutan Majnun Laila).
Ø  Nastr (prosa)
Adapun prosa ada zaman Bani Abbasiyah, surat menyurat menjadi semakin penting dalam rangka penyelenggaraan sistem pemerintahan yang semakin kompleks. Dalam genre prosa, muncul prosa pembaruan (النثر التجديدي) yang ditokohi oleh Abdullah ibn Muqaffa dan juga prosa lirik yang ditokohi oleh antara lain Al-Jahizh. Salah satu prosa terkenal dari masa ini ialah Kisah Seribu Satu Malam (ألف ليلة و ليلة). Dalam dunia puisi juga muncul puisi pembaruan yang ditokohi oleh antara lain Abu Nuwas dan Abul Atahiyah.
Masa Bani Abbasiyah sering disebut-sebut sebagai Masa Keemasan Sastra Arab. Karena Islam juga eksis di Andalusia (Spanyol), maka tidak ayal lagi kesusastraan Arab juga berkembang disana. Pada zaman Harun Al-Rasyid, berdiri Biro Penerjemahan Darul Hikmah. Namun hal lain yang perlu dicatat ialah bahwa pada masa ini banyak terjadi kekeliruan berbahasa di tengah masyarakat akibat pergumulan yang kuat bangsa Arab dengan bangsa ajam (non Arab).
Contoh Natsr : dalam bentuk khutbah (lihat teks arabnya dalam majalah adz-Dzakhirrah edisi 5)

Khutbah Abu Bakar Ash Shiddiq ketika menjadi khalifah
Sesudah meninggalnya Rasulullah , kaum muslimin memilih Abu Bakar Ash Shiddiq untuk menjadi khalifah, karena keutamaan dan kedudukannya dalam Islam. Abu Bakar Ash Shiddiq adalah orang yang pertama kali beriman kepada Rasulullah dari kalangan laki-laki, beliau adalah orang yang menemani Rasulullah dalam gua (ketika bersembunyi dari kejaran orang kafir), dan beliau adalah seorang yang menemani Rasulullah hijrah dari Makkah ke Madinah. Dan Rasulullah memerintahkan kepada Abu Bakar (ketika Rasulullah sakit) untuk menjadi imam kaum muslimin. Dan ketika Abu bakar menjadi khalifah ia berkhutbah kepada manusia. Ia memulai khuthbahnya dengan ucapan tahmid (memuji kepada Allah ) lalu berkata :
(Teks bahasa Arab )
Terjemahannya; :
"Wahai manusia kalian telah menjadikanku sebagai khalifah, dan kalian telah membebaniku dengan suatu perkara padahal aku bukanlah orang yang termulia di antara kalian, maka jika kalian melihatku berada di atas kebenaran bantulah aku, dan jika kalian melihatku berjalan di atas jalan kesesatan maka tunjukilah aku kepada kebenaran, dan hendaklah kalian taat kepadaku selama aku taat kepada Allah ". Dan jika aku durhaka kepada Allah dan perintahku menyelisihi perintah Allah maka janganlah mentaatiku".
"Ingatlah (sesungguhnya) ukuran kuat dan lemah menurutku adalah kebenaran. Orang yang berada di atas kebenaran adalah orang kuat walaupun ia orang yang lemah hingga aku mengambilkan untuknya kebenaran, dan orang yang berada dalam kebatilan adalah lemah walaupun ia kuat hingga aku mengambil darinya kebenaran (yang ia rampas)".
"Inilah perkataanku, dan aku mohon ampunan bagi diriku dan bagi kalian".
Maraji':
Diterjemahkan dari kitab silsilah.

Unsur-unsur sastra arab


Unsur-Unsur Karya Sastra Arab Karya sastra terdiri dari berbagai jenis, seperti cerita, drama, puisi, dan esai. Masing2 mempunyai unsur yang membangunnya. tetapi, ada pula unsur-unsur yang sama, seperti halnya di bawah ini :

1.  al-Lafzh
Yang dimaksud dengan Lafzh adalah sarana pengungkapan sastra. Lafzh yang unik dan tepat akan sangat berpengaruh pada fikiran dan hati dan menambah kualitas makna. Sebaliknya, jika lafzhnya berlebihan perasaan kita tidak akan tertarik. Pandangan para kritikus pada lafzh hampir sama hanya mungkin istilahnya saja yang berbeda. menurut mereka, lafzh yang baik harus fashih, yaitu cara penyampaiannya sesuai dengan kondisi, strukturnya baik, tidak ada huruf-huruf yang bertentangan, dikenal dan digunakan pada masa si pengarang, tidak menggunakan bahasa sehari-hari, maknanya dekat, tidak perlu menggunakan kamus, mudah diucapkan dan enak didengar, terhindar dari kesalahan tata bahasa, tidak susah untuk mencari subjek yang digantikan oleh kata ganti, dan terhindar dari kesalahan menempatkan kata sambung.

2.  al Ma'na
Yang dimaksud dengan al Ma'na adalah tema yang ditampilkan dalam teks. Kadang-kadang berupa satu pikiran, kadang-kadang berupa satu masalah, berupa suatu perasaan tertentu yang dialami penulis. Penulis harus memilih tema yang menarik, yang ditulis dalam bentuk sastra (untuk menyampaikan pikiran, masalah atau perasaan yang dialaminya_Red).

3.  al 'A:thifat
adalah perasaan yang tumbuh dalam diri manusia, seperti gembira, sedih, cinta, benci, sakit, dan marah. Macam Aathifah ini ada dua, yaitu al A:thifah adz dzatiyah yang terikat dengan hubungan khusus, seperti sedih atas kehilangan salah satu kerabatnya, senang karena bertemu dengan kekasih. dan al A:thifah al Ghoyriyyat yang ditujukan kepada orang lain, tanah air atau bangsa, nilai kemanusiaan yang mulia, seperti keimanan, cinta tanah air, dan penderitaan orang-orang yang terzholimi. Pada dasarnya al Athifah ini ada pada tiap manusia tetapi pada sastrawan dorongannya lebih kuat karena ia biasanya sensitif. Athifah juga ada pada semua jenis seni sastra, tetapi yang paling tampak adalah pada Syi'r al Wujdaniy.



4.  al Khoyyal dan ash Shuurot
khoyal adalah kemampuan yang diberikan Alloh kepada manusia, sehingga ia dapat menggambarkan segala sesuatu yang tidak ada, Menghadirkan Ash Shuurot yakni deskripsi seakan-akan kita berada di hadapannya dan dapat menciptakan segala sesuatu yang tidak ada. Dari mana datangnya imajinasi? Jawabnya, sumber yang paling besar dalam imajinasi pengarang adalah pengalaman-pengalaman yang pernah dialaminya dan tersimpan di dalam pikirannya, segala sesuatu yang dilihat atau didengarnya dan berakar dalam dirinya. Imajinasilah yang membuat nilai puisi itu menjadi lebih estetis dan tinggi.
[4]

5.  al Liqoo' Ass Showtiy
Sastra adalah hasil kreasi manusia yang menggunakan bahasa. Bahasa adalah kata dan ungkapan yang menunjukkan makna. Kata dan ungkapan mempunyai Liqoo' sawtiy atau struktur bunyi. Struktur bunyi akan membuat karya enak didengar di telinga dan mempengaruhi jiwa. Struktur bunyi ada dalam puisi dan prosa. Dalam puisi terdapat pola, rima dan hubungan antar huruf dan harokat. Sementara struktur bunyi dalam prosa terdapat dalam susunan huruf dan harokat yang bentuknya indah dan berirama.

Sastra Arab

BAB I
PENDAHULUAN
Sabagaimana yang kita ketahui, kita telah mengenal yang namanya teori sastra, secara otomatis jika ada teori sastra, maka ada yang namanya sastra, yang menjadi objek kajian teori tersebut. Oleh karena itu pada makalah ini akan membahas tentang sastra, dari mulai ta'rif (definisi) nya, sejarah, dan jenis-jenis sastra. Namun yang dibahas disina lebih dispesifikkan kepada sastra Arab.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Adab dari Masa ke Masa
Dalam sejarah kesusastraan Arab kata "Adab" mengalami perkembangan yang cukup panjang. Perkembangan kata "Adab" sejalan dengan perkembangan kehidupan bangsa Arab. Pengambilan kata itu dari masyarakat Arab Badui sampai masyarakat Arab perkotaan yang telah mempunyai peradaban. Mengenai maknanya, kata "Adab" terdapat banyak perbedaan, dan perbedaan makna itu sangat dekat dengan makna aslinya. Perubahan itu diketahui sampai sekarang melalui perkataan-perkataan dan tulisan-tulisan.
Kata "Adab" pada zaman Jahiliyyah berarti "الدعوة إلى الطعام " (mengajak makan atau undangan ke perjamuan makan), dan arti ini sudah jarang digunakan, kecuali pada kata "Ma'dubah" dari akar kata yang sama yaitu "Adab". Kata "Ma'dubah" berarti jamuan atau hidangan, dengan kata kerja "Adaba-ya'dibu" yang berarti menjamu atau menghidangkan makanan. Sebagaimana yang terdapat dalam perkataan Tharafah bin Abdul Bakri al-Wa'illi:

نحن فى المشتاة ندعو الجفلى  ¤    لا ترى الآدب فينا ينتفر

"Pada musim paceklik (musim kesulitan pangan), kami mengundang orang-orang ke perjamuan makan, dan engkau tidak akan melihat para penjamu dari kalangan kami memilih-milih orang yang diundang"

Kata "Adab" juga digunakan dalam arti "prilaku yang terpuji atau terhormat dan sifat\sifat yang mulia" seperti yang terdapat di dalam dialoq antara ‘Atabah dengan Hindun, puterinya. ‘Atabah berkata kepada puterinya tentang Abu Sufyan yang datang melamarnya:

"... .بدر أرومته وعزّ عشيرته يؤدب أهله ولا يؤدبونه..."

".... Asal-usulnya mulia, keluarganya terhormat, dia sopan dan hormat kepada keluarganya, meski diantara keluarganya ada yang tidak menghormatinya....".

Akhirnya Hindun pun setuju menikah dengan Abu Sufyan sambil berkata:

"إنى لأخلاق هذا لوامقة, وإنى له الموافقة, وسآخذه بأدب البعل مع لزوم قبتى وقلة تلفتى..." 

 "Sungguh, aku benar-benar menyukai akhlak dan perilaku yang demikian, dan aku setuju menikah dengannya dan akan kujadikan ia suami yang dihormati, dan dengan kesetiaan aku akan selalu berada di rumah, dan tidak akan berselingkuh dibelakangnya".  

Seperti yang dikemukakan oleh Bakalla (1984:34-36) bahwa pada zaman Pemulaan Islam, ketika agama Islam datang dengan membawa ajaran-ajaranya yang menyeru kepada akhlak mulia, maka kata "Adab" berarti "الدعوة إلى المحامد ومكارم الأخلاق" (ajakan untuk memuji dan berakhlak baik), dan juga mempunyai arti at-Tahdzib (pendidikan atau pengajaran), dan al-Khulqu (budi pekerti), seperti yang disabdakan oleh Nabi Muhammad Saw:

"أدبنى ربّى فأحسن تأديبى..."

"Tuhanku telah mendidikku, maka baiklah pendidikanku/akhlak"

Beliau SAW juga bersabda:

"إن هذا القرآن مأدبة الله فى الأرض فتعلموا من مأدبته"

"Sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah sumber peradaban Allah di muka bumi, oleh karena itu belajarlah kalian pada sumber peradaban-Nya"

Umar bin Khattab berkata kepada puteranya:

"يا بنى انسب نفسك تصل رحمك, واحفظ محاسن الشعر يحسن أدبك..."

"Wahai anakku, nisbatkanlah (hubungkanlah silsilah keturunan) dirimu, niscaya akan bersambung hubungan dengan keluargamu, dan hafalkanlah puisi-puisi indah, niscaya akan menjadi lembut budi pekertimu"

Pada zaman Umayyah, kata Adab mempunyai arti at-Ta'lim (pengajaran), sehingga dari kata itu lahir kata turunan al-Mu'addibun yaitu sebutan bagi orang-orang yang masa itu bertugas memberikan pelajaran tentang puisi, khutbah, sejarah orang-orang Arab, mulai dari keturunan mereka sampai pada peristiwa-peristiwa yang mereka alami di zaman Jahiliyyah dan zaman permulaan Islam kepada putera-putera khalifah.
Sementara pada zaman Abbasiyyah yang terkenal dengan zaman kebangkitan ilmu pengetahuan, kata Adab mempunyai arti at-Tahdzibu wa at-Ta'liimu ma'an (pendidikan sekaligus pengajaran), atau berarti semua ilmu pengetahuan yang dihasilkan umat manusia dan juga tata cara yang perlu diikuti dalam suatu disiplin tertentu. Arti "Adab" pada masa ini lebih mengacu pada kebudayaan. Seperti yang pernah ditulis oleh Ibn al-Muqaffa (wafat 142 H.) dalam bukunya yang berhudul al-Adab al-Kabir yang berisikan kumpulan-kumpulan surat-surat panjang Ibn al-Muqaffa' yang terbagi menjadi dua bagian yaitu khusus mengenai sultan, politik, dan pemerintahannya, dan yang berhubungan dengan persahabatan dan sejenisnya. Dan al-Adab al-Shaqir yang berisikan surat-surat pendek Ibn al-Muqaffa' yang berisi kumpulan wasiat mengenai budi pekerti, kemasyarakatan, dan mengenai apa yang harus dipersiapkan oleh manusia dalam kehidupannya seperti bagaimana bergaul dengan atasan, bawahan, dan sesamanya. Selain itu, kata "Adab" telah meluas artinya dan sering diterapkan pada puisi, prosa, peribahasa, dan balaghah, juga diterapkan pada bidang ilmu nahwu, sharf, ushul, dan sebagainya.
Pada Abad ke-4 H, kata "Adab" semakin memiliki arti yang luas, sehingga terkadang dari kata itu difahami sebagai segala sesuatu yang keberadaannya mengandung nilai pendidikan, peningkatan intelektual dan moral manusia baik dari segi sosial maupun budaya, serta pembentukan seseorang menjadi cemerlang, memiliki keistimewaan yang cocok bagi penampilan figur kelas elit dalam kehidupan intelektul sekaligus kehidupan material.  Kata "Adiib" yang berarti satrawan, mengarah kepada makna yang kita sekarang dari kata "mutsaqqif" yang berarti budayawan atau orang yang memiliki intelektual tinggi.
Seiring dengan berkembangnya ilmu bahasa dan sastra, kata "Adab" mengandung pengertian ungkapan-ungkapan yang indah, baik dalam bentuk puisi maupun prosa, dan ungkapan-ungkapan yang memerlukan penafsiran dan penjelasan yang bekenaan dengan segi-segi baik dan buruk yang terdapat didalamnya. Makna "Adab" yang demikian itu, masih dapat difahami dan digunakan pada masa sekarang (modern). Dari sini, kita dapat mengatakan bahwa kata "Adab" memiliki dua makna yang berbeda. Pertama, kata "Adab" dalam pengertian yang khusus berarti perkataan indah yang menimbulkan kenikmaan seni dalam jiwa pembaca atau pendengarnya, baik perkataan itu berbentuk puisi maupun prosa. Kedua, kata "Adab" dalam pengertian umum, yaitu hasil cipta rasa akal yang dilukiskan dalam kata-kata yang ditulis dalam buku-buku.
Sementara itu, dalam referensi Barat disebutkan bahwa yang dimaksud dengan "Adab" dalam pengertian literature adalah kumpulan peninggalan baik prosa atau puisi yang terdapat pada bahasa dan bangsa tertentu dan mempunyai keistimewaan dalam gaya dan idenya; Peninggalan yang berbentuk naskah atau cetakan khusus yang terdapat dalam sebuah bahasa atau bangsa tertentu; Semua tulisan yang membicarakan topik-topik tertentu; atau sesuatu yang dihasilkan manusia dalam bentuk naskah atau cetakan, seperti buku tentang ilmu Fikih, Nahwu, Sharf, filsafat, termasuk kata "Adab" dalam pengertian umum, karena itu merupakan gambaran atau konsepsi berbagai pengetahuan yang dihasilkan manusia, terlepas ketika membacanya akan menimbulkan kenikmatan seni dalam diri kita atau tidak.[1]
Sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa sanskerta, yang berarti teks yang mengandung instruksi.[2] Akar kata sas- berarti insturksi, mengarahkan, mengajarkan, atau memberi petunjuk. Akhiran -tra biasanya menunjukkan alat atau sarana. Sehingga kata sastra dapat diartikan alat untuk mengajar, buku petunjuk, atau buku pengajaran. Adapun menurut Renne Wellek & Austin Warren, Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni.[3]
Begitu banyak definisi tentang satra, sehingga sulit untuk menemukan titik akhir dari definisi sastra. Namun dari definisi diatas setidaknya kita dapat menyimpulkan bahwa sastra adalah suatu kegiatan yang bersifat kreatif, imajinatif dan mengandung pesan yang bersifat relatif.

B. Periodesasi Sejarah Sastra Arab
Berbicara mengenai periodesasi kesusastraan Arab, terdapat perbedaan, dan adanya perbedaan penulisan periodesasi yang ditulis masing-masing penulis sejarah kesusastraan Arab, baik dari segi peristilahannya maupun dari segi waktunya ini seringkali membuat kita bingung.
Pada umumnya, periodesasi kesusastraan dibagi sesuai dengan perubahan politik. Sastra dianggap sangat tergantung pada revolusi sosial atau politik suatu negara dan permasalahan menentukan periode diberikan pada sejarawan politik dan sosial, dan pembagian sejarah yang ditentukan oleh mereka  itu biasanya diterima begitu saja tanpa dipertanyakan lagi.[4] Di bawah ini akan dipaparkan bentuk penulisan periodesasi yang dilakukan oleh para ahli kesusastraan Arab, antara lain:
Hana al-Fakhuriyyah membaginya ke dalam lima periodesasi, yaitu:
1.      Periode Jahiliyyah, perkembangan kesusastraan Arab pada masa ini dibagi atas dua bagian, yaitu masa sebelum abad ke-5, dan masa sesudah abad ke-5 sampai dengan Hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah (1 H/622 M).
2.      Periode Islam, perkembangan kesusastraan Arab pada masa ini berlangsung sejak tahun 1 H/622 M hinggga 132 H/750 M, yang meliputi: masa Nabi Muhammad SAW dan Khalifah ar-Rasyidin (1-40 H/662-661 M), dan masa Bani Umayyah (41-132 H/661-750 M).
3.      Periode Abbasiyah, perkembangan kesusastraan Arab pada masa ini berlangsung sejak 132 H/750 M sampai 656 H/1258 M.
4.      Periode kemunduran kesusastraan Arab (656-1213 H/1258-1798 M), periode ini di mulai sejak Baghdad jatuh ke tangan Hulagu Khan, pemimpin bangsa Mongol, pada tahun 1258 M, sampai Mesir dikuasai oleh Muhammad Ali Pasya (1220 H/1805 M).
5.      Periode kebangkitan kembali kesusastraan Arab; periode kebangkitan ini dimulai dari masa pemerintahan Ali Pasya (1220 H/1805 M) hingga masa sekarang.

Adapun Muhammad Sa'id dan Ahmad Kahil (1953: 5-6) membagi periodesasi kesusastraan Arab ke dalam enama periode sebagai berikut:
1.      Periode Jahiliyyah, dimulai sekitar satu tengah abad sebelum kedatangan Islam sekitar dan berakhir sampai kedatangan Islam.
2.      Periode permulaan Islam (shadrul Islam); dimulai sejak kedatangan Islam dan berakhir sampai kejatuhan Daulah Umayyah tahun 132 H.
3.      Periode Abbasiyah I, dimulai sejak berdirinya Daulah Abbasiyah tahun 132 H dan berakhir sampai banyak berdirinya daulah-daulah atau negara-negara bagian pada tahun 334 H.
4.      Periode Abbasiyah II, dimulai sejak berdirinya daulah-daulah dalam pemerintahan Abbasiyah dan berakhir dengan jatuhnya Baghdad di tangan bangsa Tartar atau Mongol pada tahun 656 H.
5.      Periode Turki, dimulai sejak jatuhnya Baghdad di tangan bangsa Mongol dan berakhir dengan datangnya kebangkitan modern sekitar tahun 1230 H.
6.      Periode Modern, dimulai sejak datangnya kebangkitan modern sampai sekarang.

Sedangkan Ahmad Al-Iskandari dan Mustafa Anani  membagi periodesasi kesusastraan Arab ke dalam lima periode, yaitu:[5]
1.      Periode Jahiliyah, periode ini berakhir dengan datangnya agama Islam, dan rentang waktunya sekitar 150 tahun.
2.      Periode permulaan Islam atau shadrul Islam, di dalamnya termasuk juga periode Bani Umayyah, yakni dimulai dengan datangnya Islam dan berakhir dengan berdirinya Daulah Bani Abbas pada tahun 132 H.
3.      Periode Bani Abbas, dimulai dengan berdirinya dinasti mereka dan berakhir dengan jatuhnya Bagdad di tangan bangsa Tartar pada tahun 656 H.
4.      Periode dinasti-dinasti yang berada di bawah kekuasaan orang-orang Turki, di mulai dengan jatuhnya Baghdad dan berakhir pada permulaan masa Arab modern.
5.      Periode Modern, dimulai pada awal abad ke-19 Masehi dan berlangsung sampai sekarang ini.
Adanya Perbedaan istilah dalam penulisan periodesasi kesusastraan Arab seperti contoh di atas, merupakan suatu hal yang wajar, seperti yang dikemukakan Teeuw (1988: 311-317) bahwa penyebab perbedaan itu adalah empat pendekatan utama, yaitu:
1.      Mengacu pada perkembangan sejarah umum, politik atau budaya.
2.      Mengacu pada karya atau tokoh agung atau gabungan dari kedua hal tersebut.
3.      Mengacu pada motif atau tema yang terdapat dalam karya sepanjang zaman.
4.      Mengacu pada asal-usul karya sastra.

C. Pembagian Kesusastraan Arab
Secara garis besar, kesusastraan Arab di bagi menjadi dua bagian, yaitu prosa (an-Natsr) dan puisi (syi'r). Prosa terdiri atas beberapa bagian, yaitu: kisah (Qishshah), peribahasa (amtsal) atau kata-kata mutiara (al-hikam), sejarah (tarikh) atau riwayat (sirah), dan karya ilmiah (abhats 'ilmiyyah).
Kisah (Qishshah) adalah cerita tentang berbagai hal, baik yang bersifat realistis maupun fiktif, yang disusun menurut urutan penyajian yang logis dan menarik. Kisah terdiri dari 4 macam yaitu:
1.      Riwayat adalah yaitu cerita panjang yang didasarkan atas kenyataan yang terjadi dalam masyarakat.
2.      Hikayat, yaitu cerita yang mungkin didasarkan atas fakta maupun rekaan (fiksi).
3.      Qishah qasirah, yaitu cerita pendek.
4.      Uqsusah, yaitu cerita yang lebih pendek daripada Qishah qasirah.
Kisah berkembang menurut zamannya. Pada masa jahiliyyah, yang berkembang adalah kisah mengenai berbagai hal yang berkenaan dengan kehidupan suku Badui, adapt, dan sifat-sifat mereka. Pada masa Islam, yang berkembang ialah kisah-kisah keagamaan, seperti cerita para nabi dan rasul yang bersumber dari kitab Taurat, Injil dan al-Qur'an. Kisah yang berkembang pada masa Abbasiyyah tidak hanya terbatas pada cerita keagamaan, tetapi sudah berkaitan dengan hal-hal lain yang lebih luas, seperti kisah filsafat.
Adapun pada masa modern, kisah berkembang lebih pesat lagi, karena perkembangan hubungan antara Islam dan peradaban-peradaban lain yang ada di dunia Barat. Kisah yang berkembang pada masa ini adalah cerita panjang yang bersambung. Missalnya Muntakhabat ar-Riwayat (cerita-cerita plihan) oleh Iskandar Kurku, Riwayah Zainab oleh Muhammad Husein Haikal (1888-1956), al-Khiyam fi Rubu' asy-Syam oleh Salim Bustani (1848-1884), Kifah Tayyibah (perjuangan terpuji) oleh Naguib Mahfudz (1912-?), dan al-Ajnihah al-Mutakassirah (sayap-sayap patah) oleh Gibran Khalil Gibran (1883-1931).
Peribahasa (amtsal) dan Kata-Kata Mutiara (al-hikam) adalah ungkapan-ungkapan singkat yang bertujuan memberikan pengarahan dan bimbingan untuk pembinaan kepribadian dan akhlak. Amtsal dan al-Hikam pada Masa Jahiliyyah lebih mengggambarkan bangsa Arab yang hidup dalam keadaan yang penuh dengan kefanatikan terhadap kelompok dan suku. Pencipta amtsal dan al-Hikam yang terkenal pada masa ini adalah Aksam bin Saifi at-Tamimi, Qus bin Sa'idah al-Iyadi, dan Zuhair bin Abi Sulma.
Amtsal dan al-Hikam pada masa Islam lebih menekankan pada hal-hal yang bersifat religius serta berdasarkan pada al-Qur'an dan hadits. Tokoh yang terkenal pada masa ini ialah Ali bin Abi Talib dengan karyanya Nahj al-Balaghah. Adapun Amtsal dan al-Hikam pada masa Abbasiyah dan setelahnya lebih menggambarkan hal-hal yang berhubungan dengan filsafat sosial dan akhlak. Tokoh yang terkenal pada masa ini adalah Ibnu al-Muqaffa (720-756).
Sejarah (tarikh) atau Riwayat (sirah), mencakup sejarah beberapa negeri dan kisah perjalanan yang dilakukan oleh para tokoh terkenal. Karya sastra terkenal dibidang ini, antara lain: Mu'jam al-Buldan (Ensiklopedi Kota dan Negara) oleh Yaqut ar-Rumi (1179-1229), Tarikh al-Hindi (Sejarah India) oleh al-Biruni (w. 448 H/1048 M), Tuhfah an-Nazzar fi Gara'ib Amsar wa 'Aja'ib al-Asfar (Persembahan Seorang Pengamat tentang Negeri-Negeri Asing dan Perjalanan Yang Menakjubkan) oleh Ibnu Batutah, Zakha'ir al-'Ulum wa Ma Kana fi Salif ad-Duhur (Perbendaharaan Ilmu dan Peristiwa Masa Lalu) oleh Abu Hasan Ali bin Husein bin Ali al-Mas'udi (w. 956), dan Muluk al-'Arab (Raja-raja Arab) oleh Amin ar-Raihan (1876-1940).
Karya Ilmiah (abhats 'ilmiyyah) adalah mencakup berbagai bidang ilmu. Karya-karya terkenal yang berkenaan dengan kajian ini ialah KItab al-Hayawan (Buku tentang Hewan) dan Kitab al-Bukhhala (Buku tentang Orang Bakhil) oleh al-Jahiz (w. 225 H/869 M), 'Aja'ib al-Makhluqat wa Gara'ib al-Maujudat (Makhluk-Makhluk Yang Menakjubkan dan Benda-benda Yang Aneh) dan Asar al-Bilad wa Akhbar al-'Ibad (Peninggalan Negeri-Negeri dan Berita Tentang Manusia) oleh Abu Yahya Zakaria bin Muhammad al-Qazwaini (1208-1283), dan Sirr an-Najah (Rahasia Kesuksesan), dan Siyar al-Abtal wa al-Qudama al-'Uzama (Sejarah Para Pahlawan dan Pembesar-Pembesar Terdahulu) oleh Ya'qub Sarruf (1852-1928).
Adapun puisi (Syi'r) terbagi atas dua bagian, yaitu asy-Syi'r al-Ginai dan asy-Syi'r al-Hikami atau asy-Syi'r at-Ta'limi. Asy-Syi'r al-Ginai merupakan puisi hiburan yang berisi ungkapan perasaan sang penyair. Puisi ini terdiri atas tiga bagian, yaitu:
1.      Asy-Syi'r al-Wijdani, adalah  puisi yang mengungkapkan perasaan penyair, seperti gembira, suka cita, dan berita. Para penyair yang dipandang sebagai tokoh dalam puisi jenis ini adalah Abu Firas al-Hamdani (932-968) dengan kumpulan puisinya yang terkenal Diwan Abi Firas yang diterbitkan pertama kali tahun 1873, dan al-Mutanabbi yang terkenal dengan kumpulan puisinya Diwan al-Mutanabbi.
2.      Asy-Syi'r al-Ratsai, adalah puisi hiburan yang diungkapkan oleh penyair ketika meratapi seseorang yang telah meninggal. Di antara sastrawan yang dianggap tokoh dalam puisi jenis ini adalah al-Muahhil (w. 531) dengan kumpulan puisinya yang terkenal Ratsa'uh li Akhihi Kulaib (Ratapannya kepada Saudaranya Kulaib), dan Abu Jazrah Jarir bin Atiyah (653-7330 dengan kumpulan puisinya yang terkenal Diwan Jarir fi al-Madh wa ar-Ratsa (Kumpulan Puisi Jarir tentang Sanjungan dan Ratapan).
3.      Asy-Syi'r al-Fakhr, adalah puisi yang menyanjung kebesaran dan keperkasaan seseorang atau kelompok tertentu. Yang dianggap sebagai tokoh dalam jenis puisi ini ialah Antarah bin Syaddad (w. 615) dengan kumpulan puisinya yang terkenal Diwan 'Antarah fi al-Fakhr wa al-Hamasah wa al-Gazal (Kumpulan Puisi Antara Tentang Kebanggaan, Semangat, dan Sajungan).
Adapun asy-Syi'r al-Hikami atau asy-Syi'r at-Ta'limi adalah puisi yang berisikan pendidikan atau pengajaran. Yang dianggap tokoh dalam jenis puisi ini ialah Zuhair bin Abi Sulma (530-627) dengan karyanya al-Hauliyyat, Labib bin Rabi'ah (560-661) yang terkenal dengan karyanya Hikmah ar-Ratsa (Mutiara-Mutiara Ratapan), Addi bin Zaid (w. 604) yang terkenal dengan puisi Hikam (Kata-Kata Mutiara) dan Zuhdiyyat (Kezuhudan), Abu al-'Ala al-Ma'arri (973-1058) yang terkenal dengan karyanya al-Luzumiyyat (Kebutuhan) dan Risalah al-GufranLamiyah ibn al-Wardi (Ratapan Ibnu al-Wardi), dan Nasif al-Yaziji (1800-1871) dengan puisinya yang terkenal Diwan Syi'r Nasif. (Risalah Pengampunan), Ibnu al-Wardi (1290-1349) dengan karyanya yang terkenal 
Pada masa modern, penyair yang terkenal dalam jenis puisi ini adalah Ahmad Syauqi (1868-1932) dengan karyanya yang terkenal asy-Syauqiyyat (Puisi-Puisi Syauqi), dan Muhammad Hafiz Ibrahim (1872-1932) dengan kumpulan puisinya Diwan Hafiz Ibrahim (Kumpulan Puisi Hafiz Ibrahim).

BAB III
PENUTUP
Dari pembahasan di atas kita telah mengetahui ta'rif, periodesasi, dan pembagian satra Arab meskipun hanya sekilas. Namun kita dapat menyimpulkan bahwa sastra yaitu setiap kegiatan yang bersifat kreatif, imajinatif dan mengandung pesan yang bersifat relatif. Adapun pembagian satra Arab secara umum terbagi menjadi dua bagian, yaitu asy-Syi'r (puisi) dan an-Nastr (prosa) yang keduanya mempunyai bagian lagi. Untuk menambah pembendaharaan pengetahuan, kita dapat mencari dan membaca sumber-sumber lain yang berhubungan dengan sastra, baik sastra secara umum maupun secara khusus.

Review Novel Hati Suhita

KETEGUHAN HATI WANITA REVIEW NOVEL HATI SUHITA Judul: Hati Suhita Penulis: Khilma Anis Editor: Akhiriyati Sundari Penyunting:...