BAB I
PENDAHULUAN
Sabagaimana
yang kita ketahui, kita telah mengenal yang namanya teori sastra,
secara otomatis jika ada teori sastra, maka ada yang namanya sastra,
yang menjadi objek kajian teori tersebut.
Oleh karena itu pada makalah ini akan membahas tentang sastra, dari
mulai ta'rif (definisi) nya, sejarah, dan jenis-jenis sastra. Namun yang
dibahas disina lebih dispesifikkan kepada sastra Arab.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Adab dari Masa ke Masa
Dalam
sejarah kesusastraan Arab kata "Adab" mengalami perkembangan yang cukup
panjang. Perkembangan kata "Adab" sejalan dengan perkembangan kehidupan
bangsa Arab. Pengambilan kata itu dari masyarakat Arab Badui sampai
masyarakat Arab perkotaan yang telah mempunyai peradaban. Mengenai
maknanya, kata "Adab" terdapat banyak perbedaan, dan perbedaan makna
itu sangat dekat dengan makna aslinya. Perubahan itu diketahui sampai
sekarang melalui perkataan-perkataan dan tulisan-tulisan.
Kata "Adab" pada zaman Jahiliyyah berarti "الدعوة إلى الطعام "
(mengajak makan atau undangan ke perjamuan makan), dan arti ini sudah
jarang digunakan, kecuali pada kata "Ma'dubah" dari akar kata yang sama
yaitu "Adab". Kata "Ma'dubah" berarti jamuan atau hidangan, dengan kata
kerja "Adaba-ya'dibu" yang berarti menjamu atau menghidangkan makanan.
Sebagaimana yang terdapat dalam perkataan Tharafah bin Abdul Bakri
al-Wa'illi:
نحن فى المشتاة ندعو الجفلى ¤ لا ترى الآدب فينا ينتفر
"Pada
musim paceklik (musim kesulitan pangan), kami mengundang orang-orang ke
perjamuan makan, dan engkau tidak akan melihat para penjamu dari
kalangan kami memilih-milih orang yang diundang"
Kata
"Adab" juga digunakan dalam arti "prilaku yang terpuji atau terhormat
dan sifat\sifat yang mulia" seperti yang terdapat di dalam dialoq antara
‘Atabah dengan Hindun, puterinya. ‘Atabah berkata kepada puterinya
tentang Abu Sufyan yang datang melamarnya:
"... .بدر أرومته وعزّ عشيرته يؤدب أهله ولا يؤدبونه..."
"....
Asal-usulnya mulia, keluarganya terhormat, dia sopan dan hormat kepada
keluarganya, meski diantara keluarganya ada yang tidak
menghormatinya....".
Akhirnya Hindun pun setuju menikah dengan Abu Sufyan sambil berkata:
"إنى لأخلاق هذا لوامقة, وإنى له الموافقة, وسآخذه بأدب البعل مع لزوم قبتى وقلة تلفتى..."
"Sungguh,
aku benar-benar menyukai akhlak dan perilaku yang demikian, dan aku
setuju menikah dengannya dan akan kujadikan ia suami yang dihormati, dan
dengan kesetiaan aku akan selalu berada di rumah, dan tidak akan
berselingkuh dibelakangnya".
Seperti
yang dikemukakan oleh Bakalla (1984:34-36) bahwa pada zaman Pemulaan
Islam, ketika agama Islam datang dengan membawa ajaran-ajaranya yang
menyeru kepada akhlak mulia, maka kata "Adab" berarti "الدعوة إلى المحامد ومكارم الأخلاق"
(ajakan untuk memuji dan berakhlak baik), dan juga mempunyai arti
at-Tahdzib (pendidikan atau pengajaran), dan al-Khulqu (budi pekerti),
seperti yang disabdakan oleh Nabi Muhammad Saw:
"أدبنى ربّى فأحسن تأديبى..."
"Tuhanku telah mendidikku, maka baiklah pendidikanku/akhlak"
Beliau SAW juga bersabda:
"إن هذا القرآن مأدبة الله فى الأرض فتعلموا من مأدبته"
"Sesungguhnya
Al-Qur'an ini adalah sumber peradaban Allah di muka bumi, oleh karena
itu belajarlah kalian pada sumber peradaban-Nya"
Umar bin Khattab berkata kepada puteranya:
"يا بنى انسب نفسك تصل رحمك, واحفظ محاسن الشعر يحسن أدبك..."
"Wahai
anakku, nisbatkanlah (hubungkanlah silsilah keturunan) dirimu, niscaya
akan bersambung hubungan dengan keluargamu, dan hafalkanlah puisi-puisi
indah, niscaya akan menjadi lembut budi pekertimu"
Pada
zaman Umayyah, kata Adab mempunyai arti at-Ta'lim (pengajaran),
sehingga dari kata itu lahir kata turunan al-Mu'addibun yaitu sebutan
bagi orang-orang yang masa itu bertugas memberikan pelajaran tentang
puisi, khutbah, sejarah orang-orang Arab, mulai dari keturunan mereka
sampai pada peristiwa-peristiwa yang mereka alami di zaman Jahiliyyah
dan zaman permulaan Islam kepada putera-putera khalifah.
Sementara
pada zaman Abbasiyyah yang terkenal dengan zaman kebangkitan ilmu
pengetahuan, kata Adab mempunyai arti at-Tahdzibu wa at-Ta'liimu ma'an
(pendidikan sekaligus pengajaran), atau berarti semua ilmu pengetahuan
yang dihasilkan umat manusia dan juga tata cara yang perlu diikuti dalam
suatu disiplin tertentu. Arti "Adab" pada masa ini lebih mengacu pada
kebudayaan. Seperti yang pernah ditulis oleh Ibn al-Muqaffa (wafat 142
H.) dalam bukunya yang berhudul al-Adab al-Kabir yang berisikan
kumpulan-kumpulan surat-surat panjang Ibn al-Muqaffa' yang terbagi
menjadi dua bagian yaitu khusus mengenai sultan, politik, dan
pemerintahannya, dan yang berhubungan dengan persahabatan dan
sejenisnya. Dan al-Adab al-Shaqir yang berisikan surat-surat pendek Ibn
al-Muqaffa' yang berisi kumpulan wasiat mengenai budi pekerti,
kemasyarakatan, dan mengenai apa yang harus dipersiapkan oleh manusia
dalam kehidupannya seperti bagaimana bergaul dengan atasan, bawahan, dan
sesamanya. Selain itu, kata "Adab" telah meluas artinya dan sering
diterapkan pada puisi, prosa, peribahasa, dan balaghah, juga diterapkan
pada bidang ilmu nahwu, sharf, ushul, dan sebagainya.
Pada
Abad ke-4 H, kata "Adab" semakin memiliki arti yang luas, sehingga
terkadang dari kata itu difahami sebagai segala sesuatu yang
keberadaannya mengandung nilai pendidikan, peningkatan intelektual dan
moral manusia baik dari segi sosial maupun budaya, serta pembentukan
seseorang menjadi cemerlang, memiliki keistimewaan yang cocok bagi
penampilan figur kelas elit dalam kehidupan intelektul sekaligus
kehidupan material. Kata "Adiib" yang berarti satrawan, mengarah kepada
makna yang kita sekarang dari kata "mutsaqqif" yang berarti budayawan
atau orang yang memiliki intelektual tinggi.
Seiring
dengan berkembangnya ilmu bahasa dan sastra, kata "Adab" mengandung
pengertian ungkapan-ungkapan yang indah, baik dalam bentuk puisi maupun
prosa, dan ungkapan-ungkapan yang memerlukan penafsiran dan penjelasan
yang bekenaan dengan segi-segi baik dan buruk yang terdapat didalamnya.
Makna "Adab" yang demikian itu, masih dapat difahami dan digunakan pada
masa sekarang (modern). Dari sini, kita dapat mengatakan bahwa kata
"Adab" memiliki dua makna yang berbeda. Pertama, kata "Adab" dalam
pengertian yang khusus berarti perkataan indah yang menimbulkan
kenikmaan seni dalam jiwa pembaca atau pendengarnya, baik perkataan itu
berbentuk puisi maupun prosa. Kedua, kata "Adab" dalam pengertian umum,
yaitu hasil cipta rasa akal yang dilukiskan dalam kata-kata yang ditulis
dalam buku-buku.
Sementara
itu, dalam referensi Barat disebutkan bahwa yang dimaksud dengan "Adab"
dalam pengertian literature adalah kumpulan peninggalan baik prosa atau
puisi yang terdapat pada bahasa dan bangsa tertentu dan mempunyai
keistimewaan dalam gaya dan idenya; Peninggalan yang berbentuk naskah
atau cetakan khusus yang terdapat dalam sebuah bahasa atau bangsa
tertentu; Semua tulisan yang membicarakan topik-topik tertentu; atau
sesuatu yang dihasilkan manusia dalam bentuk naskah atau cetakan,
seperti buku tentang ilmu Fikih, Nahwu, Sharf, filsafat, termasuk kata
"Adab" dalam pengertian umum, karena itu merupakan gambaran atau
konsepsi berbagai pengetahuan yang dihasilkan manusia, terlepas ketika
membacanya akan menimbulkan kenikmatan seni dalam diri kita atau tidak.[1]
Sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa sanskerta, yang berarti teks yang mengandung instruksi.[2]
Akar kata sas- berarti insturksi, mengarahkan, mengajarkan, atau
memberi petunjuk. Akhiran -tra biasanya menunjukkan alat atau sarana.
Sehingga kata sastra dapat diartikan alat untuk mengajar, buku petunjuk,
atau buku pengajaran. Adapun menurut Renne Wellek & Austin Warren, Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni.[3]
Begitu
banyak definisi tentang satra, sehingga sulit untuk menemukan titik
akhir dari definisi sastra. Namun dari definisi diatas setidaknya kita
dapat menyimpulkan bahwa sastra adalah suatu kegiatan yang bersifat
kreatif, imajinatif dan mengandung pesan yang bersifat relatif.
B. Periodesasi Sejarah Sastra Arab
Berbicara
mengenai periodesasi kesusastraan Arab, terdapat perbedaan, dan adanya
perbedaan penulisan periodesasi yang ditulis masing-masing penulis
sejarah kesusastraan Arab, baik dari segi peristilahannya maupun dari
segi waktunya ini seringkali membuat kita bingung.
Pada
umumnya, periodesasi kesusastraan dibagi sesuai dengan perubahan
politik. Sastra dianggap sangat tergantung pada revolusi sosial atau
politik suatu negara dan permasalahan menentukan periode diberikan pada
sejarawan politik dan sosial, dan pembagian sejarah yang ditentukan oleh
mereka itu biasanya diterima begitu saja tanpa dipertanyakan lagi.[4] Di bawah ini akan dipaparkan bentuk penulisan periodesasi yang dilakukan oleh para ahli kesusastraan Arab, antara lain:
Hana al-Fakhuriyyah membaginya ke dalam lima periodesasi, yaitu:
1. Periode
Jahiliyyah, perkembangan kesusastraan Arab pada masa ini dibagi atas
dua bagian, yaitu masa sebelum abad ke-5, dan masa sesudah abad ke-5
sampai dengan Hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah (1 H/622 M).
2. Periode
Islam, perkembangan kesusastraan Arab pada masa ini berlangsung sejak
tahun 1 H/622 M hinggga 132 H/750 M, yang meliputi: masa Nabi Muhammad
SAW dan Khalifah ar-Rasyidin (1-40 H/662-661 M), dan masa Bani Umayyah
(41-132 H/661-750 M).
3. Periode Abbasiyah, perkembangan kesusastraan Arab pada masa ini berlangsung sejak 132 H/750 M sampai 656 H/1258 M.
4. Periode
kemunduran kesusastraan Arab (656-1213 H/1258-1798 M), periode ini di
mulai sejak Baghdad jatuh ke tangan Hulagu Khan, pemimpin bangsa Mongol,
pada tahun 1258 M, sampai Mesir dikuasai oleh Muhammad Ali Pasya (1220
H/1805 M).
5. Periode
kebangkitan kembali kesusastraan Arab; periode kebangkitan ini dimulai
dari masa pemerintahan Ali Pasya (1220 H/1805 M) hingga masa sekarang.
Adapun Muhammad Sa'id dan Ahmad Kahil (1953: 5-6) membagi periodesasi kesusastraan Arab ke dalam enama periode sebagai berikut:
1. Periode Jahiliyyah, dimulai sekitar satu tengah abad sebelum kedatangan Islam sekitar dan berakhir sampai kedatangan Islam.
2. Periode
permulaan Islam (shadrul Islam); dimulai sejak kedatangan Islam dan
berakhir sampai kejatuhan Daulah Umayyah tahun 132 H.
3. Periode
Abbasiyah I, dimulai sejak berdirinya Daulah Abbasiyah tahun 132 H dan
berakhir sampai banyak berdirinya daulah-daulah atau negara-negara
bagian pada tahun 334 H.
4. Periode
Abbasiyah II, dimulai sejak berdirinya daulah-daulah dalam pemerintahan
Abbasiyah dan berakhir dengan jatuhnya Baghdad di tangan bangsa Tartar
atau Mongol pada tahun 656 H.
5. Periode
Turki, dimulai sejak jatuhnya Baghdad di tangan bangsa Mongol dan
berakhir dengan datangnya kebangkitan modern sekitar tahun 1230 H.
6. Periode Modern, dimulai sejak datangnya kebangkitan modern sampai sekarang.
Sedangkan Ahmad Al-Iskandari dan Mustafa Anani membagi periodesasi kesusastraan Arab ke dalam lima periode, yaitu:[5]
1. Periode Jahiliyah, periode ini berakhir dengan datangnya agama Islam, dan rentang waktunya sekitar 150 tahun.
2. Periode permulaan Islam atau shadrul Islam,
di dalamnya termasuk juga periode Bani Umayyah, yakni dimulai dengan
datangnya Islam dan berakhir dengan berdirinya Daulah Bani Abbas pada
tahun 132 H.
3. Periode Bani Abbas, dimulai dengan berdirinya dinasti mereka dan berakhir dengan jatuhnya Bagdad di tangan bangsa Tartar pada tahun 656 H.
4. Periode dinasti-dinasti yang berada di bawah kekuasaan orang-orang Turki, di mulai dengan jatuhnya Baghdad dan berakhir pada permulaan masa Arab modern.
5. Periode Modern, dimulai pada awal abad ke-19 Masehi dan berlangsung sampai sekarang ini.
Adanya
Perbedaan istilah dalam penulisan periodesasi kesusastraan Arab seperti
contoh di atas, merupakan suatu hal yang wajar, seperti yang
dikemukakan Teeuw (1988: 311-317) bahwa penyebab perbedaan itu adalah
empat pendekatan utama, yaitu:
1. Mengacu pada perkembangan sejarah umum, politik atau budaya.
2. Mengacu pada karya atau tokoh agung atau gabungan dari kedua hal tersebut.
3. Mengacu pada motif atau tema yang terdapat dalam karya sepanjang zaman.
4. Mengacu pada asal-usul karya sastra.
C. Pembagian Kesusastraan Arab
Secara
garis besar, kesusastraan Arab di bagi menjadi dua bagian, yaitu prosa
(an-Natsr) dan puisi (syi'r). Prosa terdiri atas beberapa bagian, yaitu:
kisah (Qishshah), peribahasa (amtsal) atau kata-kata mutiara
(al-hikam), sejarah (tarikh) atau riwayat (sirah), dan karya ilmiah
(abhats 'ilmiyyah).
Kisah
(Qishshah) adalah cerita tentang berbagai hal, baik yang bersifat
realistis maupun fiktif, yang disusun menurut urutan penyajian yang
logis dan menarik. Kisah terdiri dari 4 macam yaitu:
1. Riwayat adalah yaitu cerita panjang yang didasarkan atas kenyataan yang terjadi dalam masyarakat.
2. Hikayat, yaitu cerita yang mungkin didasarkan atas fakta maupun rekaan (fiksi).
3. Qishah qasirah, yaitu cerita pendek.
4. Uqsusah, yaitu cerita yang lebih pendek daripada Qishah qasirah.
Kisah
berkembang menurut zamannya. Pada masa jahiliyyah, yang berkembang
adalah kisah mengenai berbagai hal yang berkenaan dengan kehidupan suku
Badui, adapt, dan sifat-sifat mereka. Pada masa Islam, yang berkembang
ialah kisah-kisah keagamaan, seperti cerita para nabi dan rasul yang
bersumber dari kitab Taurat, Injil dan al-Qur'an. Kisah yang berkembang
pada masa Abbasiyyah tidak hanya terbatas pada cerita keagamaan, tetapi
sudah berkaitan dengan hal-hal lain yang lebih luas, seperti kisah
filsafat.
Adapun
pada masa modern, kisah berkembang lebih pesat lagi, karena
perkembangan hubungan antara Islam dan peradaban-peradaban lain yang ada
di dunia Barat. Kisah yang berkembang pada masa ini adalah cerita
panjang yang bersambung. Missalnya Muntakhabat ar-Riwayat (cerita-cerita
plihan) oleh Iskandar Kurku, Riwayah Zainab oleh Muhammad Husein Haikal
(1888-1956), al-Khiyam fi Rubu' asy-Syam oleh Salim Bustani
(1848-1884), Kifah Tayyibah (perjuangan terpuji) oleh Naguib Mahfudz
(1912-?), dan al-Ajnihah al-Mutakassirah (sayap-sayap patah) oleh Gibran
Khalil Gibran (1883-1931).
Peribahasa
(amtsal) dan Kata-Kata Mutiara (al-hikam) adalah ungkapan-ungkapan
singkat yang bertujuan memberikan pengarahan dan bimbingan untuk
pembinaan kepribadian dan akhlak. Amtsal dan al-Hikam pada Masa
Jahiliyyah lebih mengggambarkan bangsa Arab yang hidup dalam keadaan
yang penuh dengan kefanatikan terhadap kelompok dan suku. Pencipta
amtsal dan al-Hikam yang terkenal pada masa ini adalah Aksam bin Saifi
at-Tamimi, Qus bin Sa'idah al-Iyadi, dan Zuhair bin Abi Sulma.
Amtsal
dan al-Hikam pada masa Islam lebih menekankan pada hal-hal yang
bersifat religius serta berdasarkan pada al-Qur'an dan hadits. Tokoh
yang terkenal pada masa ini ialah Ali bin Abi Talib dengan karyanya Nahj
al-Balaghah. Adapun Amtsal dan al-Hikam pada masa Abbasiyah dan
setelahnya lebih menggambarkan hal-hal yang berhubungan dengan filsafat
sosial dan akhlak. Tokoh yang terkenal pada masa ini adalah Ibnu
al-Muqaffa (720-756).
Sejarah
(tarikh) atau Riwayat (sirah), mencakup sejarah beberapa negeri dan
kisah perjalanan yang dilakukan oleh para tokoh terkenal. Karya sastra
terkenal dibidang ini, antara lain: Mu'jam al-Buldan (Ensiklopedi Kota
dan Negara) oleh Yaqut ar-Rumi (1179-1229), Tarikh al-Hindi (Sejarah
India) oleh al-Biruni (w. 448 H/1048 M), Tuhfah an-Nazzar fi Gara'ib
Amsar wa 'Aja'ib al-Asfar (Persembahan Seorang Pengamat tentang
Negeri-Negeri Asing dan Perjalanan Yang Menakjubkan) oleh Ibnu Batutah,
Zakha'ir al-'Ulum wa Ma Kana fi Salif ad-Duhur (Perbendaharaan Ilmu dan
Peristiwa Masa Lalu) oleh Abu Hasan Ali bin Husein bin Ali al-Mas'udi
(w. 956), dan Muluk al-'Arab (Raja-raja Arab) oleh Amin ar-Raihan
(1876-1940).
Karya
Ilmiah (abhats 'ilmiyyah) adalah mencakup berbagai bidang ilmu.
Karya-karya terkenal yang berkenaan dengan kajian ini ialah KItab
al-Hayawan (Buku tentang Hewan) dan Kitab al-Bukhhala (Buku tentang
Orang Bakhil) oleh al-Jahiz (w. 225 H/869 M), 'Aja'ib al-Makhluqat wa
Gara'ib al-Maujudat (Makhluk-Makhluk Yang Menakjubkan dan Benda-benda
Yang Aneh) dan Asar al-Bilad wa Akhbar al-'Ibad (Peninggalan
Negeri-Negeri dan Berita Tentang Manusia) oleh Abu Yahya Zakaria bin
Muhammad al-Qazwaini (1208-1283), dan Sirr an-Najah (Rahasia
Kesuksesan), dan Siyar al-Abtal wa al-Qudama al-'Uzama (Sejarah Para
Pahlawan dan Pembesar-Pembesar Terdahulu) oleh Ya'qub Sarruf
(1852-1928).
Adapun
puisi (Syi'r) terbagi atas dua bagian, yaitu asy-Syi'r al-Ginai dan
asy-Syi'r al-Hikami atau asy-Syi'r at-Ta'limi. Asy-Syi'r al-Ginai
merupakan puisi hiburan yang berisi ungkapan perasaan sang penyair.
Puisi ini terdiri atas tiga bagian, yaitu:
1. Asy-Syi'r
al-Wijdani, adalah puisi yang mengungkapkan perasaan penyair, seperti
gembira, suka cita, dan berita. Para penyair yang dipandang sebagai
tokoh dalam puisi jenis ini adalah Abu Firas al-Hamdani (932-968) dengan
kumpulan puisinya yang terkenal Diwan Abi Firas yang diterbitkan
pertama kali tahun 1873, dan al-Mutanabbi yang terkenal dengan kumpulan
puisinya Diwan al-Mutanabbi.
2. Asy-Syi'r
al-Ratsai, adalah puisi hiburan yang diungkapkan oleh penyair ketika
meratapi seseorang yang telah meninggal. Di antara sastrawan yang
dianggap tokoh dalam puisi jenis ini adalah al-Muahhil (w. 531) dengan
kumpulan puisinya yang terkenal Ratsa'uh li Akhihi Kulaib (Ratapannya
kepada Saudaranya Kulaib), dan Abu Jazrah Jarir bin Atiyah (653-7330
dengan kumpulan puisinya yang terkenal Diwan Jarir fi al-Madh wa
ar-Ratsa (Kumpulan Puisi Jarir tentang Sanjungan dan Ratapan).
3. Asy-Syi'r
al-Fakhr, adalah puisi yang menyanjung kebesaran dan keperkasaan
seseorang atau kelompok tertentu. Yang dianggap sebagai tokoh dalam
jenis puisi ini ialah Antarah bin Syaddad (w. 615) dengan kumpulan
puisinya yang terkenal Diwan 'Antarah fi al-Fakhr wa al-Hamasah wa
al-Gazal (Kumpulan Puisi Antara Tentang Kebanggaan, Semangat, dan
Sajungan).
Adapun
asy-Syi'r al-Hikami atau asy-Syi'r at-Ta'limi adalah puisi yang
berisikan pendidikan atau pengajaran. Yang dianggap tokoh dalam jenis
puisi ini ialah Zuhair bin Abi Sulma (530-627) dengan karyanya
al-Hauliyyat, Labib bin Rabi'ah (560-661) yang terkenal dengan karyanya
Hikmah ar-Ratsa (Mutiara-Mutiara Ratapan), Addi bin Zaid (w. 604) yang
terkenal dengan puisi Hikam (Kata-Kata Mutiara) dan Zuhdiyyat
(Kezuhudan), Abu al-'Ala al-Ma'arri (973-1058) yang terkenal dengan
karyanya al-Luzumiyyat (Kebutuhan) dan Risalah al-GufranLamiyah ibn
al-Wardi (Ratapan Ibnu al-Wardi), dan Nasif al-Yaziji (1800-1871) dengan
puisinya yang terkenal Diwan Syi'r Nasif. (Risalah Pengampunan), Ibnu
al-Wardi (1290-1349) dengan karyanya yang terkenal
Pada
masa modern, penyair yang terkenal dalam jenis puisi ini adalah Ahmad
Syauqi (1868-1932) dengan karyanya yang terkenal asy-Syauqiyyat
(Puisi-Puisi Syauqi), dan Muhammad Hafiz Ibrahim (1872-1932) dengan
kumpulan puisinya Diwan Hafiz Ibrahim (Kumpulan Puisi Hafiz Ibrahim).
BAB III
PENUTUP
Dari
pembahasan di atas kita telah mengetahui ta'rif, periodesasi, dan
pembagian satra Arab meskipun hanya sekilas. Namun kita dapat
menyimpulkan bahwa sastra yaitu setiap kegiatan yang bersifat kreatif, imajinatif dan mengandung pesan yang bersifat relatif.
Adapun pembagian satra Arab secara umum terbagi menjadi dua bagian,
yaitu asy-Syi'r (puisi) dan an-Nastr (prosa) yang keduanya mempunyai
bagian lagi. Untuk menambah pembendaharaan pengetahuan, kita dapat
mencari dan membaca sumber-sumber lain yang berhubungan dengan sastra,
baik sastra secara umum maupun secara khusus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar