BAB I
PENDAHULUAN
Sabagaimana
 yang kita ketahui, kita telah mengenal yang namanya teori sastra, 
secara otomatis jika ada teori sastra, maka ada yang namanya sastra, 
yang menjadi objek kajian teori tersebut.
 Oleh karena itu pada makalah ini akan membahas tentang sastra, dari 
mulai ta'rif (definisi) nya, sejarah, dan jenis-jenis sastra. Namun yang
 dibahas disina lebih dispesifikkan kepada sastra Arab.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Adab dari Masa ke Masa
Dalam
 sejarah kesusastraan Arab kata "Adab" mengalami perkembangan yang cukup
 panjang. Perkembangan kata "Adab" sejalan dengan perkembangan kehidupan
 bangsa Arab. Pengambilan kata itu dari masyarakat Arab Badui sampai 
masyarakat Arab perkotaan yang telah mempunyai peradaban. Mengenai
 maknanya, kata "Adab" terdapat banyak perbedaan, dan perbedaan makna 
itu sangat dekat dengan makna aslinya. Perubahan itu diketahui sampai 
sekarang melalui perkataan-perkataan dan tulisan-tulisan.
Kata "Adab" pada zaman Jahiliyyah berarti "الدعوة إلى الطعام "
 (mengajak makan atau undangan ke perjamuan makan), dan arti ini sudah 
jarang digunakan, kecuali pada kata "Ma'dubah" dari akar kata yang sama 
yaitu "Adab". Kata "Ma'dubah" berarti jamuan atau hidangan, dengan kata 
kerja "Adaba-ya'dibu" yang berarti menjamu atau menghidangkan makanan. 
Sebagaimana yang terdapat dalam perkataan Tharafah bin Abdul Bakri 
al-Wa'illi:
نحن فى المشتاة ندعو الجفلى  ¤    لا ترى الآدب فينا ينتفر
"Pada
 musim paceklik (musim kesulitan pangan), kami mengundang orang-orang ke
 perjamuan makan, dan engkau tidak akan melihat para penjamu dari 
kalangan kami memilih-milih orang yang diundang"
Kata
 "Adab" juga digunakan dalam arti "prilaku yang terpuji atau terhormat 
dan sifat\sifat yang mulia" seperti yang terdapat di dalam dialoq antara
 ‘Atabah dengan Hindun, puterinya. ‘Atabah berkata kepada puterinya 
tentang Abu Sufyan yang datang melamarnya:
"... .بدر أرومته وعزّ عشيرته يؤدب أهله ولا يؤدبونه..."
"....
 Asal-usulnya mulia, keluarganya terhormat, dia sopan dan hormat kepada 
keluarganya, meski diantara keluarganya ada yang tidak 
menghormatinya....". 
Akhirnya Hindun pun setuju menikah dengan Abu Sufyan sambil berkata:
"إنى لأخلاق هذا لوامقة, وإنى له الموافقة, وسآخذه بأدب البعل مع لزوم قبتى وقلة تلفتى..." 
 "Sungguh,
 aku benar-benar menyukai akhlak dan perilaku yang demikian, dan aku 
setuju menikah dengannya dan akan kujadikan ia suami yang dihormati, dan
 dengan kesetiaan aku akan selalu berada di rumah, dan tidak akan 
berselingkuh dibelakangnya".   
Seperti
 yang dikemukakan oleh Bakalla (1984:34-36) bahwa pada zaman Pemulaan 
Islam, ketika agama Islam datang dengan membawa ajaran-ajaranya yang 
menyeru kepada akhlak mulia, maka kata "Adab" berarti "الدعوة إلى المحامد ومكارم الأخلاق"
 (ajakan untuk memuji dan berakhlak baik), dan juga mempunyai arti 
at-Tahdzib (pendidikan atau pengajaran), dan al-Khulqu (budi pekerti), 
seperti yang disabdakan oleh Nabi Muhammad Saw:
"أدبنى ربّى فأحسن تأديبى..."
"Tuhanku telah mendidikku, maka baiklah pendidikanku/akhlak"
Beliau SAW juga bersabda:
"إن هذا القرآن مأدبة الله فى الأرض فتعلموا من مأدبته"
"Sesungguhnya
 Al-Qur'an ini adalah sumber peradaban Allah di muka bumi, oleh karena 
itu belajarlah kalian pada sumber peradaban-Nya"
Umar bin Khattab berkata kepada puteranya:
"يا بنى انسب نفسك تصل رحمك, واحفظ محاسن الشعر يحسن أدبك..."
"Wahai
 anakku, nisbatkanlah (hubungkanlah silsilah keturunan) dirimu, niscaya 
akan bersambung hubungan dengan keluargamu, dan hafalkanlah puisi-puisi 
indah, niscaya akan menjadi lembut budi pekertimu" 
Pada
 zaman Umayyah, kata Adab mempunyai arti at-Ta'lim (pengajaran), 
sehingga dari kata itu lahir kata turunan al-Mu'addibun yaitu sebutan 
bagi orang-orang yang masa itu bertugas memberikan pelajaran tentang 
puisi, khutbah, sejarah orang-orang Arab, mulai dari keturunan mereka 
sampai pada peristiwa-peristiwa yang mereka alami di zaman Jahiliyyah 
dan zaman permulaan Islam kepada putera-putera khalifah.
Sementara
 pada zaman Abbasiyyah yang terkenal dengan zaman kebangkitan ilmu 
pengetahuan, kata Adab mempunyai arti at-Tahdzibu wa at-Ta'liimu ma'an 
(pendidikan sekaligus pengajaran), atau berarti semua ilmu pengetahuan 
yang dihasilkan umat manusia dan juga tata cara yang perlu diikuti dalam
 suatu disiplin tertentu. Arti "Adab" pada masa ini lebih mengacu pada 
kebudayaan. Seperti yang pernah ditulis oleh Ibn al-Muqaffa (wafat 142 
H.) dalam bukunya yang berhudul al-Adab al-Kabir yang berisikan 
kumpulan-kumpulan surat-surat panjang Ibn al-Muqaffa' yang terbagi 
menjadi dua bagian yaitu khusus mengenai sultan, politik, dan 
pemerintahannya, dan yang berhubungan dengan persahabatan dan 
sejenisnya. Dan al-Adab al-Shaqir yang berisikan surat-surat pendek Ibn 
al-Muqaffa' yang berisi kumpulan wasiat mengenai budi pekerti, 
kemasyarakatan, dan mengenai apa yang harus dipersiapkan oleh manusia 
dalam kehidupannya seperti bagaimana bergaul dengan atasan, bawahan, dan
 sesamanya. Selain itu, kata "Adab" telah meluas artinya dan sering 
diterapkan pada puisi, prosa, peribahasa, dan balaghah, juga diterapkan 
pada bidang ilmu nahwu, sharf, ushul, dan sebagainya.
Pada
 Abad ke-4 H, kata "Adab" semakin memiliki arti yang luas, sehingga 
terkadang dari kata itu difahami sebagai segala sesuatu yang 
keberadaannya mengandung nilai pendidikan, peningkatan intelektual dan 
moral manusia baik dari segi sosial maupun budaya, serta pembentukan 
seseorang menjadi cemerlang, memiliki keistimewaan yang cocok bagi 
penampilan figur kelas elit dalam kehidupan intelektul sekaligus 
kehidupan material.  Kata "Adiib" yang berarti satrawan, mengarah kepada
 makna yang kita sekarang dari kata "mutsaqqif" yang berarti budayawan 
atau orang yang memiliki intelektual tinggi.
Seiring
 dengan berkembangnya ilmu bahasa dan sastra, kata "Adab" mengandung 
pengertian ungkapan-ungkapan yang indah, baik dalam bentuk puisi maupun 
prosa, dan ungkapan-ungkapan yang memerlukan penafsiran dan penjelasan 
yang bekenaan dengan segi-segi baik dan buruk yang terdapat didalamnya. 
Makna "Adab" yang demikian itu, masih dapat difahami dan digunakan pada 
masa sekarang (modern). Dari sini, kita dapat mengatakan bahwa kata 
"Adab" memiliki dua makna yang berbeda. Pertama, kata "Adab" dalam 
pengertian yang khusus berarti perkataan indah yang menimbulkan 
kenikmaan seni dalam jiwa pembaca atau pendengarnya, baik perkataan itu 
berbentuk puisi maupun prosa. Kedua, kata "Adab" dalam pengertian umum, 
yaitu hasil cipta rasa akal yang dilukiskan dalam kata-kata yang ditulis
 dalam buku-buku.
Sementara
 itu, dalam referensi Barat disebutkan bahwa yang dimaksud dengan "Adab"
 dalam pengertian literature adalah kumpulan peninggalan baik prosa atau
 puisi yang terdapat pada bahasa dan bangsa tertentu dan mempunyai 
keistimewaan dalam gaya dan idenya; Peninggalan yang berbentuk naskah 
atau cetakan khusus yang terdapat dalam sebuah bahasa atau bangsa 
tertentu; Semua tulisan yang membicarakan topik-topik tertentu; atau 
sesuatu yang dihasilkan manusia dalam bentuk naskah atau cetakan, 
seperti buku tentang ilmu Fikih, Nahwu, Sharf, filsafat, termasuk kata 
"Adab" dalam pengertian umum, karena itu merupakan gambaran atau 
konsepsi berbagai pengetahuan yang dihasilkan manusia, terlepas ketika 
membacanya akan menimbulkan kenikmatan seni dalam diri kita atau tidak.[1]
Sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa sanskerta, yang berarti teks yang mengandung instruksi.[2]
 Akar kata sas- berarti insturksi, mengarahkan, mengajarkan, atau 
memberi petunjuk. Akhiran -tra biasanya menunjukkan alat atau sarana. 
Sehingga kata sastra dapat diartikan alat untuk mengajar, buku petunjuk,
 atau buku pengajaran. Adapun menurut Renne Wellek & Austin Warren, Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni.[3]
Begitu
 banyak definisi tentang satra, sehingga sulit untuk menemukan titik 
akhir dari definisi sastra. Namun dari definisi diatas setidaknya kita 
dapat menyimpulkan bahwa sastra adalah suatu kegiatan yang bersifat 
kreatif, imajinatif dan mengandung pesan yang bersifat relatif.
B. Periodesasi Sejarah Sastra Arab
Berbicara
 mengenai periodesasi kesusastraan Arab, terdapat perbedaan, dan adanya 
perbedaan penulisan periodesasi yang ditulis masing-masing penulis 
sejarah kesusastraan Arab, baik dari segi peristilahannya maupun dari 
segi waktunya ini seringkali membuat kita bingung. 
Pada
 umumnya, periodesasi kesusastraan dibagi sesuai dengan perubahan 
politik. Sastra dianggap sangat tergantung pada revolusi sosial atau 
politik suatu negara dan permasalahan menentukan periode diberikan pada 
sejarawan politik dan sosial, dan pembagian sejarah yang ditentukan oleh
 mereka  itu biasanya diterima begitu saja tanpa dipertanyakan lagi.[4] Di bawah ini akan dipaparkan bentuk penulisan periodesasi yang dilakukan oleh para ahli kesusastraan Arab, antara lain:
Hana al-Fakhuriyyah membaginya ke dalam lima periodesasi, yaitu:
1.      Periode
 Jahiliyyah, perkembangan kesusastraan Arab pada masa ini dibagi atas 
dua bagian, yaitu masa sebelum abad ke-5, dan masa sesudah abad ke-5 
sampai dengan Hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah (1 H/622 M).
2.      Periode
 Islam, perkembangan kesusastraan Arab pada masa ini berlangsung sejak 
tahun 1 H/622 M hinggga 132 H/750 M, yang meliputi: masa Nabi Muhammad 
SAW dan Khalifah ar-Rasyidin (1-40 H/662-661 M), dan masa Bani Umayyah 
(41-132 H/661-750 M).
3.      Periode Abbasiyah, perkembangan kesusastraan Arab pada masa ini berlangsung sejak 132 H/750 M sampai 656 H/1258 M.
4.      Periode
 kemunduran kesusastraan Arab (656-1213 H/1258-1798 M), periode ini di 
mulai sejak Baghdad jatuh ke tangan Hulagu Khan, pemimpin bangsa Mongol,
 pada tahun 1258 M, sampai Mesir dikuasai oleh Muhammad Ali Pasya (1220 
H/1805 M).
5.      Periode
 kebangkitan kembali kesusastraan Arab; periode kebangkitan ini dimulai 
dari masa pemerintahan Ali Pasya (1220 H/1805 M) hingga masa sekarang.
Adapun Muhammad Sa'id dan Ahmad Kahil (1953: 5-6) membagi periodesasi kesusastraan Arab ke dalam enama periode sebagai berikut:
1.      Periode Jahiliyyah, dimulai sekitar satu tengah abad sebelum kedatangan Islam sekitar dan berakhir sampai kedatangan Islam.
2.      Periode
 permulaan Islam (shadrul Islam); dimulai sejak kedatangan Islam dan 
berakhir sampai kejatuhan Daulah Umayyah tahun 132 H.
3.      Periode
 Abbasiyah I, dimulai sejak berdirinya Daulah Abbasiyah tahun 132 H dan 
berakhir sampai banyak berdirinya daulah-daulah atau negara-negara 
bagian pada tahun 334 H.
4.      Periode
 Abbasiyah II, dimulai sejak berdirinya daulah-daulah dalam pemerintahan
 Abbasiyah dan berakhir dengan jatuhnya Baghdad di tangan bangsa Tartar 
atau Mongol pada tahun 656 H.
5.      Periode
 Turki, dimulai sejak jatuhnya Baghdad di tangan bangsa Mongol dan 
berakhir dengan datangnya kebangkitan modern sekitar tahun 1230 H.
6.      Periode Modern, dimulai sejak datangnya kebangkitan modern sampai sekarang.
Sedangkan Ahmad Al-Iskandari dan Mustafa Anani  membagi periodesasi kesusastraan Arab ke dalam lima periode, yaitu:[5]
1.      Periode Jahiliyah, periode ini berakhir dengan datangnya agama Islam, dan rentang waktunya sekitar 150 tahun.
2.      Periode permulaan Islam atau shadrul Islam,
 di dalamnya termasuk juga periode Bani Umayyah, yakni dimulai dengan 
datangnya Islam dan berakhir dengan berdirinya Daulah Bani Abbas pada 
tahun 132 H.
3.      Periode Bani Abbas, dimulai dengan berdirinya dinasti mereka dan berakhir dengan jatuhnya Bagdad di tangan bangsa Tartar pada tahun 656 H.
4.      Periode dinasti-dinasti yang berada di bawah kekuasaan orang-orang Turki, di mulai dengan jatuhnya Baghdad dan berakhir pada permulaan masa Arab modern.
5.      Periode Modern, dimulai pada awal abad ke-19 Masehi dan berlangsung sampai sekarang ini.
Adanya
 Perbedaan istilah dalam penulisan periodesasi kesusastraan Arab seperti
 contoh di atas, merupakan suatu hal yang wajar, seperti yang 
dikemukakan Teeuw (1988: 311-317) bahwa penyebab perbedaan itu adalah 
empat pendekatan utama, yaitu:
1.      Mengacu pada perkembangan sejarah umum, politik atau budaya.
2.      Mengacu pada karya atau tokoh agung atau gabungan dari kedua hal tersebut.
3.      Mengacu pada motif atau tema yang terdapat dalam karya sepanjang zaman.
4.      Mengacu pada asal-usul karya sastra.
C. Pembagian Kesusastraan Arab
Secara
 garis besar, kesusastraan Arab di bagi menjadi dua bagian, yaitu prosa 
(an-Natsr) dan puisi (syi'r). Prosa terdiri atas beberapa bagian, yaitu:
 kisah (Qishshah), peribahasa (amtsal) atau kata-kata mutiara 
(al-hikam), sejarah (tarikh) atau riwayat (sirah), dan karya ilmiah 
(abhats 'ilmiyyah).
Kisah
 (Qishshah) adalah cerita tentang berbagai hal, baik yang bersifat 
realistis maupun fiktif, yang disusun menurut urutan penyajian yang 
logis dan menarik. Kisah terdiri dari 4 macam yaitu:
1.      Riwayat adalah yaitu cerita panjang yang didasarkan atas kenyataan yang terjadi dalam masyarakat.
2.      Hikayat, yaitu cerita yang mungkin didasarkan atas fakta maupun rekaan (fiksi).
3.      Qishah qasirah, yaitu cerita pendek.
4.      Uqsusah, yaitu cerita yang lebih pendek daripada Qishah qasirah.
Kisah
 berkembang menurut zamannya. Pada masa jahiliyyah, yang berkembang 
adalah kisah mengenai berbagai hal yang berkenaan dengan kehidupan suku 
Badui, adapt, dan sifat-sifat mereka. Pada masa Islam, yang berkembang 
ialah kisah-kisah keagamaan, seperti cerita para nabi dan rasul yang 
bersumber dari kitab Taurat, Injil dan al-Qur'an. Kisah yang berkembang 
pada masa Abbasiyyah tidak hanya terbatas pada cerita keagamaan, tetapi 
sudah berkaitan dengan hal-hal lain yang lebih luas, seperti kisah 
filsafat.
Adapun
 pada masa modern, kisah berkembang lebih pesat lagi, karena 
perkembangan hubungan antara Islam dan peradaban-peradaban lain yang ada
 di dunia Barat. Kisah yang berkembang pada masa ini adalah cerita 
panjang yang bersambung. Missalnya Muntakhabat ar-Riwayat (cerita-cerita
 plihan) oleh Iskandar Kurku, Riwayah Zainab oleh Muhammad Husein Haikal
 (1888-1956), al-Khiyam fi Rubu' asy-Syam oleh Salim Bustani 
(1848-1884), Kifah Tayyibah (perjuangan terpuji) oleh Naguib Mahfudz 
(1912-?), dan al-Ajnihah al-Mutakassirah (sayap-sayap patah) oleh Gibran
 Khalil Gibran (1883-1931).
Peribahasa
 (amtsal) dan Kata-Kata Mutiara (al-hikam) adalah ungkapan-ungkapan 
singkat yang bertujuan memberikan pengarahan dan bimbingan untuk 
pembinaan kepribadian dan akhlak. Amtsal dan al-Hikam pada Masa 
Jahiliyyah lebih mengggambarkan bangsa Arab yang hidup dalam keadaan 
yang penuh dengan kefanatikan terhadap kelompok dan suku. Pencipta 
amtsal dan al-Hikam yang terkenal pada masa ini adalah Aksam bin Saifi 
at-Tamimi, Qus bin Sa'idah al-Iyadi, dan Zuhair bin Abi Sulma.
Amtsal
 dan al-Hikam pada masa Islam lebih menekankan pada hal-hal yang 
bersifat religius serta berdasarkan pada al-Qur'an dan hadits. Tokoh 
yang terkenal pada masa ini ialah Ali bin Abi Talib dengan karyanya Nahj
 al-Balaghah. Adapun Amtsal dan al-Hikam pada masa Abbasiyah dan 
setelahnya lebih menggambarkan hal-hal yang berhubungan dengan filsafat 
sosial dan akhlak. Tokoh yang terkenal pada masa ini adalah Ibnu 
al-Muqaffa (720-756).
Sejarah
 (tarikh) atau Riwayat (sirah), mencakup sejarah beberapa negeri dan 
kisah perjalanan yang dilakukan oleh para tokoh terkenal. Karya sastra 
terkenal dibidang ini, antara lain: Mu'jam al-Buldan (Ensiklopedi Kota 
dan Negara) oleh Yaqut ar-Rumi (1179-1229), Tarikh al-Hindi (Sejarah 
India) oleh al-Biruni (w. 448 H/1048 M), Tuhfah an-Nazzar fi Gara'ib 
Amsar wa 'Aja'ib al-Asfar (Persembahan Seorang Pengamat tentang 
Negeri-Negeri Asing dan Perjalanan Yang Menakjubkan) oleh Ibnu Batutah, 
Zakha'ir al-'Ulum wa Ma Kana fi Salif ad-Duhur (Perbendaharaan Ilmu dan 
Peristiwa Masa Lalu) oleh Abu Hasan Ali bin Husein bin Ali al-Mas'udi 
(w. 956), dan Muluk al-'Arab (Raja-raja Arab) oleh Amin ar-Raihan 
(1876-1940).
Karya
 Ilmiah (abhats 'ilmiyyah) adalah mencakup berbagai bidang ilmu. 
Karya-karya terkenal yang berkenaan dengan kajian ini ialah KItab 
al-Hayawan (Buku tentang Hewan) dan Kitab al-Bukhhala (Buku tentang 
Orang Bakhil) oleh al-Jahiz (w. 225 H/869 M), 'Aja'ib al-Makhluqat wa 
Gara'ib al-Maujudat (Makhluk-Makhluk Yang Menakjubkan dan Benda-benda 
Yang Aneh) dan Asar al-Bilad wa Akhbar al-'Ibad (Peninggalan 
Negeri-Negeri dan Berita Tentang Manusia) oleh Abu Yahya Zakaria bin 
Muhammad al-Qazwaini (1208-1283), dan Sirr an-Najah (Rahasia 
Kesuksesan), dan Siyar al-Abtal wa al-Qudama al-'Uzama (Sejarah Para 
Pahlawan dan Pembesar-Pembesar Terdahulu) oleh Ya'qub Sarruf 
(1852-1928).
Adapun
 puisi (Syi'r) terbagi atas dua bagian, yaitu asy-Syi'r al-Ginai dan 
asy-Syi'r al-Hikami atau asy-Syi'r at-Ta'limi. Asy-Syi'r al-Ginai 
merupakan puisi hiburan yang berisi ungkapan perasaan sang penyair. 
Puisi ini terdiri atas tiga bagian, yaitu:
1.      Asy-Syi'r
 al-Wijdani, adalah  puisi yang mengungkapkan perasaan penyair, seperti 
gembira, suka cita, dan berita. Para penyair yang dipandang sebagai 
tokoh dalam puisi jenis ini adalah Abu Firas al-Hamdani (932-968) dengan
 kumpulan puisinya yang terkenal Diwan Abi Firas yang diterbitkan 
pertama kali tahun 1873, dan al-Mutanabbi yang terkenal dengan kumpulan 
puisinya Diwan al-Mutanabbi.
2.      Asy-Syi'r
 al-Ratsai, adalah puisi hiburan yang diungkapkan oleh penyair ketika 
meratapi seseorang yang telah meninggal. Di antara sastrawan yang 
dianggap tokoh dalam puisi jenis ini adalah al-Muahhil (w. 531) dengan 
kumpulan puisinya yang terkenal Ratsa'uh li Akhihi Kulaib (Ratapannya 
kepada Saudaranya Kulaib), dan Abu Jazrah Jarir bin Atiyah (653-7330 
dengan kumpulan puisinya yang terkenal Diwan Jarir fi al-Madh wa 
ar-Ratsa (Kumpulan Puisi Jarir tentang Sanjungan dan Ratapan).
3.      Asy-Syi'r
 al-Fakhr, adalah puisi yang menyanjung kebesaran dan keperkasaan 
seseorang atau kelompok tertentu. Yang dianggap sebagai tokoh dalam 
jenis puisi ini ialah Antarah bin Syaddad (w. 615) dengan kumpulan 
puisinya yang terkenal Diwan 'Antarah fi al-Fakhr wa al-Hamasah wa 
al-Gazal (Kumpulan Puisi Antara Tentang Kebanggaan, Semangat, dan 
Sajungan).
Adapun
 asy-Syi'r al-Hikami atau asy-Syi'r at-Ta'limi adalah puisi yang 
berisikan pendidikan atau pengajaran. Yang dianggap tokoh dalam jenis 
puisi ini ialah Zuhair bin Abi Sulma (530-627) dengan karyanya 
al-Hauliyyat, Labib bin Rabi'ah (560-661) yang terkenal dengan karyanya 
Hikmah ar-Ratsa (Mutiara-Mutiara Ratapan), Addi bin Zaid (w. 604) yang 
terkenal dengan puisi Hikam (Kata-Kata Mutiara) dan Zuhdiyyat 
(Kezuhudan), Abu al-'Ala al-Ma'arri (973-1058) yang terkenal dengan 
karyanya al-Luzumiyyat (Kebutuhan) dan Risalah al-GufranLamiyah ibn 
al-Wardi (Ratapan Ibnu al-Wardi), dan Nasif al-Yaziji (1800-1871) dengan
 puisinya yang terkenal Diwan Syi'r Nasif. (Risalah Pengampunan), Ibnu 
al-Wardi (1290-1349) dengan karyanya yang terkenal 
Pada
 masa modern, penyair yang terkenal dalam jenis puisi ini adalah Ahmad 
Syauqi (1868-1932) dengan karyanya yang terkenal asy-Syauqiyyat 
(Puisi-Puisi Syauqi), dan Muhammad Hafiz Ibrahim (1872-1932) dengan 
kumpulan puisinya Diwan Hafiz Ibrahim (Kumpulan Puisi Hafiz Ibrahim).
BAB III
PENUTUP
Dari
 pembahasan di atas kita telah mengetahui ta'rif, periodesasi, dan 
pembagian satra Arab meskipun hanya sekilas. Namun kita dapat 
menyimpulkan bahwa sastra yaitu setiap kegiatan yang bersifat kreatif, imajinatif dan mengandung pesan yang bersifat relatif.
 Adapun pembagian satra Arab secara umum terbagi menjadi dua bagian, 
yaitu asy-Syi'r (puisi) dan an-Nastr (prosa) yang keduanya mempunyai 
bagian lagi. Untuk menambah pembendaharaan pengetahuan, kita dapat 
mencari dan membaca sumber-sumber lain yang berhubungan dengan sastra, 
baik sastra secara umum maupun secara khusus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar