Selasa, 18 September 2012

Max Weber



Max Weber lahir di Erfurt, jerman, 21 April 1864, berasal dari keluarga kelas menengah. Perbedaan penting antara kedua orang tuanya berpengaruh besar terhadap orientasi intelektual dan perkembangan psikologi Weber. Ayahnya seorang birokrat yang kedudukan politiknya relatif penting, dan menjadi bagian dari kekuasaan politik yang mapan dan sebagai akibatnya menjauhkan diri dari setia aktivitas dan idealisme yang memerlukan pengorbanan diri atau yang dapat menimbuklkan ancaman terhadap kedudukan dalam sistem. Lagipula sang ayah adalah seorang yang menyukai kesenangan duniawi dan dalam hal ini, juga dalam berbegai hal lainnya, ia bertolak belakang dengan istrinya. Ibu Max Weber adalah seorang Calvinis yang taat, wanita yang berupaya menjalani kehidupan prihatin (ascetic) tanpa kesenangan seperti yang sangat menjadi dambaan suaminya. Perhatiannya kebanyakan tertuju pada aspek kehidupan akhirat. Ia terganggu oleh ketidaksempurnaan yang dianggap pertanda bahwa ia tidak ditakdirkan akan mendapat keselamatan diakhirat. Perbedaan mendalam antara kedua pasangan ini menyebapkan ketegangan perkawinan mereka dan ketegangan ini berdampak  sangat besar terhadap  kondisi psikologis ataupun mental   Max  Weber.
Karena tak mungkin menyamakan diri terhadap pembawaan orang tuanya yang bertolak belakang itu. Weber kecil lalu berhadapan dengan suatu pilihan jelas (Mariane Weber,1975;62) mula- mula ia memilih orientasi hidup ayahnya, tetapi kemudian tertarik makin mendekati orientasi hidup ibunya. Apapun pilihan, ketegangan yang dihasilkan kebutuhan memilih antara pola yang berlawanan ini berpengaruh negatif terhadap kejiwaan Weber. Ketika berumur 18 tahun Weber minggat dari rumah, belajar di Universitas Heildelberg,Weber telah menunjukkan kematangan intelektual, tetapi ketika masuk Universitas ia masih tergolong terbelakang dan pemelu dalam bergaul. Sifat ini cepat berubah ketika ia condong pada gaya hidup ayahnya dan bergabung dengan kelompok mahasiswa saingan kelompok mahasiswa ayaahnya dulu.secara sosial ia mulai berkembang, sebagai karena terbiasa minum bir dengan teman – temannya. Lagipula ia dengan bangga memamerkan parutan akibat perkelahiaan yang menjadi cap kelompok persaudaraan mahasiswa seperti itu,dalam hal ini Weber tak hanya menunjukkan jati dirinya sama dengan pandangan ayahnya tetai juga pada waktu itu memilih karir bidang hukum seperti ayahnya.
Setelah kuliah tiga semester weber meninggalkan Heildelberg untuk dinas militer dan tahun 1884 ia kembali ke berlin, kerumah orangtuanya, dan belajar di Universitas Berlin. Ia tetap disana hampir 8 tahun untuk menyelesaikan studi hingga mendapat gelar Ph,d,menjadi pengacara dan mulai mengejar di Universitas Berlin, dalamproses itu minat belajarnya bergeser ekonomi, sejarah, dan sosiologi yang menjadi sasaran perhatiaanya selama sisia hidupnya. Selama 8 tahun di Berlin, kehidupannya masih tergantung pada ayahnya, suatu keadaan yang segera tak disukainya. Pada waktu bersamaan ia beralih lebih mendekat nilai – nilai ibunya dan anti pati terhadap ayahnya meningkat (asceptic) dan memusatkan perhatian sepenuhnya untuk studi. Misalnya, selama satu semester sebagai mahasiswa, kebiasaan kerjanya di lukiskan sebagai berikut,”dia terus mempraktikkan disiplin kerja yang kaku, mengatur kehidupannya berdasakkan pembagiaan jam – jam kegiatan ruti sehari – hari kepada bagian – bagian secara tepat untuk berbagai hal. Berhemat menurut caranya, makan malam sendiri di kamarnya dengan 1 pot dagung sapi dan 4 buah telur goreng”(Mitzman, 1969/1971;48;mariane, Weber,1975;105 ), jadi, dengan mengikuti ibunya, weber mengalami hidup prihatin, raajin, bersemangat kerja tinggi – dalam istilsh dalam istilah modern disebut workaholic(gila kerja). Semangat kerja tinggi ini mengantarkan Weber menjadi Profesor ekonomi di universitas Heildelberg pada 1896. pada 1897, ketika karir akademis Weber berkembang, ayahnya meninggal setelah terjadi pertengkarang sengit antar mereka. Tak lama kemudian Weber menunjukkan gejala yang berpuncak pada gangguan saraf. Sering tidak bisa tidur atau bekerja, enam atau tujuh btahun berikutnya di lalaui dalam keadaan mendekati kehancuran total. Setelah masa kosong yang lama, sebagai kekuatan yang mulai pulih di tahun1904, ketika ia memberikan kuliah pertamanya (di Amerika) yang kemudian berlangsung selama 6,5 tahun, Weber mulai mampu aktif kembali dalam kehidupan akadenis. Tahun 1904 dan 1905 ia menerbitkan salah satu terbaiknya, the protestat Ethic and The Spirit of Capitalsm. Dalam karya ini weber banyak menghabiskan waktu untuk belajar agama meski secara pribadi ia tak religius.
Meski terus di anggap masalah oleh psikologis, setelah 1904 Weber mampu memproduksi beberapa karya yang sangat penting, ia menerbitkan hasil studi tentang agama dunia dalam perspekti sejarah dunia (misalnya, cina india dan agama yahudi kuno). Menjelang kematiannya (14 juni 1920)ia menulis karya yang sangat penting, economy and Society. Meski buku ini di terbitkan, dan telah di terjemahkan dalam beberapa bahasa, namun buku ini belum selesai. Selain menulis berjilid – jilid buku dalam periode ini, Weber pun melakukan kegiatan lain, ia membantu mendirikan German Sociological Sosiety di tahun 1910. rumahnya di jadikan pusat pertemuan pakar berbagai cabang ilmu termasuk sosiologi seperti George Simmel, Robert Michelis, dan saudara kandungnya, Alfred, mauopun filsuf dan kritikus sastra Georg Lukacs (Scaff, 1989;186-222).Weber pu aktif dalam aktifitas politik dan menulis tentang masalah politik di masa itu. Ada ketegangan dalam kehidupan Weber dan, yang lebih penting, dalam karyanya, dalam pemikiran birokratis seperti yang tercermin oleh ayahnya dan rasa keagamaan ibunya. Ketegangan yang tak terselesaikan ini meresapi karya Weber maupun kehidupan pribadinya.
Diawali oleh esai etika protestan dan semangat kapitalisme, Weber menyebutkan agama adalah salah satu alasan utama perbedaan antara budaya barat dan timur. Ia mengaitkan efek pemikiran agama dalam kegiatan ekonomi, hubungan antara stratifikasi sosial dan pemikiran agama serta pembedaan karakteristik budaya barat. Tujuannya untuk menemukan alasan mengapa budaya barat dan timur berkembang dengan jalur yang berbeda. Weber kemudian menjelaskan temuanya terhadap dampak pemikiran agama puritan (protestan) memiliki pengaruh besar dalam perkembangan sistem ekonomi di Eropa dan Amerika Serikat, namun tentu saja ini ditopang dengan faktor lain diantaranya adalah rasionalitas terhadap upaya ilmiah, menggabungkan pengamatan dengan matematika, ilmu tentang pembelajaran dan yurisprudensi, sistematisasi terhadap administrasi pemerintahan dan usaha ekonomi. Studi agama menurut Weber semata hanyalah meneliti satu emansipasi dari pengaruh magi, yaitu pembebasan dari pesona. Hal ini menjadi sebuah kesimpulan yang dianggapnya sebagai aspek pembeda yang sangat penting dari budaya yang ada di barat.
Max Weber dengan baik mengaitkan antara Etika Protestan dan Semangat Kapitalis (Die Protestan Ethik Under Giest Des Kapitalis). Tesisnya tentang etika protestan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi kapitalis. Ini sangat kontras dengan anggapan bahwa agama tidak dapat menggerakkan semangat kapitalisme. Studi Weber tentang bagaimana kaitan antara doktrin-doktrin agama yang bersifat puritan dengan fakta-fakta sosial terutama dalam perkembangan industri modern telah melahirkan corak dan ragam nilai, dimana nilai itu menjadi tolak ukur bagi perilaku individu.
Karya Weber tentang The Protestan Ethic and Spirit of Capitalism menunjukkan dengan baik keterkaitan doktrin agama dengan semangat kapitalisme. Etika protestan tumbuh subur di Eropa yang dikembangkan seorang yang bernama Calvin, saat itu muncul ajaran yang menyatakan seorang pada intinya sudah ditakdirkan untuk masuk surga atau neraka, untuk mengetahui apakah ia masuk surga atau neraka dapat diukur melalui keberhasilan kerjanya di dunia. Jika seseorang berhasil dalam kerjanya (sukses) maka hampir dapat dipastikan bahwa ia ditakdirkan menjadi penghuni surga, namun jika sebaliknya kalau di dunia ini selalu mengalami kegagalan maka dapat diperkirakan seorang itu ditakdirkan untuk masuk neraka.
Doktrin Protestan yang kemudian melahirkan karya Weber tersebut telah membawa implikasi serius bagi tumbuhnya suatu etos baru dalam komunitas Protestan, etos itu berkaitan langsung dengan semangat untuk bekerja keras guna merebut kehidupan dunia dengan sukses. Ukuran sukses dunia – juga merupakan ukuran bagi sukses di akhirat. Sehingga hal ini mendorong suatu semangat kerja yang tinggi di kalangan pengikut Calvinis. Ukuran sukses dan ukuran gagal bagi individu akan dilihat dengan ukuran yang tampak nyata dalam aktivitas sosial ekonominya. Kegagalan dalam memperoleh kehidupan dunia – akan menjadi ancaman bagi kehidupan akhirat, artinya sukses hidup didunia akan membawa pada masa depan yang baik di akhirat dengan “jaminan” masuk surga, sebaliknya kegagalan yang tentu berhimpitan dengan kemiskinan dan keterbelakangan akan menjadi “jaminan” pula bagi individu itu masuk neraka.
Upaya untuk merebut kehidupan yang indah di dunia dengan “mengumpulkan” harta benda yang banyak (kekayaan) material, tidak hanya menjamin kebahagiaan dunia, tetapi juga sebagai media dalam mengatasi kecemasan. Etika Protestan dimaknai oleh Weber dengan kerja yang luwes, bersemangat, sungguh-sungguh, dan rela melepas imbalan materialnya. Dalam perkembangannya etika Protestan menjadi faktor utama bagi munculnya kapitalisme di Eropa dan ajaran Calvinisme ini menebar ke Amerika Serikat dan berpengaruh sangat kuat disana.
Weber mendefinisikan semangat kapitalisme sebagai bentuk kebiasaan yang sangat mendukung pengejaran rasionalitas terhadap keuntungan ekonomi. Semangat seperti itu telah menjadi kodrat manusia-manusia rasional, artinya pengejaran bagi kepentingan-kepentingan pribadi diutamakan daripada memikirkan kepentingan dan kebutuhan kolektif seperti yang dikehendaki oleh Kar Marx. Islam pun sebenarnya berbicara tentang kaitan antara makna-makna doktrin dengan orientasi hidup yang bersifat rasional. Dalam salah satu ayat disebutkan bahwa setelah menyelesaikan ibadah shalat, diperintahkan untuk bertebaran di muka bumi ini dalam rangka mencari karunia Allah SWT. Namun dalam Islam ada mekanisme penyeimbangan yang digunakan untuk membatasi kepemilikan pribadi dengan kewajiban membayar zakat, infaq dan shadaqah.
Menurut Max Weber bahwa suatu cara hidup yang teradaptasi dengan baik memiliki ciri-ciri khusus kapitalisme yang dapat mendominasi yang lainnya merupakan kenyataan yang real ketika masa-masa awal revolusi industri, ketika Weber hidup, kenyataan-kenyataan itu mejadi sesuatu yang benar-benar nyata dipraktekkan oleh manusia. Hidup harus dimulai di suatu tempat dan bukan dari individu yang terisolasi semata melainkan sebagai suatu cara hidup lazim bagi keseluruhan kelompok manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Review Novel Hati Suhita

KETEGUHAN HATI WANITA REVIEW NOVEL HATI SUHITA Judul: Hati Suhita Penulis: Khilma Anis Editor: Akhiriyati Sundari Penyunting:...