Bangsa
Arab sangat gemar menggubah syair, mereka memandang bahwa setiap penyair
mempunyai kedudukan yang sangat penting dan terhormat di dalam masyarakat,
manakala ia telah mampu mengangkat derajat kaumnya atau kabilahnya melalui
gubahan syair-syairnya. Mengingat perannya yang begitu penting dalam suatu
tatanan dalam masyarakat jahili, maka para penyair mempunyai banyak
fungsi, diantaranya :
1.
Sebagai pemberi semangat, dorongan dan
motifasi kepada pasukan yang akan berperang, sehingga diharapkan dorongan
dan motifasi yang dikobarkan penyair lewat syairnya mampu mempengaruhi
jiwa dan semangat pasukan yang berperang diharapkan nantinya akan
mendapatkan kemenangan yang gemilang.
2.
Sebagai Pemberi dukungan terhadap
kontestan yang akan dipilih atau diangkat sebagai ketua adat, atau
kepala kabilah. Bila seorang penyair telah mempunyai status social yang
tinggi, syair-syairnya popular dan terkenal, maka penyair ini akan lebih mudah
mempengaruhi jiwa sipemilih sehingga diharapkan akan mendapat
perolehan suara yang terbanyak bagi kontestan yang diunggulkan penyair itu.
3.
Seringkali terjadi antar kabilah itu
berperang, dan selalu memakan waktu yang cukup lama, korban yang tidak
sedikit, kerugian-kerugian lainnya yang telah mereka terima, kemudian,
acapkali sering mengalami kebuntuan dalam mencari jalan penyelesaiannya. Maka
dengan kefasihan bahasa syairnya, seorang penyair dalam melantunkan
syairnya,, ia mampu mempengaruhi kubu-kubu yang sedang bertikai. Berbagai
pergolakan dalam konflik dapat dilumpuhkan dengan cara memberikan
gambaran -gambaran kenyamanan jiwa yang damai, nasihat-nasihat, memberikan
penjelasan-penjelasan dari suatu kerugian yang diakibatkan peperangan dan lain
sebagainya.
Bangsa
Arab adalah bangsa yang amat senang terhadap puisi, karena itu mereka memandang
para penyair sebagai orang yang memiliki kedudukan penting dalam masyarakat.
Hal ini dapat dimaklumi karena seorang penyair dapat membela kehormatan kaum,
keluarga, atau bangsanya. Bila di dalam sebuah kaum atau bangsa mereka
menemukan seorang pemuda yang pandai dalam mencipta dan menggubah puisi, maka
pemuda tersebut akan dimuliakan oleh seluruh anggota kabilah dari suku itu.
Karena mereka beranggapan bahwa pemuda itu pasti akan menjadi tunas yang akan
membela kaum atau bangsa dari segala serangan dan ejekan dari penyair kaum atau
bangsa lain.
Bagi
bangsa Arab, para penyair memiliki kedudukan yang tinggi, keputusan yang
dikeluarkan oleh seorang penyair akan selalu dilaksanakan. Bagi mereka seorang
penyair merupakan penyambung lidah yang dapat mengungkapkan kebanggaan dan
kemuliaan mereka. Ibnu Rasyik meriwayatkan dalam kitabnya yang berjudul ‘Umdah,
ia mengatakan:
"Biasanya setiap kabilah bangsa Arab yang mendapatkan seorang pemuda yang
dapat merangkum sebuah gubahan puisi, maka anggota kabilah itu berdatangan
untuk memberi ucapan selamat, dan mereka menyediakan berbagai aneka macam
makanan. Sementara kaum wanita pun ikut berdatangan sambil memainkan rebana
seperti yang biasa mereka mainkan dalam sebuah acara perkawinan. Kaum
laki-laki, baik yang tua maupun yang muda, sama-sama bergembira. Karena mereka
beranggapan bahwa penyair adalah seorang pembela kabilah dari serangan dan
ejekan penyair dari kabilah lain, dan penyair itu pasti akan menjaga nama baik
kabilahnya sendiri, yang akan mengabadikan kebanggaan-kebanggaan mereka dan
yang akan menyebarluakan kebaikan-kebaikan mereka. Kebiasaan tidak memberikan
sambutan hangat, kecuali kepada anak bayi yang baru dilahirkan ibunya, kepada
seorang penyair, dan kepada kuda kesayangan"
Bangsa
Arab telah menganggap betapa pentingnya peranan seorang penyair. Sehingga
seringkali mereka mengiming-imingi seorang penyair yang dapat memberikan
semangat dalam perjuangan dengan memberikan sokongan suara bagi seseorang agar
dapat diangkat sebagai kepala kabilah. Adapula yang menggunakan mereka sebagai
perantara untuk mendamaikan pertikaian yang terjadi antara kabilah, bahkan ada
juga yang menggunakan penyair untuk memintakan maaf dari seseorang penguasa.
Dalam
suatu riwayat diceritakan bahwa di kota Mekkah ada seorang miskin yang bernama
Muhallik, orang itu mempunyai tiga orang puteri yang belum mempunyai jodoh
dikarenakan kemiskinan mereka. Pada suatu waktu, keluarga ini mendengar
kedatangan al-A'sya seorang penyair Arab Jahiliyyah yang terkenal ke kota
Mekkah, maka isterinya meminta kepada suaminya untuk mengundang al-A'sya ke
rumahnya. Setelah al-A'sya datang ke rumah miskin itu, maka isterinya memotong
seekor unta untuk menjamu al-A'sya. Penyair ini sangat heran dengan
kedermawanan orang miskin ini. Ketika ia keluar dari rumah itu, ia langsung
pergi ke tempat orang-orang yang sedang berkumpul untuk mengabadikan
kedermawanan Muhallik dalam suatu bait puisinya yang sangat indah. Setelah ia
membacakan puisi itu, sehingga dalam waktu yang tidak beberapa lama banyak
orang yang datang meminang ketiga puteri Muhallik. Adapun bait puisi yang
diucapkan al-A'sya seperti dibawah ini:
ارقت وما هذا السّهاد
المؤرّق # وما بى من سقم وما بى تعشّق
لعمرى قد لاحت عيون
كثيرة # إلى ضوء نار فى اليفاع تحرق
تشبّ لمقرورين
يصطليانها # وبات على الناّر النّدى والمحلّق
رضيعى لبان ثدى أمّ
تقاسما # باسحم داج عوض لا تتفرّق
ترى الجود يجرى ظاهرا
فوق وجهه # كما زان متن الهند وانى رونق
يداه يدا صدق فكفّ
مبيدة # وكفّ إذا ما ضنّ بالمال تنفق
"Aku tidak
dapat tidur di malam hari, bukan karena sakit ataupun cinta"
"Sungguh banyak
mata yang melihat api yang menyala di atas bukit itu"
"Api itu
dinyalakan untuk menghangatkan tubuh kedua orang yang sedang kedinginan di
malam itu, dan di tempat itulah Muhallik dan kedermawanannya sedang bermalam"
"Di malam yang
gelap itu keduanya saling berjanji untuk tetap bersatu"
"Kamu lihat
kedermawanan di wajahnya seperti pedang yang berkilauan"
"Kedua
tangannya selalu benar, yang satu untuk membinasakan sedang yang lain untuk
berderma"
Dalam
riwayat lain diceritakan. ketika al-A'sya mendengar diutusnya Nabi Muhammad Saw
dan berita mengenai kedermawanannya, maka penyair ini sengaja datang ke kota
Mekkah dengan membawa suatu kasidah yang telah dipersiapkan untuk memuji Nabi
Muhammad Saw. Namun, sayang sekali maksud baik ini dapat digagalkan oleh pemuka
bangsa Quraisy. Ketika Abu Sufyan mendengar kedatangan al-A'sya, Abu Sufyan
langsung berkata kepada para pemuka Quraisy:
والله لئن أتى محمدا
أو اتبعه ليضرّ منّ عليكم نيران العرب بشعره, فاجمـعوا له مائة من الإبل, ففعلوا
وأخذها الأعشى ورجع...
"Demi
Tuhan, bila al-A'sya bertemu dengan Muhammad dan memujinya, maka pasti dia akan
mempengaruhi bangsa Arab untuk mengikuti Muhammad. Karena itu, sebelum itu
terjadi, kumpulkanlah seratus ekor unta dan berikan kepadanya agar tidak pergi
menemui Muhammad".
Kemudian,
saran Abu Sufyan ini, dituruti oleh bangsa Quraisy, yang akhirnya al-A'sya
mengurungkan niatnya untuk bertemu dengan beliau. Adapun puisi yang telah
dipersiapkan olehnya untuk memuji Nabi Muhammad Saw. seperti dibawah ini:
فآليت لا أرنى لها من
كلالة # ولا من وجيّ حتى تلاقى محمدا
متى ما تناخى عند باب
هاشم # تراحى وتلقى من فواضله ندا
نبىّ يرى مالا ترون
وذكره # أغار لعمرى فى البلاد وأنجدا
له صدقات ما تغب
ونائل # وليس عطاء اليوم يمنعه غدا
"Demi Allah,
onta ini tidak akan aku kasihani dari keletihannya, dan dari sakit kakinya
sebelum dapat bertemu dengan Muhammad"
"Nanti jika kau
telah sampai ke pintu Ibnu Hasyim, kau akan dapat beristirahat dan akan
mendapatkan pemberiannya yang berlimpah-limpah"
"Seorang Nabi
yang dapat mengetahui sesuatu yang tak dapat dilihat oleh mereka, dan namanya
telah tersiar di seluruh negeri dan di daerah Nejed"
"Pemberiannya
tidak akan terputus selamanya, dan pemberiaannya sekarang tidak akan mencegah
pemberiannya di hari esok"
Kisah-kisah
seperti yang disebutkan di atas, merupakan sedikit dari banyaknya kisah yang
dapat memberikan keterangan kepada kita mengenai betapa besar peranan seorang
penyair dalam kehidupan masyarakat Arab. Peranan penyair ini tidak saja
berhenti pada masa Jahiliyyah. Bahkan dalam penyiaran modern ini, penyair
memiliki peranan yang cukup besar. Karena orang-orang Quraisy dalam melancarkan
serangan mereka terhadap Islam tidak terbatas hanya dengan senjata
(peperangan). Bahkan mereka juga menggunakan lidah penyair untuk menyerang dan
menjelek-jelekan Islam. Untuk menghadapi hal ini, Nabi Muhammad Saw juga
mempersiapkan penyair Islam untuk menghadapi ejekan orang kafir. Nabi Saw
sangat menyukai puisi para penyair Islam, seperti Abdullah bin Ruwaihah, Ka'ab
bin Malik, dan Hassan bin Tsabit. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Khattib
dan Ibnu Asakir, bahwa Nabi SAW pernah memerintahkan Hassan bin Tsabit untuk
membalas ejekan kaum musyrikin Quraisy;
روي الخطيب وابن
عساكر عن حسّان إنّ النبى صلّى عليه وسلّم قال له : اهج المشركين وجبريل معك إذا
حارب اصحابي بالسّلاح فحارب أنت باللسان
"Balaslah
ejekan kaum musyrikin itu, semoga Jibril selalu menyertaimu. Jika para
sahabatku yang lain berjuang dengan senjata, maka berjuanglah kamu dengan
lisanmu (kepandaian syairmu)".
Dari
gambaran di atas dapat kita simpulkan bahwa peranan penyair dalam kehidupan
bangsa Arab sangat tinggi, sebab bangsa Arab merupakan bangsa yang sangat gemar
terhadap puisi.
Kedudukan
puisi dan penyairnya sangat tinggi di mata orang Arab Jahiliyyah. Sebuah karya
puisi dapat mempengaruhi, bahkan mengubah sikap atau posisi seseorang atau
sekelompok orang terhadap sikap atau posisi orang dan kelompok lainnya. Para
penyair, dengan demikian juga berfungsi sebagai agen perubahan sosial dan
perubahan kebudayaan. Kedudukan atau pengaruh sedemikian ini hanya dapat
ditandingi oleh para politisi tingkat tinggi di zaman modern ini. Kekuatan
penyair bersumber dari kekuatan isi karyanya. Kedudukan puisi Arab
Jahiliyyah juga diakui, atau setidak-tidaknya diberi kesaksian, oleh
Islam. Salah satu surat dalam al-Quran bahkan bernama asy-Syu'ara (para
penyair).
Puisi
tidak jarang menjadi rujukan umum dalam berbagai kesempatan dan penyairnya
sering dijadikan sebagai ensiklopedi berjalan. Untuk menafsirkan kata-kata
konotatif (kalimat musytarak) dalam al-Quran atau hadits Nabi Saw, para ulama
sering menggunakan kata-kata yang terdapat dalam puisi sebagai penguat atau
perbandingan dalam mengartikan kata-kata konotatif itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar