Senin, 08 Oktober 2012

Unsur-unsur sastra arab


Unsur-Unsur Karya Sastra Arab Karya sastra terdiri dari berbagai jenis, seperti cerita, drama, puisi, dan esai. Masing2 mempunyai unsur yang membangunnya. tetapi, ada pula unsur-unsur yang sama, seperti halnya di bawah ini :

1.  al-Lafzh
Yang dimaksud dengan Lafzh adalah sarana pengungkapan sastra. Lafzh yang unik dan tepat akan sangat berpengaruh pada fikiran dan hati dan menambah kualitas makna. Sebaliknya, jika lafzhnya berlebihan perasaan kita tidak akan tertarik. Pandangan para kritikus pada lafzh hampir sama hanya mungkin istilahnya saja yang berbeda. menurut mereka, lafzh yang baik harus fashih, yaitu cara penyampaiannya sesuai dengan kondisi, strukturnya baik, tidak ada huruf-huruf yang bertentangan, dikenal dan digunakan pada masa si pengarang, tidak menggunakan bahasa sehari-hari, maknanya dekat, tidak perlu menggunakan kamus, mudah diucapkan dan enak didengar, terhindar dari kesalahan tata bahasa, tidak susah untuk mencari subjek yang digantikan oleh kata ganti, dan terhindar dari kesalahan menempatkan kata sambung.

2.  al Ma'na
Yang dimaksud dengan al Ma'na adalah tema yang ditampilkan dalam teks. Kadang-kadang berupa satu pikiran, kadang-kadang berupa satu masalah, berupa suatu perasaan tertentu yang dialami penulis. Penulis harus memilih tema yang menarik, yang ditulis dalam bentuk sastra (untuk menyampaikan pikiran, masalah atau perasaan yang dialaminya_Red).

3.  al 'A:thifat
adalah perasaan yang tumbuh dalam diri manusia, seperti gembira, sedih, cinta, benci, sakit, dan marah. Macam Aathifah ini ada dua, yaitu al A:thifah adz dzatiyah yang terikat dengan hubungan khusus, seperti sedih atas kehilangan salah satu kerabatnya, senang karena bertemu dengan kekasih. dan al A:thifah al Ghoyriyyat yang ditujukan kepada orang lain, tanah air atau bangsa, nilai kemanusiaan yang mulia, seperti keimanan, cinta tanah air, dan penderitaan orang-orang yang terzholimi. Pada dasarnya al Athifah ini ada pada tiap manusia tetapi pada sastrawan dorongannya lebih kuat karena ia biasanya sensitif. Athifah juga ada pada semua jenis seni sastra, tetapi yang paling tampak adalah pada Syi'r al Wujdaniy.



4.  al Khoyyal dan ash Shuurot
khoyal adalah kemampuan yang diberikan Alloh kepada manusia, sehingga ia dapat menggambarkan segala sesuatu yang tidak ada, Menghadirkan Ash Shuurot yakni deskripsi seakan-akan kita berada di hadapannya dan dapat menciptakan segala sesuatu yang tidak ada. Dari mana datangnya imajinasi? Jawabnya, sumber yang paling besar dalam imajinasi pengarang adalah pengalaman-pengalaman yang pernah dialaminya dan tersimpan di dalam pikirannya, segala sesuatu yang dilihat atau didengarnya dan berakar dalam dirinya. Imajinasilah yang membuat nilai puisi itu menjadi lebih estetis dan tinggi.
[4]

5.  al Liqoo' Ass Showtiy
Sastra adalah hasil kreasi manusia yang menggunakan bahasa. Bahasa adalah kata dan ungkapan yang menunjukkan makna. Kata dan ungkapan mempunyai Liqoo' sawtiy atau struktur bunyi. Struktur bunyi akan membuat karya enak didengar di telinga dan mempengaruhi jiwa. Struktur bunyi ada dalam puisi dan prosa. Dalam puisi terdapat pola, rima dan hubungan antar huruf dan harokat. Sementara struktur bunyi dalam prosa terdapat dalam susunan huruf dan harokat yang bentuknya indah dan berirama.

Sastra Arab

BAB I
PENDAHULUAN
Sabagaimana yang kita ketahui, kita telah mengenal yang namanya teori sastra, secara otomatis jika ada teori sastra, maka ada yang namanya sastra, yang menjadi objek kajian teori tersebut. Oleh karena itu pada makalah ini akan membahas tentang sastra, dari mulai ta'rif (definisi) nya, sejarah, dan jenis-jenis sastra. Namun yang dibahas disina lebih dispesifikkan kepada sastra Arab.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Adab dari Masa ke Masa
Dalam sejarah kesusastraan Arab kata "Adab" mengalami perkembangan yang cukup panjang. Perkembangan kata "Adab" sejalan dengan perkembangan kehidupan bangsa Arab. Pengambilan kata itu dari masyarakat Arab Badui sampai masyarakat Arab perkotaan yang telah mempunyai peradaban. Mengenai maknanya, kata "Adab" terdapat banyak perbedaan, dan perbedaan makna itu sangat dekat dengan makna aslinya. Perubahan itu diketahui sampai sekarang melalui perkataan-perkataan dan tulisan-tulisan.
Kata "Adab" pada zaman Jahiliyyah berarti "الدعوة إلى الطعام " (mengajak makan atau undangan ke perjamuan makan), dan arti ini sudah jarang digunakan, kecuali pada kata "Ma'dubah" dari akar kata yang sama yaitu "Adab". Kata "Ma'dubah" berarti jamuan atau hidangan, dengan kata kerja "Adaba-ya'dibu" yang berarti menjamu atau menghidangkan makanan. Sebagaimana yang terdapat dalam perkataan Tharafah bin Abdul Bakri al-Wa'illi:

نحن فى المشتاة ندعو الجفلى  ¤    لا ترى الآدب فينا ينتفر

"Pada musim paceklik (musim kesulitan pangan), kami mengundang orang-orang ke perjamuan makan, dan engkau tidak akan melihat para penjamu dari kalangan kami memilih-milih orang yang diundang"

Kata "Adab" juga digunakan dalam arti "prilaku yang terpuji atau terhormat dan sifat\sifat yang mulia" seperti yang terdapat di dalam dialoq antara ‘Atabah dengan Hindun, puterinya. ‘Atabah berkata kepada puterinya tentang Abu Sufyan yang datang melamarnya:

"... .بدر أرومته وعزّ عشيرته يؤدب أهله ولا يؤدبونه..."

".... Asal-usulnya mulia, keluarganya terhormat, dia sopan dan hormat kepada keluarganya, meski diantara keluarganya ada yang tidak menghormatinya....".

Akhirnya Hindun pun setuju menikah dengan Abu Sufyan sambil berkata:

"إنى لأخلاق هذا لوامقة, وإنى له الموافقة, وسآخذه بأدب البعل مع لزوم قبتى وقلة تلفتى..." 

 "Sungguh, aku benar-benar menyukai akhlak dan perilaku yang demikian, dan aku setuju menikah dengannya dan akan kujadikan ia suami yang dihormati, dan dengan kesetiaan aku akan selalu berada di rumah, dan tidak akan berselingkuh dibelakangnya".  

Seperti yang dikemukakan oleh Bakalla (1984:34-36) bahwa pada zaman Pemulaan Islam, ketika agama Islam datang dengan membawa ajaran-ajaranya yang menyeru kepada akhlak mulia, maka kata "Adab" berarti "الدعوة إلى المحامد ومكارم الأخلاق" (ajakan untuk memuji dan berakhlak baik), dan juga mempunyai arti at-Tahdzib (pendidikan atau pengajaran), dan al-Khulqu (budi pekerti), seperti yang disabdakan oleh Nabi Muhammad Saw:

"أدبنى ربّى فأحسن تأديبى..."

"Tuhanku telah mendidikku, maka baiklah pendidikanku/akhlak"

Beliau SAW juga bersabda:

"إن هذا القرآن مأدبة الله فى الأرض فتعلموا من مأدبته"

"Sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah sumber peradaban Allah di muka bumi, oleh karena itu belajarlah kalian pada sumber peradaban-Nya"

Umar bin Khattab berkata kepada puteranya:

"يا بنى انسب نفسك تصل رحمك, واحفظ محاسن الشعر يحسن أدبك..."

"Wahai anakku, nisbatkanlah (hubungkanlah silsilah keturunan) dirimu, niscaya akan bersambung hubungan dengan keluargamu, dan hafalkanlah puisi-puisi indah, niscaya akan menjadi lembut budi pekertimu"

Pada zaman Umayyah, kata Adab mempunyai arti at-Ta'lim (pengajaran), sehingga dari kata itu lahir kata turunan al-Mu'addibun yaitu sebutan bagi orang-orang yang masa itu bertugas memberikan pelajaran tentang puisi, khutbah, sejarah orang-orang Arab, mulai dari keturunan mereka sampai pada peristiwa-peristiwa yang mereka alami di zaman Jahiliyyah dan zaman permulaan Islam kepada putera-putera khalifah.
Sementara pada zaman Abbasiyyah yang terkenal dengan zaman kebangkitan ilmu pengetahuan, kata Adab mempunyai arti at-Tahdzibu wa at-Ta'liimu ma'an (pendidikan sekaligus pengajaran), atau berarti semua ilmu pengetahuan yang dihasilkan umat manusia dan juga tata cara yang perlu diikuti dalam suatu disiplin tertentu. Arti "Adab" pada masa ini lebih mengacu pada kebudayaan. Seperti yang pernah ditulis oleh Ibn al-Muqaffa (wafat 142 H.) dalam bukunya yang berhudul al-Adab al-Kabir yang berisikan kumpulan-kumpulan surat-surat panjang Ibn al-Muqaffa' yang terbagi menjadi dua bagian yaitu khusus mengenai sultan, politik, dan pemerintahannya, dan yang berhubungan dengan persahabatan dan sejenisnya. Dan al-Adab al-Shaqir yang berisikan surat-surat pendek Ibn al-Muqaffa' yang berisi kumpulan wasiat mengenai budi pekerti, kemasyarakatan, dan mengenai apa yang harus dipersiapkan oleh manusia dalam kehidupannya seperti bagaimana bergaul dengan atasan, bawahan, dan sesamanya. Selain itu, kata "Adab" telah meluas artinya dan sering diterapkan pada puisi, prosa, peribahasa, dan balaghah, juga diterapkan pada bidang ilmu nahwu, sharf, ushul, dan sebagainya.
Pada Abad ke-4 H, kata "Adab" semakin memiliki arti yang luas, sehingga terkadang dari kata itu difahami sebagai segala sesuatu yang keberadaannya mengandung nilai pendidikan, peningkatan intelektual dan moral manusia baik dari segi sosial maupun budaya, serta pembentukan seseorang menjadi cemerlang, memiliki keistimewaan yang cocok bagi penampilan figur kelas elit dalam kehidupan intelektul sekaligus kehidupan material.  Kata "Adiib" yang berarti satrawan, mengarah kepada makna yang kita sekarang dari kata "mutsaqqif" yang berarti budayawan atau orang yang memiliki intelektual tinggi.
Seiring dengan berkembangnya ilmu bahasa dan sastra, kata "Adab" mengandung pengertian ungkapan-ungkapan yang indah, baik dalam bentuk puisi maupun prosa, dan ungkapan-ungkapan yang memerlukan penafsiran dan penjelasan yang bekenaan dengan segi-segi baik dan buruk yang terdapat didalamnya. Makna "Adab" yang demikian itu, masih dapat difahami dan digunakan pada masa sekarang (modern). Dari sini, kita dapat mengatakan bahwa kata "Adab" memiliki dua makna yang berbeda. Pertama, kata "Adab" dalam pengertian yang khusus berarti perkataan indah yang menimbulkan kenikmaan seni dalam jiwa pembaca atau pendengarnya, baik perkataan itu berbentuk puisi maupun prosa. Kedua, kata "Adab" dalam pengertian umum, yaitu hasil cipta rasa akal yang dilukiskan dalam kata-kata yang ditulis dalam buku-buku.
Sementara itu, dalam referensi Barat disebutkan bahwa yang dimaksud dengan "Adab" dalam pengertian literature adalah kumpulan peninggalan baik prosa atau puisi yang terdapat pada bahasa dan bangsa tertentu dan mempunyai keistimewaan dalam gaya dan idenya; Peninggalan yang berbentuk naskah atau cetakan khusus yang terdapat dalam sebuah bahasa atau bangsa tertentu; Semua tulisan yang membicarakan topik-topik tertentu; atau sesuatu yang dihasilkan manusia dalam bentuk naskah atau cetakan, seperti buku tentang ilmu Fikih, Nahwu, Sharf, filsafat, termasuk kata "Adab" dalam pengertian umum, karena itu merupakan gambaran atau konsepsi berbagai pengetahuan yang dihasilkan manusia, terlepas ketika membacanya akan menimbulkan kenikmatan seni dalam diri kita atau tidak.[1]
Sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa sanskerta, yang berarti teks yang mengandung instruksi.[2] Akar kata sas- berarti insturksi, mengarahkan, mengajarkan, atau memberi petunjuk. Akhiran -tra biasanya menunjukkan alat atau sarana. Sehingga kata sastra dapat diartikan alat untuk mengajar, buku petunjuk, atau buku pengajaran. Adapun menurut Renne Wellek & Austin Warren, Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni.[3]
Begitu banyak definisi tentang satra, sehingga sulit untuk menemukan titik akhir dari definisi sastra. Namun dari definisi diatas setidaknya kita dapat menyimpulkan bahwa sastra adalah suatu kegiatan yang bersifat kreatif, imajinatif dan mengandung pesan yang bersifat relatif.

B. Periodesasi Sejarah Sastra Arab
Berbicara mengenai periodesasi kesusastraan Arab, terdapat perbedaan, dan adanya perbedaan penulisan periodesasi yang ditulis masing-masing penulis sejarah kesusastraan Arab, baik dari segi peristilahannya maupun dari segi waktunya ini seringkali membuat kita bingung.
Pada umumnya, periodesasi kesusastraan dibagi sesuai dengan perubahan politik. Sastra dianggap sangat tergantung pada revolusi sosial atau politik suatu negara dan permasalahan menentukan periode diberikan pada sejarawan politik dan sosial, dan pembagian sejarah yang ditentukan oleh mereka  itu biasanya diterima begitu saja tanpa dipertanyakan lagi.[4] Di bawah ini akan dipaparkan bentuk penulisan periodesasi yang dilakukan oleh para ahli kesusastraan Arab, antara lain:
Hana al-Fakhuriyyah membaginya ke dalam lima periodesasi, yaitu:
1.      Periode Jahiliyyah, perkembangan kesusastraan Arab pada masa ini dibagi atas dua bagian, yaitu masa sebelum abad ke-5, dan masa sesudah abad ke-5 sampai dengan Hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah (1 H/622 M).
2.      Periode Islam, perkembangan kesusastraan Arab pada masa ini berlangsung sejak tahun 1 H/622 M hinggga 132 H/750 M, yang meliputi: masa Nabi Muhammad SAW dan Khalifah ar-Rasyidin (1-40 H/662-661 M), dan masa Bani Umayyah (41-132 H/661-750 M).
3.      Periode Abbasiyah, perkembangan kesusastraan Arab pada masa ini berlangsung sejak 132 H/750 M sampai 656 H/1258 M.
4.      Periode kemunduran kesusastraan Arab (656-1213 H/1258-1798 M), periode ini di mulai sejak Baghdad jatuh ke tangan Hulagu Khan, pemimpin bangsa Mongol, pada tahun 1258 M, sampai Mesir dikuasai oleh Muhammad Ali Pasya (1220 H/1805 M).
5.      Periode kebangkitan kembali kesusastraan Arab; periode kebangkitan ini dimulai dari masa pemerintahan Ali Pasya (1220 H/1805 M) hingga masa sekarang.

Adapun Muhammad Sa'id dan Ahmad Kahil (1953: 5-6) membagi periodesasi kesusastraan Arab ke dalam enama periode sebagai berikut:
1.      Periode Jahiliyyah, dimulai sekitar satu tengah abad sebelum kedatangan Islam sekitar dan berakhir sampai kedatangan Islam.
2.      Periode permulaan Islam (shadrul Islam); dimulai sejak kedatangan Islam dan berakhir sampai kejatuhan Daulah Umayyah tahun 132 H.
3.      Periode Abbasiyah I, dimulai sejak berdirinya Daulah Abbasiyah tahun 132 H dan berakhir sampai banyak berdirinya daulah-daulah atau negara-negara bagian pada tahun 334 H.
4.      Periode Abbasiyah II, dimulai sejak berdirinya daulah-daulah dalam pemerintahan Abbasiyah dan berakhir dengan jatuhnya Baghdad di tangan bangsa Tartar atau Mongol pada tahun 656 H.
5.      Periode Turki, dimulai sejak jatuhnya Baghdad di tangan bangsa Mongol dan berakhir dengan datangnya kebangkitan modern sekitar tahun 1230 H.
6.      Periode Modern, dimulai sejak datangnya kebangkitan modern sampai sekarang.

Sedangkan Ahmad Al-Iskandari dan Mustafa Anani  membagi periodesasi kesusastraan Arab ke dalam lima periode, yaitu:[5]
1.      Periode Jahiliyah, periode ini berakhir dengan datangnya agama Islam, dan rentang waktunya sekitar 150 tahun.
2.      Periode permulaan Islam atau shadrul Islam, di dalamnya termasuk juga periode Bani Umayyah, yakni dimulai dengan datangnya Islam dan berakhir dengan berdirinya Daulah Bani Abbas pada tahun 132 H.
3.      Periode Bani Abbas, dimulai dengan berdirinya dinasti mereka dan berakhir dengan jatuhnya Bagdad di tangan bangsa Tartar pada tahun 656 H.
4.      Periode dinasti-dinasti yang berada di bawah kekuasaan orang-orang Turki, di mulai dengan jatuhnya Baghdad dan berakhir pada permulaan masa Arab modern.
5.      Periode Modern, dimulai pada awal abad ke-19 Masehi dan berlangsung sampai sekarang ini.
Adanya Perbedaan istilah dalam penulisan periodesasi kesusastraan Arab seperti contoh di atas, merupakan suatu hal yang wajar, seperti yang dikemukakan Teeuw (1988: 311-317) bahwa penyebab perbedaan itu adalah empat pendekatan utama, yaitu:
1.      Mengacu pada perkembangan sejarah umum, politik atau budaya.
2.      Mengacu pada karya atau tokoh agung atau gabungan dari kedua hal tersebut.
3.      Mengacu pada motif atau tema yang terdapat dalam karya sepanjang zaman.
4.      Mengacu pada asal-usul karya sastra.

C. Pembagian Kesusastraan Arab
Secara garis besar, kesusastraan Arab di bagi menjadi dua bagian, yaitu prosa (an-Natsr) dan puisi (syi'r). Prosa terdiri atas beberapa bagian, yaitu: kisah (Qishshah), peribahasa (amtsal) atau kata-kata mutiara (al-hikam), sejarah (tarikh) atau riwayat (sirah), dan karya ilmiah (abhats 'ilmiyyah).
Kisah (Qishshah) adalah cerita tentang berbagai hal, baik yang bersifat realistis maupun fiktif, yang disusun menurut urutan penyajian yang logis dan menarik. Kisah terdiri dari 4 macam yaitu:
1.      Riwayat adalah yaitu cerita panjang yang didasarkan atas kenyataan yang terjadi dalam masyarakat.
2.      Hikayat, yaitu cerita yang mungkin didasarkan atas fakta maupun rekaan (fiksi).
3.      Qishah qasirah, yaitu cerita pendek.
4.      Uqsusah, yaitu cerita yang lebih pendek daripada Qishah qasirah.
Kisah berkembang menurut zamannya. Pada masa jahiliyyah, yang berkembang adalah kisah mengenai berbagai hal yang berkenaan dengan kehidupan suku Badui, adapt, dan sifat-sifat mereka. Pada masa Islam, yang berkembang ialah kisah-kisah keagamaan, seperti cerita para nabi dan rasul yang bersumber dari kitab Taurat, Injil dan al-Qur'an. Kisah yang berkembang pada masa Abbasiyyah tidak hanya terbatas pada cerita keagamaan, tetapi sudah berkaitan dengan hal-hal lain yang lebih luas, seperti kisah filsafat.
Adapun pada masa modern, kisah berkembang lebih pesat lagi, karena perkembangan hubungan antara Islam dan peradaban-peradaban lain yang ada di dunia Barat. Kisah yang berkembang pada masa ini adalah cerita panjang yang bersambung. Missalnya Muntakhabat ar-Riwayat (cerita-cerita plihan) oleh Iskandar Kurku, Riwayah Zainab oleh Muhammad Husein Haikal (1888-1956), al-Khiyam fi Rubu' asy-Syam oleh Salim Bustani (1848-1884), Kifah Tayyibah (perjuangan terpuji) oleh Naguib Mahfudz (1912-?), dan al-Ajnihah al-Mutakassirah (sayap-sayap patah) oleh Gibran Khalil Gibran (1883-1931).
Peribahasa (amtsal) dan Kata-Kata Mutiara (al-hikam) adalah ungkapan-ungkapan singkat yang bertujuan memberikan pengarahan dan bimbingan untuk pembinaan kepribadian dan akhlak. Amtsal dan al-Hikam pada Masa Jahiliyyah lebih mengggambarkan bangsa Arab yang hidup dalam keadaan yang penuh dengan kefanatikan terhadap kelompok dan suku. Pencipta amtsal dan al-Hikam yang terkenal pada masa ini adalah Aksam bin Saifi at-Tamimi, Qus bin Sa'idah al-Iyadi, dan Zuhair bin Abi Sulma.
Amtsal dan al-Hikam pada masa Islam lebih menekankan pada hal-hal yang bersifat religius serta berdasarkan pada al-Qur'an dan hadits. Tokoh yang terkenal pada masa ini ialah Ali bin Abi Talib dengan karyanya Nahj al-Balaghah. Adapun Amtsal dan al-Hikam pada masa Abbasiyah dan setelahnya lebih menggambarkan hal-hal yang berhubungan dengan filsafat sosial dan akhlak. Tokoh yang terkenal pada masa ini adalah Ibnu al-Muqaffa (720-756).
Sejarah (tarikh) atau Riwayat (sirah), mencakup sejarah beberapa negeri dan kisah perjalanan yang dilakukan oleh para tokoh terkenal. Karya sastra terkenal dibidang ini, antara lain: Mu'jam al-Buldan (Ensiklopedi Kota dan Negara) oleh Yaqut ar-Rumi (1179-1229), Tarikh al-Hindi (Sejarah India) oleh al-Biruni (w. 448 H/1048 M), Tuhfah an-Nazzar fi Gara'ib Amsar wa 'Aja'ib al-Asfar (Persembahan Seorang Pengamat tentang Negeri-Negeri Asing dan Perjalanan Yang Menakjubkan) oleh Ibnu Batutah, Zakha'ir al-'Ulum wa Ma Kana fi Salif ad-Duhur (Perbendaharaan Ilmu dan Peristiwa Masa Lalu) oleh Abu Hasan Ali bin Husein bin Ali al-Mas'udi (w. 956), dan Muluk al-'Arab (Raja-raja Arab) oleh Amin ar-Raihan (1876-1940).
Karya Ilmiah (abhats 'ilmiyyah) adalah mencakup berbagai bidang ilmu. Karya-karya terkenal yang berkenaan dengan kajian ini ialah KItab al-Hayawan (Buku tentang Hewan) dan Kitab al-Bukhhala (Buku tentang Orang Bakhil) oleh al-Jahiz (w. 225 H/869 M), 'Aja'ib al-Makhluqat wa Gara'ib al-Maujudat (Makhluk-Makhluk Yang Menakjubkan dan Benda-benda Yang Aneh) dan Asar al-Bilad wa Akhbar al-'Ibad (Peninggalan Negeri-Negeri dan Berita Tentang Manusia) oleh Abu Yahya Zakaria bin Muhammad al-Qazwaini (1208-1283), dan Sirr an-Najah (Rahasia Kesuksesan), dan Siyar al-Abtal wa al-Qudama al-'Uzama (Sejarah Para Pahlawan dan Pembesar-Pembesar Terdahulu) oleh Ya'qub Sarruf (1852-1928).
Adapun puisi (Syi'r) terbagi atas dua bagian, yaitu asy-Syi'r al-Ginai dan asy-Syi'r al-Hikami atau asy-Syi'r at-Ta'limi. Asy-Syi'r al-Ginai merupakan puisi hiburan yang berisi ungkapan perasaan sang penyair. Puisi ini terdiri atas tiga bagian, yaitu:
1.      Asy-Syi'r al-Wijdani, adalah  puisi yang mengungkapkan perasaan penyair, seperti gembira, suka cita, dan berita. Para penyair yang dipandang sebagai tokoh dalam puisi jenis ini adalah Abu Firas al-Hamdani (932-968) dengan kumpulan puisinya yang terkenal Diwan Abi Firas yang diterbitkan pertama kali tahun 1873, dan al-Mutanabbi yang terkenal dengan kumpulan puisinya Diwan al-Mutanabbi.
2.      Asy-Syi'r al-Ratsai, adalah puisi hiburan yang diungkapkan oleh penyair ketika meratapi seseorang yang telah meninggal. Di antara sastrawan yang dianggap tokoh dalam puisi jenis ini adalah al-Muahhil (w. 531) dengan kumpulan puisinya yang terkenal Ratsa'uh li Akhihi Kulaib (Ratapannya kepada Saudaranya Kulaib), dan Abu Jazrah Jarir bin Atiyah (653-7330 dengan kumpulan puisinya yang terkenal Diwan Jarir fi al-Madh wa ar-Ratsa (Kumpulan Puisi Jarir tentang Sanjungan dan Ratapan).
3.      Asy-Syi'r al-Fakhr, adalah puisi yang menyanjung kebesaran dan keperkasaan seseorang atau kelompok tertentu. Yang dianggap sebagai tokoh dalam jenis puisi ini ialah Antarah bin Syaddad (w. 615) dengan kumpulan puisinya yang terkenal Diwan 'Antarah fi al-Fakhr wa al-Hamasah wa al-Gazal (Kumpulan Puisi Antara Tentang Kebanggaan, Semangat, dan Sajungan).
Adapun asy-Syi'r al-Hikami atau asy-Syi'r at-Ta'limi adalah puisi yang berisikan pendidikan atau pengajaran. Yang dianggap tokoh dalam jenis puisi ini ialah Zuhair bin Abi Sulma (530-627) dengan karyanya al-Hauliyyat, Labib bin Rabi'ah (560-661) yang terkenal dengan karyanya Hikmah ar-Ratsa (Mutiara-Mutiara Ratapan), Addi bin Zaid (w. 604) yang terkenal dengan puisi Hikam (Kata-Kata Mutiara) dan Zuhdiyyat (Kezuhudan), Abu al-'Ala al-Ma'arri (973-1058) yang terkenal dengan karyanya al-Luzumiyyat (Kebutuhan) dan Risalah al-GufranLamiyah ibn al-Wardi (Ratapan Ibnu al-Wardi), dan Nasif al-Yaziji (1800-1871) dengan puisinya yang terkenal Diwan Syi'r Nasif. (Risalah Pengampunan), Ibnu al-Wardi (1290-1349) dengan karyanya yang terkenal 
Pada masa modern, penyair yang terkenal dalam jenis puisi ini adalah Ahmad Syauqi (1868-1932) dengan karyanya yang terkenal asy-Syauqiyyat (Puisi-Puisi Syauqi), dan Muhammad Hafiz Ibrahim (1872-1932) dengan kumpulan puisinya Diwan Hafiz Ibrahim (Kumpulan Puisi Hafiz Ibrahim).

BAB III
PENUTUP
Dari pembahasan di atas kita telah mengetahui ta'rif, periodesasi, dan pembagian satra Arab meskipun hanya sekilas. Namun kita dapat menyimpulkan bahwa sastra yaitu setiap kegiatan yang bersifat kreatif, imajinatif dan mengandung pesan yang bersifat relatif. Adapun pembagian satra Arab secara umum terbagi menjadi dua bagian, yaitu asy-Syi'r (puisi) dan an-Nastr (prosa) yang keduanya mempunyai bagian lagi. Untuk menambah pembendaharaan pengetahuan, kita dapat mencari dan membaca sumber-sumber lain yang berhubungan dengan sastra, baik sastra secara umum maupun secara khusus.

qosidah

Pengertian Qosidah
1. bahasa Arab: "قصيدة" yang artinya lantunan puji-pujian terhadap nabi dan tuhan.
2. bahasa Persia: قصیده atau چكامه dibaca: chakameh yang artinya lantunan syair .
3. bahasa inggris :
Kosidah secara bahasa dapat diartikan sebagai bentuk syair kesusastraan Arab yang dinyanyikan dalam bentuk lagu dan ragam alat musik pada bangsa arab saat itu. Penyanyi menyanyikan lirik berisi puji-pujian ( dakwah keagamaan dan satire) untuk kaum muslim. Namun jika dilihat dari segi tradisi arab maka kosidah dapat diartikan sebagai suatu iringan lagu yang datang mengiringi kedatangan pemimpin. Kosidah juga diartikan pula sebagai suatu syair puisi yang mengandung makna sihir dan mantra-mantra
B. Perkembangan Qosidah di indonesia
Perkembangan qosidah banyak mengalami perkembangan tetapi perkembangan tersebut berbeda beda tergantung wilayah dan waktu dari kosidah tersebut. Sebagai contoh perkembangan kosidah di indonesia.Pada saat awal permulaan di pakai di indonesia, qosidah merupakan syair-syair sanjungan terhadap tuhan yang dinyanyikan dalam bait yang bersajak mirip dengan puisi dan pantun yaitu a a a a atau ab ab.
Namun jika dilihat dari segi sejarah kosidah itu berkembang, maka ini menyangkut masalah perdagangan antar benua pada sekitar abad 8 masehi. Qosidah berkembang di indonesia karena dibawa oleh para pedagang arab, gujarat, dan persia. Maka tak heran kalau syair yang sering dipakai adalah berupa bahasa arab. Pada mulanya qosidah hanya dipakai sebagai music penghibur para pedagang timur tengah tersebut. Namun, seiring berjalannya waktu dan bersamaan dengan masuknya islam di indonesia maka qosidah pun menjadi semakain berkembang. Ini terbukti dari dipakainya qosidah secara apacela atau berkelompok dalam suatu acara kesultanan di aceh yang telah dilaksankan secara turun temurun. Menurut catatan ibnu batutah, seorang penjelajah dari maroko ”indonesia merupakan salah satu tempat berkembangnya seni yang mempunyai banyak jenis, corak dan kebudayaan. Salah satu kesenianya adalah seni music islam yang di iringi dengan alat music berupa gendang”. Perlu di garis bawahi bahwa alat music berupa gendang merupakan alat music mayoritas dari qosidah.
C. Alat music qosidah
Alat music yang seringa di gunakan dalam kesenian qosidah adalah rebana. Rebana merupakan alat music berupa gendang kecil berbentuk bulat dan pipih yang terbuat dari kayu berlapiskan kulit dari binatang seperti sapi, kambing dan lain-lain. Namun selain dari kulit binatang ada juga rebana yang terbuat dari material biatan dan kulit gendang tersebut di ganti dengan sebuah plastik kaku yang sering di sebut perkusi modern.
Perbedaan dari kedua alat ini terletak pada bunyi dan cara memegangnya. Jika rebana atau alat musik perkusi berbunyi meninggalkan dengung dan di pegang dengan tangan sedangkan alat music perkusi modern ini berbunyi nyaring dan dibawa atau dimaikan dengan cara di gantung bahu sang penabuh.
Alat musik rebana selain berukuran kecil ada juga yang berukuran besar. Rebana ubi banyak di pakai sebagai pelengkap rebana namun karena ukuranya yang cukup besar, maka rebana ini hanya di pakai pada acara adat tertentu. Diameter rebana ubi yang paling kecil adalah 40 cm, sedangkan tinggi nya bisa mencapai 2 meter. Rebana ubi ini dipakain dengan cara digantung atau diletakan diatas lantai. Pada asal mula pemakaian rebana ubi ini sebenarnya bertujuan sebagai pengumuman berita seperti pernikahan, khitanan, dan sebagainya. Namun kemudian di jadikan pelengkap qosidah.
D. Pembagian qosidah menurut jenisnya
Qosidah yang ada dan kita kenal dalam masyarakat ternyata hanyalah bagian dari qosidah itu sendiri. Qosidah yang sering kita dengar adalah qosidah modern. Sedangkan jenis qosidah dibagi menjadi 4 (berdasarkan pengamatan Admin Sari) yaitu :
  1. QOSIDAH ASLI
Qosidah asli merupakan qosidah tanpa percampuran dari unsur wilayah tersebut. Dengan kata lain qosidah ini masih asli. Qosidah asli biasanya mempunyai ciri :
a. Syair masih dalam bahasa arab.
b. Syair di ambil dari kisah kisah para nabi dan sahabat.
c. Biasanya berisi puji-pujian atau satire.
d. Syair biasanya bersajak ab-ab atau aa-aa.
e. Dibawakan secara bersama-sama dengan rebana.
  1. QOSIDAH MODERN
Qosidah modern merupakan qosidah hasil percampuran unsur budaya setempat. Qosidah modern memakai bahasa indonesia atau bahasa setempat di mana qosidah tersebut berada. Pengguanaan qosidah modern ini biasanya di iringi oleh rebana plus alat music modern seperti keyboard dan juga gitar. Berikut ciri-ciri qosidah modern di indonesia.
a. Syair biasanya merupakan baghasa arab yang di lengkapi bahasa indonesia atau seluruhnya bahasa indonesia.
b. Biasanya di iringi dengan alat musik rebana dan dilengkapialat musik modern modern seperti keyboard, biola,flute dll.
c. Biasanya dibawakan dengan gerakan-gerakan.
Group qosidah dan juga band yang mengaplikasikan qosidah modern ini diantaranya adalah group qosidah : Nasida ria, bimbo, koes plus dan AKA.
  1. NASYID
Nasyid adalah salah satu seni Islam dalam bidang seni suara.Biasanya merupakan nyanyian yang bercorak Islam dan mengandungi kata-kata nasihat, kisah para nabi, memuji Allah, dan yang sejenisnya. Biasanya nasyid dinyanyikan secara acappela dengan hanya diiringi gendang. Metode ini muncul karena banyak ulama Islam yang melarang penggunaan alat musik kecuali alat musik perkusi.
Namun sejalan dengan perkembangan nasyid, alat musik yang di gunakan tidak hanya gendang melainkan juga seperti qosidah modern maka alat musik yang dipakai ada yang tradisional dan juga modern seperti suling dan keyboard.
Nasyid dipercaya sudah ada sejak zaman nabi yang di mainkan dengan gendang dan lagu yang terkenal yaitu Tola’a Badru. Nasyid kemudian berkembang sesuai dengan perkembangan zaman itu. Misyalnya nasyid di timur tengah yang banyak melakukan perawanan terhadap imperialisme israel maka nuansa nasyidnya banyak dipengaruhi oleh situasi politik saat itu. Nasyid mulai masuk di indonesia pada era tahun 80-an. Perkembangannya dimulai oleh para aktivis islam yang menjadi mahasiswa di kampus kampus. Pada mulanya nasyid ini dibawakan dengan bahasa arab denagn tema syahid dan jihad. Tetapi seiring berkembngnya zaman maka nasyid berkembang memakai bahasa indonesia dengan tema yang lebih luas yaitu mencakup kehidupan sosial dan seluruh aktivitas sehari-hari.
Kelompok nasyid yang muncul di indonesia merupakan kelompok nasyid yang menganut konsep nasyid campuran yaitu nasyid yang menggunakan bahasa arab dan indonesia dengan tema bebas. Ada pula nasyid dengan konsep generasi muda seperti : Snada, Izzatul islam, qatrunada, suara persaudaraan, justice voice dan lain-lain.
Ada juga kelompok nasyid dari luar negeri yang meriis album dan telah terkenal. Diantaranya adalah :
a. Native Deen dari Amerika Serikat
b. Zain Bhikha Dari Afrika Selatan
c. Dawud Wharnsby Ali Dari Kanada
d. Soldier Of Allah Dari Amerika Serikat
e. Raihan (Kelompok Nasyid Ini Berasal Dari Malaysia Namun Cukup Di Kenal Di Indonesia)
f. Rabbani Dari Malaysia
g. Brothers Dari Malaysia
h. Al-Afasy Dari Kuwait

Periodesasi Sejarah Sastra Arab


Berbicara mengenai periodesasi kesusastraan Arab, seringkali kita dibuat bingung dengan adanya perbedaan penulisan periodesasi yang ditulis masing-masing penulis sejarah kesusastraan Arab, baik dari segi peristilahannya maupun dari segi waktunya.
Pada umumnya, periodesasi kesusastraan dibagi sesuai dengan perubahan politik. Sastra dianggap sangat tergantung pada revolusi sosial atau politik suatu negara dan permasalahan menentukan periode diberikan pada sejarawan politik dan sosial, dan pembagian sejarah yang ditentukan oleh mereka  itu biasanya diterima begitu saja tanpa dipertanyakan lagi (Wellek, 1989:354). Penentuan mulainya atau berakhirnya masa setiap periodesasi hanyalah perkiraan, tidak dapat ditentukan dengan pasti, dan biasanya untuk mengetahui perubahan dalam sastra itu biasanya akibat perubahan sosial dan politik (Jami'at, 1993:18). Di bawah ini akan dipaparkan bentuk penulisan periodesasi yang dilakukan oleh para ahli kesusastraan Arab, antara lain:
Hana al-Fakhuriyyah membaginya ke dalam lima periodesasi, yaitu:
1.      Periode Jahiliyyah, perkembangan kesusastraan Arab pada masa ini dibagi atas dua bagian, yaitu masa sebelum abad ke-5, dan masa sesudah abad ke-5 sampai dengan Hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah (1 H/622 M).
2.      Periode Islam, perkembangan kesusastraan Arab pada masa ini berlangsung sejak tahun 1 H/622 M hinggga 132 H/750 M, yang meliputi: masa Nabi Muhammad SAW dan Khalifah ar-Rasyidin (1-40 H/662-661 M), dan masa Bani Umayyah (41-132 H/661-750 M).
3.      Periode Abbasiyah, perkembangan kesusastraan Arab pada masa ini berlangsung sejak 132 H/750 M sampai 656 H/1258 M.
4.      Periode kemunduran kesusastraan Arab (656-1213 H/1258-1798 M), periode ini di mulai sejak Baghdad jatuh ke tangan Hulagu Khan, pemimpin bangsa Mongol, pada tahun 1258 M, sampai Mesir dikuasai oleh Muhammad Ali Pasya (1220 H/1805 M).
5.      Periode kebangkitan kembali kesusastraan Arab; periode kebangkitan ini dimulai dari masa pemerintahan Ali Pasya (1220 H/1805 M) hingga masa sekarang.

Adapun Muhammad Sa'id dan Ahmad Kahil (1953: 5-6) membagi periodesasi kesusastraan Arab ke dalam enama periode sebagai berikut:
1.      Periode Jahiliyyah, dimulai sekitar satu tengah abad sebelum kedatangan Islam sekitar dan berakhir sampai kedatangan Islam.
2.      Periode permulaan Islam (shadrul Islam); dimulai sejak kedatangan Islam dan berakhir sampai kejatuhan Daulah Umayyah tahun 132 H.
3.      Periode Abbasiyah I, dimulai sejak berdirinya Daulah Abbasiyah tahun 132 H dan berakhir sampai banyak berdirinya daulah-daulah atau negara-negara bagian pada tahun 334 H.
4.      Periode Abbasiyah II, dimulai sejak berdirinya daulah-daulah dalam pemerintahan Abbasiyah dan berakhir dengan jatuhnya Baghdad di tangan bangsa Tartar atau Mongol pada tahun 656 H.
5.      Periode Turki, dimulai sejak jatuhnya Baghdad di tangan bangsa Mongol dan berakhir dengan datangnya kebangkitan modern sekitar tahun 1230 H.
6.      Periode Modern, dimulai sejak datangnya kebangkitan modern sampai sekarang.

Sedangkan Ahmad Al-Iskandi dan Mustafa Anani dalam Al-Wasit Al-Adab Al-Arobiyah Wa Tarikhihi (1916:10) membagi periodesasi kesusastraan Arab ke dalam lima periode, yaitu:
1.      Periode Jahiliyah, periode ini berakhir dengan datangnya agama Islam, dan rentang waktunya sekitar 150 tahun.
2.      Periode permulaan Islam atau shadrul Islam, di dalamnya termasuk juga periode Bani Umayyah, yakni dimulai dengan datangnya Islam dan berakhir dengan berdirinya Daulah Bani Abbas pada tahun 132 H.
3.      Periode Bani Abbas, dimulai dengan berdirinya dinasti mereka dan berakhir dengan jatuhnya Bagdad di tangan bangsa Tartar pada tahun 656 H.
4.      Periode dinasti-dinasti yang berada di bawah kekuasaan orang-orang Turki, di mulai dengan jatuhnya Baghdad dan berakhir pada permulaan masa Arab modern.
5.      Periode Modern, dimulai pada awal abad ke-19 Masehi dan berlangsung sampai sekarang ini.

Adanya Perbedaan istilah dalam penulisan periodesasi kesusastraan Arab seperti dua contoh di atas, merupakan suatu hal yang wajar, seperti yang dikemukakan Teeuw (1988: 311-317) bahwa perbedaan itu disebabkan empat pendekatan utama, yaitu:
1.      Mengacu pada perkembangan sejarah umum, politik atau budaya.
2.      Mengacu pada karya atau tokoh agung atau gabungan dari kedua hal tersebut.
3.      Mengacu pada motif atau tema yang terdapat dalam karya sepanjang zaman.
4.      Mengacu pada asal-usul karya sastra.

Review Novel Hati Suhita

KETEGUHAN HATI WANITA REVIEW NOVEL HATI SUHITA Judul: Hati Suhita Penulis: Khilma Anis Editor: Akhiriyati Sundari Penyunting:...